Benih di Tangan, Cahaya di Hati
Siang menurun lembut di antara awan putih,
dua anak duduk berhadapan dengan bumi
mata mereka menyimpan cermin langit yang teduh.
Di meja bundar tempat mereka belajar,
buku-buku terbuka seperti daun menunggu musim hujan.
Mereka berbicara tentang bumi yang letih,
tentang harapan yang tumbuh di tangan-tangan kecil.
Mereka turun ke halaman sore,
menggenggam sekop, bibit, dan harapan.
Tanah dibuka dengan tawa dan peluh,
setiap butir pasir seolah mendoakan:
“tumbuhlah, wahai pohon kecil, jadilah teduh bagi dunia.”
Satu anak menanam, satu anak menyiram,
matahari condong di barat,
namun semangat mereka tak pernah miring.
Burung-burung berputar di atas kepala,
seakan tahu bumi baru saja disembuhkan sedikit.
Ketika senja datang,
tangan mereka kotor oleh tanah,
namun hati mereka bersih oleh kasih.
Mereka menatap pohon kecil yang kini berdiri,
dan salah satu berbisik pelan:
“Jika kita merawat bumi, bukankah kita juga sedang merawat Tuhan?”
Dan langit menjawab,
dalam warna jingga yang lembut:
Ya, anak-anak kecil, suara kalian adalah doa yang hidup
dan benih yang kalian tanam akan menjadi lagu
bagi generasi yang mencintai bumi.


