*******************************
Akhirnya Mereka Pulang
Bersyukur
dan lega rasanya! Setelah 5
hari terapung-apung di lautan bebas, akhirnya kapal yang
kami tumpangi bersama 3 orang pendamping dari RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Center) Bambu
Apus dan 8 orang pendamping dari BNP2TKI untuk mengawal pemulangan 120 TKW asal NTT tiba juga di tujuan. Beban yang kami pikul sepanjang perjalanan karena banyaknya
rintangan dan tantangan yang kami hadapi seakan-akan
langsung sirna.
Pada hari
Minggu tanggal 12 Oktober 2014, saya ditugaskan oleh Sr. Lia RGS untuk
mendampingi pemulangan 120 TKW asal NTT yang sudah selama beberapa minggu
terakhir ditampung di RPTC Bambu Apus. Mereka dipulangkan dengan menggunakan
Kapal Umsini. Kapal mulai berlayar pada pukul 08.30 WIB dan direncanakan tiba di pelabuhan Tenau Kupang pada
tanggal 17 Oktober
pukul 20.00 Wita. Dalam kapal kami diberi tempat
khusus yaitu di Dek 5. Rombongan diketuai oleh Bu Atik dari RPTC Bambu Apus.
Untuk
mempermudah koordinasi, 120 TKW tersebut kemudian dibagi menjadi 12 kelompok,
dan masing-masing kelompok terdiri atas 10 orang. Tiap kelompok diawasi oleh
seorang pendamping. Tugas pendamping selain mengawasi juga menjaga ketertiban
dan keamanan anak-anak dalam kelompoknya selama berada di atas kapal, serta
membimbing kelompok untuk sharing dan berdoa sesuai dengan kepercayaannya. Di
tiap kelompok ditunjuk satu orang untuk menjadi ketua kelompok, yang bertugas
untuk mengabsen teman kelompoknya dan mengumpulkan tiket jika mau mengambil
makanan. Saat kapal bersandar di suatu tempat, tiket tersebut harus diserahkan
kembali kepada pendamping.
Meskipun masing-masing pendamping hanya bertanggung jawab atas kelompoknya saja,
namun kami tetap mengawasi keadaan
mereka secara keseluruhan. Tingkah laku mereka yang bermacam-macam di atas kapal menjadi tantangan tersendiri dalam
pendampingan ini. Kadang-kadang mereka
juga bercampur dengan penumpang yang
lain sehingga kamipun selalu siaga dalam
mengawasi mereka, bahkan terkadang
juga khawatir jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Banyak
kendala yang kami hadapi selama perjalanan. Bukan hanya dalam hal menjaga
anak-anak dari penumpang kapal lain, namun juga di antara pendamping sendiri
sering berbeda pendapat tentang cara mendampingi anak-anak tersebut. Beberapa
pendamping menginginkan pengawasan penuh dan mengingatkan anak-anak jika
berbuat hal-hal yang bisa membahayakan mereka, namun pendamping lain cenderung
membiarkan karena menurut mereka agar anak-anak itu bisa menikmati perjalanan.
Akhirnya saya bersama pendamping dari RPTC tetap memperhatikan
tingkah laku anak-anak karena mereka agak susah untuk dikendalikan dan kami
juga khawatir kalau di kapal mereka juga dibawa kabur oleh orang yang tidak
dikenal, karena
banyak juga penumpang yang sebenarnya TKI yang pulang dari Malaysia. Setiap malam
kami harus menghitung jumlah mereka di
kelompok masing-masing. Kebetulan
saya memang sengaja tidur bersama dengan mereka, namun sayang teman-teman pendamping
yang lain mengambil kamar di kelas satu dan dua. Maka praktis yang menjaga
mereka sampai pagi adalah saya sendiri.
