Monday, November 10, 2014

Akhirnya Mereka Pulang

Di bawah ini adalah catatan perjalanan Sr. Laurentina, PI yang ditugaskan oleh Dinas Sosial untuk mendampingi 120 anak NTT yang dipulangkan ke kampung halamannya.

*******************************
Akhirnya Mereka Pulang



Bersyukur dan lega rasanya! Setelah 5 hari terapung-apung di lautan bebas, akhirnya kapal yang kami tumpangi bersama 3 orang pendamping dari RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Center) Bambu Apus dan 8 orang pendamping dari BNP2TKI untuk mengawal pemulangan 120 TKW asal NTT tiba juga di tujuan. Beban yang kami pikul sepanjang perjalanan karena banyaknya rintangan dan tantangan yang kami hadapi seakan-akan langsung sirna.

Pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2014, saya ditugaskan oleh Sr. Lia RGS untuk mendampingi pemulangan 120 TKW asal NTT yang sudah selama beberapa minggu terakhir ditampung di RPTC Bambu Apus. Mereka dipulangkan dengan menggunakan Kapal Umsini. Kapal mulai berlayar pada pukul 08.30 WIB dan direncanakan tiba di pelabuhan Tenau Kupang pada tanggal 17 Oktober pukul 20.00 Wita. Dalam kapal kami diberi tempat khusus yaitu di Dek 5. Rombongan diketuai oleh Bu Atik dari RPTC Bambu Apus.

Untuk mempermudah koordinasi, 120 TKW tersebut kemudian dibagi menjadi 12 kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri atas 10 orang. Tiap kelompok diawasi oleh seorang pendamping. Tugas pendamping selain mengawasi juga menjaga ketertiban dan keamanan anak-anak dalam kelompoknya selama berada di atas kapal, serta membimbing kelompok untuk sharing dan berdoa sesuai dengan kepercayaannya. Di tiap kelompok ditunjuk satu orang untuk menjadi ketua kelompok, yang bertugas untuk mengabsen teman kelompoknya dan mengumpulkan tiket jika mau mengambil makanan. Saat kapal bersandar di suatu tempat, tiket tersebut harus diserahkan kembali kepada pendamping.  

Meskipun masing-masing pendamping hanya bertanggung jawab atas kelompoknya saja, namun kami tetap mengawasi keadaan mereka secara keseluruhan. Tingkah laku mereka yang bermacam-macam di atas kapal menjadi tantangan tersendiri dalam pendampingan ini. Kadang-kadang mereka juga bercampur dengan penumpang yang lain sehingga kamipun selalu siaga dalam mengawasi mereka, bahkan terkadang juga khawatir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Banyak kendala yang kami hadapi selama perjalanan. Bukan hanya dalam hal menjaga anak-anak dari penumpang kapal lain, namun juga di antara pendamping sendiri sering berbeda pendapat tentang cara mendampingi anak-anak tersebut. Beberapa pendamping menginginkan pengawasan penuh dan mengingatkan anak-anak jika berbuat hal-hal yang bisa membahayakan mereka, namun pendamping lain cenderung membiarkan karena menurut mereka agar anak-anak itu bisa menikmati perjalanan. Akhirnya saya bersama pendamping dari RPTC tetap memperhatikan tingkah laku anak-anak karena mereka agak susah untuk dikendalikan dan kami juga khawatir kalau di kapal mereka juga dibawa kabur oleh orang yang tidak dikenal, karena banyak juga penumpang yang sebenarnya TKI yang pulang dari Malaysia. Setiap malam kami harus menghitung jumlah mereka di kelompok masing-masing. Kebetulan saya memang sengaja tidur bersama dengan mereka, namun sayang teman-teman pendamping yang lain mengambil kamar di kelas satu dan dua. Maka praktis yang menjaga mereka sampai pagi adalah saya sendiri.

