Thursday, August 7, 2025

Mengapa Banyak Orang Flores Menjadi Pekerja Migran?

          Pulau Flores, yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dikenal bukan hanya karena keindahan alamnya dan kekayaan budayanya, tetapi juga karena banyak warganya yang bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Dari desa-desa di Larantuka, Maumere, Bajawa, hingga Ruteng, kisah anak muda Flores yang merantau ke luar negeri untuk mencari penghidupan lebih baik sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial. Lalu, mengapa banyak orang Flores menjadi PMI? Dan pekerjaan apa saja yang mereka lakukan di luar negeri?

Banyak orang Flores menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) karena sejumlah faktor struktural, ekonomi, dan kultural yang saling berkaitan. Berikut ini penjelasan penyebab utamanya dan perkiraan jumlahnya:

Mengapa Banyak Orang Flores Menjadi PMI?

1. Keterbatasan Lapangan Kerja Lokal

1)     Di banyak wilayah Flores, khususnya di pedesaan, lapangan kerja formal sangat terbatas.

2)     Sektor pertanian dan perikanan tidak cukup menyerap tenaga kerja produktif secara berkelanjutan.

3)     Kurangnya investasi industri dan infrastruktur mempersempit peluang ekonomi lokal.

2. Kemiskinan Struktural dan Ketimpangan Pembangunan

1)     NTT, termasuk Flores, merupakan salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Periode

Persentase Kemiskinan

Jumlah Penduduk Miskin

Maret 2024

19,48 %

± 1,13 juta orang (jurnalntt.com)

September 2024

19,02 %

± 1,11 juta orang (Media Indonesia)

Maret 2025 (Terbaru)

18,60 %

± 1,09 juta orang (Detik NTTThe Kupang Times Newsroom)

2)     Banyak keluarga mengandalkan remitansi (kiriman uang) dari anggota keluarga yang bekerja di luar negeri sebagai sumber utama penghidupan.

3. Budaya Merantau dan Jejaring Sosial

1)     Ada budaya yang menilai merantau sebagai jalan menuju keberhasilan.

2)     Keberadaan saudara, tetangga, atau kenalan di negara tujuan mempermudah keberangkatan dan menumbuhkan kepercayaan sosial untuk ikut.

4. Peran Lembaga Perekrutan (Formal dan Informal)

1)     Banyak lembaga perekrutan aktif beroperasi di Flores, termasuk yang ilegal atau semi-legal.

2)     Masyarakat sering kali kurang akses informasi lengkap tentang hak-hak kerja, risiko eksploitasi dan prosedur yang benar.

5. Kurangnya Pendidikan dan Pelatihan Vokasional

1)     Banyak calon migran hanya memiliki pendidikan dasar dan minim pelatihan keterampilan.

2)     Karena itu, mereka lebih mudah terserap ke sektor domestik seperti asisten rumah tangga, buruh kebun, atau pekerja bangunan di luar negeri.

6. Pengorbanan Demi Keluarga Sebagai Bingkai Religius: Menderita Demi Anak

Dalam beberapa kasus, terutama perempuan, keberangkatan sebagai PMI dipandang sebagai pengorbanan demi keluarga — bahkan kadang dibingkai secara religius (misalnya, "menderita demi anak").

7. Perkiraan Jumlah PMI dari Flores

Data resmi tentang jumlah spesifik PMI dari Flores cukup sulit didapat karena data biasanya diklasifikasikan per provinsi atau kabupaten, bukan per pulau. Namun, berikut ini beberapa estimasi berdasarkan sumber BNP2TKI, BP2MI, dan penelitian lokal:

1)     NTT adalah provinsi pengirim PMI tertinggi ketiga di Indonesia, setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.

2)     Sekitar 60–70% PMI asal NTT berasal dari pulau Flores dan pulau-pulau kecil sekitarnya.

