Monday, August 11, 2025

Aksi Nyata Laudato Si’ Perjuangan Menyelamatkan Ibu Bumi

 


Di seluruh dunia, orang katolik sedang merawat Ibu Bumi, Rumah kita bersama berdasarkan semangat Laudato Si.


A.    Tindakan nyata yang dilakukan setelah berusaha memahami Laudato Si?

Tindakan aksi nyata Laudato Si’ untuk perjuangan menyelamatkan Ibu Bumi biasanya meliputi tiga lapisan: perubahan pribadi, aksi komunitas dan pengaruh publik.

1. Perubahan pribadi

1)     Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, membawa botol minum sendiri, dan berbelanja dengan tas kain.

2)     Menghemat energi: mematikan lampu/alat listrik saat tidak digunakan, memilih lampu LED hemat energi dan mengurangi pendingin ruangan.

3)     Mengadopsi pola makan ramah lingkungan, seperti mengurangi konsumsi daging atau membeli produk lokal dan organik.

4)     Menggunakan transportasi ramah lingkungan: berjalan kaki, bersepeda, berbagi kendaraan, atau memanfaatkan transportasi umum.

2. Aksi komunitas di paroki/sekolah

1)     Membentuk Paroki Eko - Eco-Parish atau Sekolah Eko - Eco-School yang mempraktikkan pengelolaan sampah, penghijauan, dan hemat energi.

2)     Menyelenggarakan Misa dan doa bertema ekologi, termasuk Season of Creation setiap 1 September–4 Oktober.

3)     Menanam pohon di lahan Gereja, pekarangan sekolah atau wilayah tandus.

4)     Membuat kebun paroki atau sekolah untuk sayur organik sebagai sumber pangan dan edukasi.

5)     Mengadakan lokakarya tentang Laudato Si’ dan pertobatan ekologis untuk umat, OMK dan kelompok kategorial.

 3. Pengaruh publik dan advokasi

1)     Bergabung dengan kampanye internasional seperti Laudato Si’ Movement untuk mendesak kebijakan iklim yang adil.

2)     Mendukung gerakan divestment yaitu langkah menarik atau memindahkan investasi dari perusahaan atau sektor tertentu karena alasan moral, sosial, atau lingkungan, lalu mengalihkannya ke sektor yang dianggap lebih etis atau berkelanjutan. Dalam konteks Laudato Si’ dan gerakan lingkungan, divestment biasanya berarti:

a)     Menarik modal dari industri bahan bakar fosil (batubara, minyak, gas) yang menjadi penyebab utama perubahan iklim.

b)     Mengalihkan dana itu ke energi terbarukan (matahari, angin, air), proyek hijau, atau inisiatif sosial yang positif.

Hal ini sudah dilakukan oleh beberapa keuskupan dan ordo religius.

3)     Berpartisipasi dalam aksi damai menuntut perlindungan hutan, laut dan hak masyarakat adat.

4)     Menjalin kerja sama lintas agama untuk aksi lingkungan, misalnya bersih-bersih pantai atau gerakan hemat energi bersama.

Menariknya, di banyak tempat umat Katolik tidak hanya fokus pada aspek lingkungan fisik, tetapi juga keadilan sosial ekologis: membantu masyarakat miskin yang paling terdampak perubahan iklim ini sejalan dengan pesan Laudato Si’ bahwa merawat Bumi tak bisa dipisahkan dari merawat sesama, terutama yang rentan.

Benua

Contoh Tindakan Nyata

Lokasi / Pelaksana

Eropa

- Keuskupan mengumumkan divestment dari perusahaan bahan bakar fosil.- Gereja-gereja di Irlandia dan Italia memasang panel surya.- Program Eco-Parish di Inggris mengurangi sampah dan meningkatkan keanekaragaman hayati halaman gereja.- Paroki di Spanyol mengadakan doa dan aksi damai menentang perusakan hutan Amazon.

- Keuskupan Glasgow, Skotlandia.- Keuskupan Assisi, Italia.- CAFOD & Eco-Congregation, Inggris.- Paroki Madrid, Spanyol.

Afrika

- Penanaman pohon skala besar untuk melawan desertifikasi yaitu, proses perubahan lahan subur atau semi-subur menjadi gurun atau tanah tandus yang hampir tidak bisa mendukung kehidupan tanaman. - Program sumur bor ramah lingkungan untuk air bersih.- Pelatihan pertanian organik di komunitas paroki.- Doa bersama lintas agama untuk perlindungan hutan.

- Caritas Kenya & Laudato Si’ Movement di Nairobi.- Keuskupan Ouagadougou, Burkina Faso.- Paroki di Malawi.- Komunitas Katolik di Kamerun.

Asia

- Penanaman mangrove untuk mencegah abrasi.- Aksi bersih-bersih sungai dan pantai oleh OMK.- Sekolah Katolik mengintegrasikan Laudato Si’ ke dalam kurikulum.- Perlawanan damai terhadap tambang merusak lingkungan.- Misi pastoral ke desa-desa terdampak banjir akibat perubahan iklim.

