Yani (bukan nama
yang sebenarnya) berasal dari Kecamatan Baros Sukabumi. Ia berangkat menjadi
TKI karena kondisi ekonominya yang cukup berat. Lima tahun sebelumnya, suaminya
pergi ke Malaysia dan tidak pernah pulang lagi, sehingga ia harus sendirian
menghidupi satu anak dan kedua orang tuanya. Karena beban hidup yang semakin
lama semakin berat, dan sumber penghasilannya sebagai buruh tani sudah tidak
mencukupi, pada awal tahun 2013 ia nekad berangkat menjadi TKI ke Arab Saudi.
Setelah satu bulan
berada di penampungan, Yani diberangkatkan bersama 12 temannya ke Arab Saudi.
Di benak Yani sudah tersusun rencana bahwa ia akan bekerja sebaik-baiknya dan
mendapatkan uang untuk dikirimkan ke keluarganya. Oleh sebab itu, ia bekerja
dengan giat di rumah majikanya. Walaupun sering mendapatkan perlakuan tidak
manusiawi, ia tetap nekad bekerja karena hanya itu satu-satunya harapan untuk
membantu keluarganya.
Majikan Yani pemarah
dan sedikit-sedikit memukul kalau ia lambat mengerjakan pekerjaanya. Yani mulai
bekerja pukul 05.00 pagi sampai pukul 03.00 pagi lagi. Setiap hari ia hanya
diberi waktu istirahat selama dua jam oleh majikannya. Yani juga jarang
mendapatkan makanan. Ia hanya boleh makan sisa sisa makan malam majikannya, bahkan
minum pun dijatah. Yani sudah mulai sakit-sakitan pada bulan Juli 2014.
Badannya semakin mengurus karena kurang gizi dan kurang istrirahat.
Penderitaannya mencapai puncaknya saat pada akhir bulan Juli 2014 Yani
ditendang anak majikan dan terjatuh hingga tidak dapat bangun kembali. Ia
dibawa ke dokter setempat dan dokter berkata bahwa tulang punggungnya geser.
Karena dalam kondisi sakit dan tidak bisa bekerja dengan baik, majikannya
langsung memulangkannya ke Indonesia pada bulan Agustus 2014.
Setiba di Bandara
Soekarno Hatta, Yani langsung mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Polri Kramat
Jati. Ia dirawat di sana selama satu bulan. Ketika sudah diperbolehkan pulang,
ia diantar oleh petugas BNP2TKI ke kampung halamannya. Namun malang, Yani sudah
tidak menemukan kedua orang tuanya karena sudah meninggal dunia dan anak
satu-satunya pun pergi entah kemana. Ia juga tidak membawa uang sepeser pun
karena semasa kerja, Yani selalu mengirimkan seluruh gajinya untuk keluarga.
Paman dan bibinya menolaknya karena pulang dalam kondisi sakit dan tidak punya
uang.
Karena masih dalam
kondisi sakit dan tidak tahu harus kemana, Yani diantar oleh petugas BNP2TKI ke
sebuah rumah singgah untuk dapat melanjutkan perawatan. Sampai saat ini, dia
masih tinggal di rumah singgah tersebut untuk memulihkan kondisinya sehingga
siap kembali menyusun rencana-rencana untuk hidupnya di masa datang.