Salah satu hal yang mengganggu kami selama mendampingi para TKI ini dipulangkan adalah, betapa mudahnya mereka mengalami cinta lokasi. Baru berkenalan beberapa jam dengan penumpang laki-laki di atas kapal itu, mereka langsung bermesra-mesraan dengan sembunyi-sembunyi. Bahkan, ada TKW yang menolak cinta lelaki yang satu dan kemudian berpacaran dengan lelaki lain, sehingga menyebabkan kedua lelaki tersebut bertengkar. Bahaya lainnya adalah kalau mereka (terutama yang masih polos-polos) dibawa masuk kamar yang disewakan di kapal ini. Terkadang saya dengan mereka main kucing-kucingan karena biasanya mereka bertemu pasangannya di dek paling atas. Jika saya berhasil menangkap basah dan menegur mereka, mereka pura-pura kembali ke kamar namun tak lama kemudian keluar lagi naik ke atas lewat jalan lain. Pernah juga yang sampai jam 03.00 dini hari mereka masih bertemu di dek atas, karena waktu itu kapal sandar di pelabuhan Makasar jam 21.00 dan berlayar lagi menuju Maumere jam 03.00. Terkadang kalau sudah capek dan mengantuk saya diamkan saja hal itu terjadi, namun saya berdoa semoga tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Sebenarnya jam tidur yang kami tetapkan adalah jam 21.00, dan jam 20.00 mereka diwajibkan untuk absen dulu kemudian harus sudah berada  ada di tempat masing-masing. Namun dengan berbagai macam alasan, anak-anak itu berusaha keluar dari kamar mereka, terutama saat kami lengah.

Setelah mengalami perjalanan yang panjang dan berliku-liku akhirnya kapal pun sampai di pelabuhan Tenau – Kupang. Beberapa jam sebelum bersandar kami mengatur strategi dan berkoordinasi dengan para pendamping, pihak PELNI maupun Dinas Sosial Provinsi yang akan menyambut kami di pelabuhan tersebut. Dan demi keamanan, Polda NTT juga ikut serta didalamnya. Sebelum turun, anak-anak diwajibkan menggunakan syal warna hijau muda agar tidak salah dengan penumpang lain.

Yang pertama turun dari kapal adalah ketua rombongan Bu Atik, diikuti oleh saya dan pendamping-pendamping dari RPTC (Bu Lela dan Pak Yani). Pendamping dari BNP2TKI turun kemudian, saat di pelabuhan sudah disiapkan semuanya. Demi keamanan, selain dari Polda, Dinas Sosial Provinsi juga mengerahkan beberapa personel TAGANA (Taruna Siaga Bencana). Saat turun dari kapal, kami diarahkan untuk langsung masuk ke kendaraan yang telah disediakan oleh BNP provinsi. Ada 4 bis DAMRI yang telah disediakan. Karena tidak ada tempat yang cukup untuk menampung sekian banyak anak, maka mereka pun dibagi menjadi 2 kelompok. 60 anak diantarkan menuju Aula Balai Diklat Sosial, dan 60 anak lagi diantarkan ke Aula Pantai HIT BIA (Tuna Netra) milik UPTD provinsi NTT. Setelah itu mereka disambut oleh Kabid Dinas Sosial Provinsi bapak Yohanes Mau secara singkat, dan dilanjutkan dengan makan malam ala kadarnya yang telah disediakan oleh dapur umum dari TAGANA.

Acara serah terima baru berlangsung keesokan harinya pada pukul 13.30 waktu setempat di aula Dinas Sosial Provinsi. Di aula dinsos tersebut  telah menunggu beberapa orang yang akan menjemput keluarganya.  Hadir juga wakil dari Dinas Sosial Kabupaten yang datang untuk menjemput para pekerja migran yang berasal dari daerah mereka. Setelah ke-120 TKW tersebut secara resmi diserahterimakan dari Dinas Sosial Pusat kepada Dinas Sosial Provinsi, mereka boleh dibawa pulang oleh keluarga atau Dinsos Kabupaten yang menjemput.  Saat semua acara telah usai, kami pun merasa lega karena tanggung jawab dan tugas sudah selesai dan ditindaklanjuti oleh Dinsos Provinsi.


Demikianlah sekelumit cerita saya dalam mendampingi mereka. Terima kasih atas doa dan dukungan dari teman-teman semua.

Berkah Dalem,
Sr. Laurentina PI