- Komunitas Katolik di Filipina (Mindoro & Palawan).- OMK Jakarta dan Surabaya, Indonesia.- Jesuit-run schools di India.- Komunitas Gereja Katolik di Timor Leste.

Amerika Utara

- Gereja-gereja menggunakan energi terbarukan. Keuskupan Kanada membentuk Creation Care Teams.- Pendidikan ekologi integral di sekolah Katolik. Aksi protes damai melawan proyek pipa minyak yang merusak lingkungan.

- Paroki di California dan New York, AS.- Keuskupan Toronto, Kanada.- Jesuit Schools Network USA.- Catholic Climate Covenant, AS.

Amerika Latin

Pertahanan hutan Amazon bersama masyarakat adat. Misa di tepi sungai yang tercemar untuk mengajak pertobatan ekologis. Pendidikan petani lokal tentang agroekologi. Pembuatan bank bibit tradisional.

- REPAM (Red Eclesial Panamazónica) di Brasil, Peru, Kolombia.- Paroki di Manaus, Brasil.- Komunitas Jesuit di Ekuador.- Caritas Peru.

Australia dan Oceania

Gereja memasang sistem penampungan air hujan. Penanaman kembali spesies pohon lokal. Pengurangan jejak karbon di sekolah Katolik. Aksi solidaritas untuk negara-negara Pasifik yang terancam tenggelam.

- Keuskupan Parramatta, Australia.- Paroki di Auckland, Selandia Baru.- Catholic Earthcare Australia.- Komunitas Katolik di Fiji dan Kiribati.


B.  Merawat Rumah Bersama: Perjalanan Enam Benua Pasca-Laudato Si’

Sejak Laudato Si’ diluncurkan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2015, sebuah gelombang pertobatan ekologis mengalir ke seluruh penjuru dunia. Gereja Katolik, yang hadir di hampir setiap sudut bumi, menjawab seruan itu dengan tindakan nyata yang lahir dari iman dan cinta pada ciptaan.

  1. Di Eropa, lonceng gereja berdentang mengiringi perubahan radikal: Keuskupan Glasgow dan Assisi mengumumkan divestment dari industri bahan bakar fosil, langkah simbolis sekaligus praktis untuk meninggalkan ketergantungan pada energi kotor. Di pedesaan Italia, atap gereja tua kini memancarkan cahaya dari panel surya. Sementara itu, di Inggris, program Eco-Parish mengubah halaman gereja menjadi taman keanekaragaman hayati, tempat kupu-kupu dan lebah kembali berumah.
  2. Di Afrika, bumi yang rapuh dihadapkan pada desertifikasi dan kelangkaan air. Komunitas Katolik di Kenya menanam ribuan pohon untuk menghijaukan tanah gersang, sementara di Burkina Faso, sumur bor ramah lingkungan membawa air bersih ke desa-desa miskin. Di Malawi, pertanian organik yang diajarkan di paroki menjadi harapan baru bagi petani kecil dan di Kamerun, doa lintas agama mempersatukan umat untuk melindungi hutan tropis.
  3. Di Asia, ombak Laudato Si’ menyapu dari Teluk Bengal hingga Laut Timor. Di Filipina, umat Katolik menanam hutan mangrove untuk menahan abrasi dan badai. Di Indonesia, OMK Jakarta dan Surabaya menggelar aksi bersih-bersih sungai dan pantai, menjadikan kegiatan itu bagian dari perayaan iman. Di India, sekolah-sekolah Katolik memasukkan ekologi integral ke dalam pelajaran, sementara di Timor Leste, para pastor berjalan kaki berhari-hari mengunjungi desa yang terisolasi banjir, membawa bantuan sekaligus pesan pengharapan.
  4. Di Amerika Utara, lonceng gereja membunyikan seruan perawatan ciptaan. Paroki-paroki di California dan New York beralih ke energi terbarukan dan keuskupan di Kanada membentuk Creation Care Teams untuk menggerakkan umat di tingkat lokal. Di kampus-kampus Jesuit, mahasiswa mempelajari teologi ciptaan sambil merancang proyek keberlanjutan. Di pinggiran Dakota, umat Katolik berdiri bersama komunitas adat menolak pipa minyak yang mengancam tanah leluhur mereka.
  5. Di Amerika Latin, suara umat berpadu dengan detak jantung Amazon. REPAM (Red Eclesial Panamazónica) bekerja bahu-membahu dengan masyarakat adat mempertahankan hutan. Di Brasil, Misa diadakan di tepi sungai yang tercemar, menjadi doa sekaligus protes terhadap pencemaran. Di Ekuador, para Jesuit mengajarkan agroekologi yang memulihkan tanah dan martabat petani. Bank bibit tradisional didirikan di Peru untuk melestarikan keanekaragaman pangan warisan leluhur.
  6. Di Australia dan Oceania, langkah-langkah kecil dan besar berpadu menjaga bumi dan laut. Keuskupan Parramatta memasang sistem penampungan air hujan di gedung gereja, sementara paroki di Auckland menanam kembali spesies pohon lokal yang terancam punah. Catholic Earthcare Australia mengurangi jejak karbon di sekolah-sekolah Katolik. Di pulau-pulau kecil Fiji dan Kiribati, umat Katolik bersuara di forum internasional, meminta dunia bertindak sebelum tanah mereka tenggelam.