3)     Berdasarkan laporan tahunan BP2MI (2022 dan 2023):

a)     Sekitar 30.000–40.000 PMI dari NTT diberangkatkan tiap tahun, baik secara prosedural maupun nonprosedural.

b)    Dari jumlah itu, diperkirakan 18.000–25.000 berasal dari Flores, khususnya kabupaten seperti Ende, Sikka, Nagekeo, dan Manggarai Timur.

Jumlah PMI nonprosedural (ilegal) dari Flores juga cukup tinggi, dan sering kali menjadi korban perdagangan orang atau kerja paksa, terutama di Timur Tengah dan Malaysia.

Orang Flores menjadi PMI karena desakan ekonomi, terbatasnya pilihan lokal, dan pengaruh budaya migrasi. Mereka sering kali melihat pekerjaan di luar negeri sebagai "strategi bertahan hidup" dan "jalan menuju harapan". Namun, risiko eksploitasi dan perdagangan orang tetap menjadi tantangan serius yang membutuhkan intervensi negara, Gereja dan masyarakat sipil.

8. Akar Masalah: Campuran Ekonomi, Struktur dan Budaya, Terutama Tekanan Ekonomi

1)    Banyak keluarga di Flores masih hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit. Pendapatan dari bertani atau berdagang kecil-kecilan seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk pendidikan anak.

2)    Kiriman uang dari luar negeri (remitansi) menjadi penopang utama ekonomi rumah tangga. 

3)    Kurangnya Lapangan Kerja Lokal: Minimnya industri di Flores membuat lulusan sekolah menengah tak punya banyak pilihan pekerjaan, selain bertani atau merantau.

4)    Budaya Merantau: Di banyak komunitas di Flores, merantau ke luar negeri dipandang sebagai pilihan hidup yang wajar, bahkan membanggakan. Banyak yang berhasil membangun rumah, membuka usaha, atau menyekolahkan adik-adiknya berkat menjadi PMI.

 

9. Negara Tujuan dan Jenis Pekerjaan Orang Flores

Berikut adalah negara tujuan utama orang Flores menjadi PMI, diurutkan dari yang paling banyak, beserta jenis pekerjaan yang umum dilakukan: 

1)    Arab Saudi

a)     Jenis pekerjaan: Pekerja rumah tangga (PRT), Perawat lansia informal, Supir pribadi atau penjaga rumah

b)    Arab Saudi telah menjadi tujuan utama sejak 1980-an, terutama bagi perempuan muda dari Flores Timur dan Lembata. Banyak yang direkrut melalui jalur informal.

2)    Malaysia

a)     Jenis pekerjaan: Buruh kebun kelapa sawit dan karet (di Sabah dan Sarawak). Buruh konstruksi

b)    Pekerja rumah tangga. Karena kedekatan geografis dan jaringan sosial yang kuat, Malaysia menjadi negara tujuan paling "mudah diakses", walau banyak migrasi dilakukan tanpa dokumen resmi.

 3)    Taiwan

Jenis pekerjaan: Caregiver (perawat lansia dan disabilitas). Operator pabrik elektronik dan komponen mesin. Catatan: Banyak perempuan Flores bekerja sebagai caregiver karena permintaan tinggi dan pelatihan yang tersedia dari agen penyalur.

 4)    Hong Kong

a)     Jenis pekerjaan: Pekerja rumah tangga professional, Babysitter dan pendamping lansia

b)    Meski jumlahnya tak sebanyak di Taiwan atau Malaysia, pekerja dari Flores di Hong Kong cukup terkenal karena keterampilan dan sikap kerja yang baik.

 5)    Jepang

Jenis pekerjaan: Perawat dan caregiver (melalui program pemagangan teknis), Buruh pabrik makanan, logistik, atau pengolahan hasil laut. Mayoritas adalah lulusan SMA atau sekolah keperawatan yang mengikuti pelatihan bahasa Jepang dan seleksi ketat.

 6)    Korea Selatan

Jenis pekerjaan: Buruh pabrik tekstil, logistik, atau manufaktur, Pekerja pertanian (musiman) Catatan: Mereka umumnya masuk lewat skema Employment Permit System (EPS). Jumlahnya masih terbatas, tapi meningkat setiap tahun karena gaji yang tinggi dan sistem kerja yang lebih tertib.

