Menjadi muda
dan enerjik itu merupakan suatu anugerah, apalagi bisa bertemu dengan orang
muda lainnya dari berbagai daerah.
Temu akbar
bernama Keuskupan Atambua Youth Day (KAYD) ini diselenggarakan 4 tahun sekali dengan menyedot orang muda
dari paroki-paroki Keuskupan Atambua. Peserta datang dari 66 paroki
Keuskupan Atambua. Tahun ini, KAYD
diselenggarakan di Malaka, tepatnya Paroki Betun, selama satu minggu terhitung tanggal 22-28
September 2019. Namun pada tanggal 22-25 September 2019, peserta diharuskan live-in
di Paroki-paroki Malaka. 30 menit perjalanan kami tempuh dari rumah untuk
sampai ke tempat kegiatan dilangsungkan. Suster Laurentina PI akan memberikan
materi pada pukul 11.00 WITA. Namun kami sudah sampai sebelum waktu yang ditentukan.
Ramai, penuh, dan bersemangat. Tiap paroki memiliki baju OMK-nya sendiri,
bawahannya mereka memakai sarung. Berbagai motif terlihat. Mereka duduk di aula
terbuka, hari ini mereka akan menerima materi pertama dari Mgr. Dominikus Saku, Uskup Atambua. Suster
Laurentina, PI ikut bergabung dengan Bapak Uskup Atambua dan duduk di depan.
Dalam
materinya, Bapak Uskup memaparkan jalan terjal yang harus dilewati jika ingin
menjadi orang muda Katolik yang unggul, cerdas, kreatif, dan bersahabat. Beliau
menegaskan bahwa orang muda harus produktif dan mampu bersaing. Dari pemberian
materi, bapak uskup melanjutkan dengan ceramah. Materi
diakhiri dengan menyanyikan Mars OMK yang dipandu dengan video koreografi.
Semangat, penuh gairah, mereka dengan lantang menyanyikan Mars OMK. ‘Bergandenglah
dan bergembira karena kita bersaudara, wujudkan Orang Muda Katolik tumbuh
cerdas sejahtera, bersama meraih mimpi dalam cita dan cinta. Bersama mengikuti
Kristus sahabatku.’Itu adalah
sepotong lirik lagu yang dinyanyikan, ada yang berputar, ada yang bergandengan,
sesuai irama lagi mereka bergoyang. Menjadi muda itu memang seru dan
menyenangkan. Menjadi muda berarti berani. Berani untuk menjalankan kehendak
Tuhan dalam semua medan hidup kita, berani untuk menjalani panggilan hidup dari
Tuhan dan berani menghidupi iman kita tanpa menyembunyikannya atau
menyepelekannya.
Kegiatan
berlanjut, peserta di bagi menjadi kelompok-kelompok. Satu kelompok akan
diberikan materi oleh suster Laurentina PI, sedang yang lain dengan pemberian
materi yang lain. Suster
Laurentina PI memberikan materi tentang Human Trafficking di sebuah aula
terbuka sekolah. Lumayan jauh jarak yang harus ditempuh dan kami melaluinya
dengan jalan kaki, bersama dengan peserta.
Sampai di
ruangan, peserta kembali menyanyikan Mars OMK, sementara aku dan suster Matilda
PI menyiapkan peralatan untuk pemberian materi. Suster Laurentina PI disambut
dengan luar biasa oleh peserta. Mereka duduk dengan tenang dan mendengarkan
dengan baik materi-materi yang disampaikan oleh suster. Selama pemberian materi
ada satu insiden terjadi di mana layar putih yang menampilkan materi terjatuh
dan tidak bisa dibuka kembali, sehingga in-fokus diarahkan ke tembok dan
gambar-gambar menjadi kabur. Meskipun demikian, peserta tetap fokus dan
memperhatikan perkataan suster. Menyelingi materinya, Suster Laurentina, PI
bertanya pada peserta tentang saudara mereka yang bekerja di Malaysia dan
berbagai tantangan yang dihadapi. Seorang perempuan muda maju, dengan berani ia
menceritakan keluhan dari saudaranya yang pergi bekerja di Malaysia tanpa
passport atau dokumen. Orang yang membawanya bekerja sudah pulang ke
Indonesia dan sejak Maret saudaranya belum menerima gaji. Pertanyaan tentang
keluhan PMI sebagai pembuka untuk menunjukkan beratnya PMI yang bekerja di
luar.