Salah satu
hal yang mengganggu kami selama mendampingi para TKI ini dipulangkan adalah,
betapa mudahnya mereka mengalami cinta lokasi. Baru berkenalan beberapa jam
dengan penumpang laki-laki di atas kapal itu, mereka langsung bermesra-mesraan
dengan sembunyi-sembunyi. Bahkan, ada TKW yang menolak cinta lelaki yang satu
dan kemudian berpacaran dengan lelaki lain, sehingga menyebabkan kedua lelaki
tersebut bertengkar. Bahaya lainnya adalah
kalau mereka (terutama yang masih polos-polos) dibawa
masuk kamar yang disewakan di kapal ini. Terkadang
saya dengan mereka main kucing-kucingan karena biasanya
mereka bertemu pasangannya di dek paling
atas. Jika saya berhasil menangkap basah dan menegur
mereka, mereka pura-pura kembali ke
kamar namun tak lama kemudian
keluar lagi naik ke atas lewat
jalan lain. Pernah juga yang sampai jam 03.00 dini hari mereka masih bertemu
di dek atas, karena waktu itu
kapal sandar di pelabuhan Makasar jam 21.00 dan berlayar lagi menuju Maumere
jam 03.00. Terkadang
kalau sudah capek
dan mengantuk saya diamkan saja hal itu terjadi, namun saya
berdoa semoga tidak ada hal-hal
yang tidak diinginkan. Sebenarnya jam tidur yang kami tetapkan adalah jam 21.00, dan
jam 20.00 mereka diwajibkan untuk absen
dulu kemudian harus sudah berada ada di tempat masing-masing. Namun dengan berbagai macam alasan, anak-anak itu
berusaha keluar dari kamar mereka, terutama saat kami lengah.
Setelah mengalami perjalanan
yang panjang dan berliku-liku akhirnya
kapal pun sampai di pelabuhan Tenau – Kupang. Beberapa jam sebelum bersandar kami mengatur strategi dan
berkoordinasi dengan para pendamping, pihak
PELNI maupun Dinas Sosial Provinsi yang
akan menyambut kami di pelabuhan tersebut. Dan demi keamanan, Polda
NTT juga ikut serta didalamnya. Sebelum
turun, anak-anak diwajibkan menggunakan
syal warna hijau muda agar tidak salah dengan penumpang lain.
Yang pertama
turun dari kapal adalah ketua rombongan Bu
Atik, diikuti oleh saya dan pendamping-pendamping dari RPTC (Bu Lela dan Pak Yani).
Pendamping dari BNP2TKI turun kemudian, saat
di pelabuhan sudah disiapkan semuanya. Demi keamanan, selain dari Polda, Dinas
Sosial Provinsi
juga mengerahkan beberapa personel TAGANA (Taruna Siaga Bencana). Saat turun dari kapal, kami diarahkan untuk
langsung masuk ke kendaraan yang telah
disediakan oleh BNP provinsi. Ada 4 bis
DAMRI yang telah disediakan. Karena tidak ada
tempat yang cukup untuk menampung sekian banyak anak, maka mereka pun dibagi
menjadi 2 kelompok. 60 anak diantarkan menuju Aula Balai Diklat
Sosial, dan 60 anak lagi diantarkan ke Aula Pantai HIT BIA (Tuna Netra) milik UPTD provinsi NTT. Setelah itu mereka disambut oleh Kabid Dinas Sosial Provinsi bapak Yohanes Mau secara
singkat, dan dilanjutkan dengan makan
malam ala kadarnya yang telah disediakan oleh dapur
umum dari TAGANA.
Acara
serah terima baru berlangsung keesokan harinya pada
pukul 13.30 waktu setempat di aula Dinas Sosial
Provinsi. Di aula dinsos tersebut telah menunggu beberapa
orang yang akan menjemput keluarganya. Hadir juga wakil dari Dinas Sosial Kabupaten
yang datang untuk menjemput para pekerja migran yang
berasal dari daerah mereka. Setelah ke-120 TKW tersebut secara resmi
diserahterimakan dari Dinas Sosial Pusat kepada Dinas Sosial Provinsi, mereka
boleh dibawa pulang oleh keluarga atau Dinsos Kabupaten yang menjemput. Saat
semua acara telah usai, kami pun merasa lega karena tanggung jawab dan tugas sudah selesai
dan ditindaklanjuti oleh Dinsos Provinsi.
Demikianlah sekelumit cerita
saya dalam mendampingi mereka.
Terima kasih atas doa dan dukungan dari teman-teman semua.
Berkah Dalem,
Sr. Laurentina PI