Dari Assisi hingga Amazon, dari Nairobi hingga Nusa Tenggara, dari Manhattan hingga Melbourne, umat Katolik bergerak sebagai satu keluarga besar semesta. Mereka menyadari bahwa merawat bumi bukan sekadar tugas untuk mencintai lingkungan, melainkan tindakan iman ekaristi yang diperpanjang dalam kerja harian menjaga ciptaan. Dalam setiap penanaman pohon, setiap sumur air bersih, setiap aksi protes damai, gema Laudato Si’ terus terdengar:

“Bumi, rumah kita bersama, adalah seperti saudara yang kita kasihi dan seperti ibu yang merangkul kita.” (Laudato Si’ nomor 1)

Kalau kita melihat realitas di enam benua, masih ada banyak pekerjaan rumah besar agar Rumah Kita Bersama tidak terus meluncur ke arah kehancuran. Berdasarkan pesan Laudato Si’ dan situasi lapangan, prioritas yang perlu dilakukan adalah gabungan aksi darurat dan perubahan jangka panjang:

1. Eropa

1)     Mengurangi ketergantungan pada energi fosil lebih cepat, bukan sekadar target jangka panjang.

2)     Merehabilitasi ekosistem yang rusak akibat industrialisasi berabad-abad.

3) Mengubah pola konsumsi yang masih sangat tinggi, termasuk fast fashion dan pemborosan pangan.

4)  Meningkatkan solidaritas iklim terhadap negara-negara miskin yang terdampak krisis lingkungan.

2. Afrika

1)     Menghentikan deforestasi besar-besaran untuk perkebunan komoditas ekspor.

2)     Memastikan teknologi energi terbarukan terjangkau dan dapat diakses komunitas desa.

3)     Mengelola air secara adil di tengah kelangkaan dan kompetisi industri.

4)  Memberdayakan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan terkait tanah dan sumber daya.

3. Asia

1)     Mengendalikan polusi udara dan air di kota-kota megapolitan.

2)  Menghentikan proyek infrastruktur dan tambang yang merusak hutan, sungai dan ekosistem pesisir.

3)     Memperluas pendidikan ekologi integral di sekolah dan komunitas basis.

4)     Menguatkan kerja sama lintas agama dalam advokasi lingkungan.

4. Amerika Utara

1)     Mengubah model ekonomi yang masih sangat bergantung pada konsumsi massal yaitu pola belanja dan penggunaan barang dan jasa secara besar-besaran oleh masyarakat, sering kali didorong oleh produksi industri skala besar dan budaya membeli yang berlebihan.

2)  Mengurangi produksi dan ekspor energi fosil, termasuk fracking (yang dijelaskan di bawah)

3)     Mengembalikan hak tanah kepada komunitas adat dan memulihkan ekosistemnya.

4)  Menghapus kesenjangan ekologis yang membuat komunitas miskin lebih terdampak polusi dan bencana.

5. Amerika Latin

1)     Melindungi Amazon dan hutan tropis lainnya dari perambahan ilegal.

2)     Mencegah kriminalisasi terhadap pembela lingkungan.

3)     Meningkatkan ketahanan pangan berbasis pertanian lokal dan berkelanjutan.

4)     Mengintegrasikan keadilan sosial dan ekologi dalam kebijakan publik.

6. Australia dan Oceania

1) Mengurangi emisi karbon yang tinggi per kapita, terutama dari sektor tambang dan energi.

2)  Melindungi terumbu karang, seperti Great Barrier Reef, dari pemanasan laut.

3)  Mendukung negara-negara Pasifik yang terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan laut.

4)  Mengembangkan sistem pangan lokal yang tidak bergantung penuh pada impor.

Apa itu fracking?

Fracking adalah singkatan dari hydraulic fracturing, yaitu teknik untuk mengambil minyak atau gas alam dari dalam bumi dengan cara menyuntikkan campuran air, pasir dan bahan kimia bertekanan tinggi ke dalam batuan (biasanya batu serpih/shale).

Tujuannya adalah memecahkan lapisan batuan tersebut sehingga minyak atau gas yang terperangkap bisa keluar dan ditarik ke permukaan.

 

Masalah utamanya:

1)     Pencemaran air tanah karena bahan kimia fracking dapat merembes.

2)     Penggunaan air yang sangat besar sehingga menguras sumber daya air lokal.

3)     Peningkatan risiko gempa kecil (induced seismicity) akibat tekanan pada lapisan bumi.

4) Pelepasan metana, gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada CO₂, sehingga mempercepat pemanasan global.

5)    Kerusakan habitat karena pembukaan lahan dan lalu lintas industri di lokasi pengeboran.

Banyak kelompok lingkungan, termasuk jaringan Katolik yang terinspirasi Laudato Si’, menentang fracking karena dianggap tidak sejalan dengan transisi energi bersih dan memperburuk krisis iklim.



Sumber: Keterangan - keterangan di atas ini diperoleh dengan bantuan chatgpt.com 


Jakarta, 11 Agustus 2025