 

10. Perjuangan dan Harapan

Fenomena migrasi orang Flores sebagai PMI bukan sekadar soal mencari uang, tapi juga menyangkut harapan akan kehidupan yang lebih baik. Mereka bekerja keras jauh dari keluarga demi membiayai sekolah adik, membangun rumah, atau sekadar membantu orang tua yang menua.

Namun, perjuangan ini tidak mudah. Banyak yang mengalami masalah seperti upah yang tidak dibayar, kekerasan dari majikan, atau kesulitan adaptasi di negeri orang. Oleh karena itu, perlindungan dan pembekalan keterampilan bagi calon PMI sangat penting, agar kerja keras mereka benar-benar bisa membawa perubahan bagi Flores dan keluarganya.

11. Skema Employment Permit System (EPS).

Apa yang dimaksud dengan:  skema Employment Permit System (EPS). Bagaimana itu berlaku di Indonesia? Employment Permit System (EPS) adalah sistem perekrutan tenaga kerja asing yang diberlakukan oleh pemerintah Korea Selatan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja sektor industri dan pertanian, sekaligus mengatur arus masuk pekerja asing secara legal dan tertib.

          Apa itu EPS?: EPS adalah singkatan dari Employment Permit System, yaitu program kerja resmi yang memungkinkan warga negara dari negara-negara mitra, termasuk Indonesia) untuk bekerja di Korea Selatan dalam jangka waktu tertentu. Program ini dikelola langsung oleh pemerintah Korea Selatan melalui Human Resources Development Service of Korea (HRD Korea).

 Bagaimana EPS berlaku di Indonesia? Di Indonesia, EPS dijalankan melalui kerja sama antara: Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker), BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia), HRD Korea

Indonesia menjadi salah satu negara pengirim tenaga kerja ke Korea Selatan sejak tahun 2004 di bawah skema EPS. Warga Indonesia yang ingin bekerja ke Korea harus melalui jalur resmi ini, yang mengutamakan seleksi keterampilan dan bahasa Korea (EPS-TOPIK).

Istilah Indonesia untuk EPS: Dalam konteks Indonesia, EPS biasa disebut sebagai: Program G to G Korea (Singkatan dari: Government to Government, Artinya, proses perekrutan tenaga kerja dilakukan antar-pemerintah—bukan oleh perusahaan swasta atau calo.

Sektor Pekerjaan dalam EPS: Pekerja Indonesia yang lolos EPS biasanya ditempatkan di sektor: Manufaktur (pabrik makanan, logistik, tekstil, elektronik), Pertanian, Peternakan, Perikanan dengan skema khusus, termasuk E-10 visa yaitu E-10 visa adalah jenis visa kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah Korea Selatan, yang diberikan kepada pekerja asing yang masuk dalam Program Permit Kerja untuk Sektor Tertentu, terutama yang melibatkan pekerjaan maritim atau pelaut. Syarat Utama Mengikuti EPS (G to G Korea): Usia 18–39 tahu, Pendidikan minimal SMP’ Sehat jasmani dan rohani, Lulus ujian EPS-TOPIK (ujian bahasa Korea), Tidak memiliki catatan criminal, Belum pernah dideportasi dari Korea, engikuti pelatihan dan prosedur resmi dari BP2MI

Keunggulan Program EPS: Gaji tinggi (setara atau lebih dari UMR Korea), Skema kerja legal dan terproteksi, Bebas dari calo karena diselenggarakan langsung oleh pemerintah. Peluang memperpanjang kontrak hingga 4 tahun 10 bulan

 

12. Catatan Penting

Meskipun EPS adalah jalur resmi dan legal, jumlah kuota terbatas dan persaingan cukup ketat. Maka, penting bagi calon PMI untuk belajar bahasa Korea secara serius dan menghindari jalur non-prosedural.

Jakarta, Awal Agustus, 2025