Sesi
selanjutnya adalah sesi diskusi atau tanya jawab. Dalam sesi ini, lima orang
peserta diberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
dikumpulkan, dan suster Laurentina, PI menjawab secara bergiliran.
Apa peran orang muda untuk mencegah terjadinya Perdagangan Orang?
Jawaban dari Suster adalah anak muda diajak untuk mencintai daerah sendiri, kreatiflah, dan ciptakan lapangan kerja sendiri. Bangunlah NTT. Lihatlah peluang yang ada.
Moratorium menghambat seseorang untuk bekerja, mengapa pemerintah harus mengadakan moratorium? Padahal seseorang yang sudah pernah bekerja dan mengambil jatah liburnya tidak bisa kembali karena moratorium itu sehingga perlu mempertimbangkan bagi mereka yang sudah bekerja di luar negeri dan kembali ke pekerjaan mereka.
Apa peran orang muda untuk mencegah terjadinya Perdagangan Orang?
Jawaban dari Suster adalah anak muda diajak untuk mencintai daerah sendiri, kreatiflah, dan ciptakan lapangan kerja sendiri. Bangunlah NTT. Lihatlah peluang yang ada.
Moratorium menghambat seseorang untuk bekerja, mengapa pemerintah harus mengadakan moratorium? Padahal seseorang yang sudah pernah bekerja dan mengambil jatah liburnya tidak bisa kembali karena moratorium itu sehingga perlu mempertimbangkan bagi mereka yang sudah bekerja di luar negeri dan kembali ke pekerjaan mereka.
Suster
Laurentina, PI memberikan informasi bahwa moratorium artinya memperbaiki,
membuat aturan main bekerja di luar dengan segala permasalahannya dan satu bulan
yang akan datang moratorium akan diberhentikan karna tidak efektif, juga
dibutuhkan regulasi. Setelah dievaluasi, moratorium akan dicabut, namun yang
kerja di luar harus sesuai aturan. Ada sertifikat dari BLK yang ditandatangani
Gubernur NTT.
Suster Laurentina, PI menjawab
bahwa harus bekerjasama, dan jika ada yang mengajak untuk pergi keluar negeri tidak
boleh percaya begitu saja. Dan seandainya memang mau kerja di luar negeri datang
ke BP3TKI/Nakertrans.
Masalah
ekonomi, bagaimana memberi rekomendasi kerjasama dengan Malaysia?
Jawaban yang diberikan adalah sudah ada kerjasama dengan Malaysia yang namanya
Tripartit. Seandainya pun kita menyiapkan tenaga kerja untuk bekerja di
Malaysia, namun jika tidak ada perlindungan untuk apa? Karena sampai sekarang Undang-undang di Malaysia sama sekali tidak berpihak pada pekerja.
Bagaimana modus pelaku perdagangan orang?
Suster Laurentina mengatakan bahwa pelaku itu
bisa datang dengan berbagai modus. Modusnya ada yang berupa beasiswa dan
dilakukan melalui keluarga juga orang terdekat seperti pacar. Pada
akhirnya, Suster Laurentina, PI menyampaikan agar selalu berhati-hati karena
Human Trafficking tidak memandang bulu, siapa saja bisa menjadi korban. Oleh
karena itu yang sudah mengetahui tentang bahayanya perlu membagikan kepada
orang lain sehingga tidak terjerumus.
Setelah sesi
diskusi selesai, suster Laurentina PI diberikan tanda mata, dan dilanjutkan
dengan membuat video singkat dimana peserta mengucapkan ‘KAYD, Stop Menjual
Orang NTT, sambil membuat gerakan tanda X dengan tangan.
Dari aula sekolah, kami kembali ke tempat semula, dan panitia sudah menyiapkan makan siang bagi kami di ruang makan paroki gereja. Kami makan bersama Romo Goris. Selesai makan, Romo Goris menemani kami diluar menunggu jemputan mobil travel yang mengantar kami pulang. Kami mempersiapkan barang-barang yang kami bawa, ku cium tangan Pak Gabriel lalu mencium hidup ibu dan Kakak Tina. Kami berpamitan untuk pulang kembali Kupang.
***