Berikut adalah ringkasan isi pokok buku Left Behind Children karya Dr. Benny Juliawan SJ (terbitan Kanisius Yogyakarta):
1) Buku ini mengangkat persoalan anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka yang menjadi buruh migran ke luar negeri. Fokus utama adalah pada anak-anak yang diasuh oleh nenek, kakek, atau kerabat lain di kampung halaman.
2) Benny Juliawan menekankan bahwa fenomena ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut luka sosial dan psikologis. Buku ini didasarkan pada penelitian etnografis dan pendekatan pastoral yang mendalam di sejumlah wilayah Indonesia. Ia menggambarkan dinamika kehidupan sehari-hari anak-anak yang terpisah dari ibunya, terutama karena alasan mencari nafkah.
3) Narasi anak-anak menunjukkan adanya rasa kehilangan, kesepiandan kerinduan yang tak terucapkan. Nenek atau kakek yang merawat pun menghadapi beban ganda: usia lanjut dan tanggung jawab baru sebagai pengasuh utama.
4) Dr. Benny melihat bahwa relasi antara migrasi dan keluarga tidak bisa disederhanakan secara ekonomi belaka.
5) Dalam banyak kasus, kepergian ibu berdampak besar pada perkembangan emosi dan pendidikan anak
6) Buku ini juga menampilkan wawancara dan kesaksian langsung dari para ibu yang bekerja sebagai buruh migran.
7) Ada ketegangan antara keinginan memberi kehidupan yang lebih baik secara materi dan rasa bersalah karena meninggalkan anak. Gereja dan komunitas lokal disebut perlu hadir lebih kuat dalam mendampingi anak-anak ini.
8) Buku ini menyoroti minimnya perlindungan sosial bagi keluarga migran, terutama untuk anak-anak yang ditinggalkan.
9) Ia mengusulkan model pastoral berbasis komunitas yang lebih peduli dan melibatkan banyak pihak.
10) Pendidikan kontekstual dan pembinaan spiritual bagi anak-anak left behind dianggap penting sebagai bentuk perlindungan dan penguatan.
11) Buku ini juga menyadarkan pembaca akan ketidakadilan struktural yang memaksa orang miskin meninggalkan keluarga demi upah. Negara dan Gereja ditantang untuk berpihak secara konkret pada keluarga-keluarga yang terpecah karena migrasi kerja.
12) Dr. Benny menekankan perlunya pemulihan relasi keluarga pasca kepulangan sang ibu, yang tidak selalu berjalan lancar.
13) Buku ini menyuarakan jeritan yang sunyi dari anak-anak kecil yang memikul beban psikologis akibat migrasi ekonomi.
14) Left Behind Children bukan sekadar laporan penelitian, tetapi seruan moral untuk melihat dan menemani luka sosial yang tersembunyi.
15) Dimensi Gender: Buku ini juga menunjukkan bahwa mayoritas buruh migran dari Indonesia adalah perempuan (ibu-ibu), sehingga struktur keluarga menjadi terguncang karena hilangnya figur pengasuh utama dalam budaya patriarki yang tetap menggantungkan pengasuhan pada ibu.
16) Ketegangan antara pengorbanan dan keterpaksaan: Banyak ibu migran tidak melihat kepergian mereka sebagai pilihan bebas, melainkan sebagai bentuk keterpaksaan demi kelangsungan hidup keluarga. Ini menimbulkan konflik batin yang mendalam dan jangka panjang.
17) Relasi antar generasi: Buku ini memperlihatkan bahwa pola asuh nenek atau kakek kadang tidak sejalan dengan kebutuhan perkembangan anak-anak masa kini, menciptakan kesenjangan komunikasi dan nilai.
18) Tantangan Reintegrasi: Ketika sang ibu kembali, tidak serta-merta anak-anak dapat langsung menerima atau membangun kembali kelekatan emosional. Reintegrasi sering kali penuh luka dan canggung, bahkan menyakitkan.
19) Kurangnya perhatian kebijakan publik: Buku ini menyentil ketidakpedulian kebijakan sosial negara yang masih berfokus pada remitansi (pengiriman uang) ketimbang dampak sosial migrasi terhadap keluarga yang ditinggalkan.
20) Bahaya ganda bagi anak-anak: Selain kehilangan kelekatan emosional, banyak anak left behind juga menjadi rentan terhadap kekerasan, eksploitasidan pengabaian pendidikan.
21) Dimensi teologis dan spiritual: Dr. Benny menawarkan refleksi teologis mengenai bagaimana Gereja dapat hadir sebagai ruang penyembuhan dan harapan, khususnya dalam konteks pastoral keluarga dan anak.
Berikut adalah usulan kebijakan Gereja, kegiatan pastoral konkret, serta bahan bacaan tambahan terkait isu Left Behind Children — anak-anak yang ditinggal orang tuanya menjadi buruh migran, berdasarkan semangat buku Left Behind Children oleh Dr. Benny Juliawan SJ:
USUL KEBIJAKAN GEREJA
1) Pastoral Keluarga Migran secara Utuh
2) Gereja perlu memiliki pastoral keluarga yang mencakup bukan hanya pendampingan bagi buruh migran di luar negeri, tapi juga bagi anggota keluarga yang ditinggalkan, terutama anak-anak.
3) Pelatihan dan Penguatan Nenek-Kakek sebagai Pengasuh
4) Banyak anak diasuh oleh kakek/nenek yang tidak siap secara fisik dan psikologis. Gereja bisa mendampingi mereka lewat pelatihan parenting lintas generasi dan pendampingan rohani.
5) Pusat Konseling Anak dan Remaja di Paroki
6) Gereja setempat (paroki, keuskupan) dapat membentuk tim pastoral yang menyediakan konseling psikologis dan spiritual bagi anak-anak "left behind".
7) Pendidikan Iman Kontekstual bagi Anak-anak Migran
8) Kegiatan Katekese, BIA/BIRdan pendalaman iman anak-anak disesuaikan dengan kondisi anak-anak yang hidup tanpa orang tua. Misalnya, tema: Allah sebagai Bapa yang tidak meninggalkan.
9) Data dan Pemetaan Keluarga Migran
10) Gereja melalui lingkungan/stasi/paroki perlu memetakan dan mendata jumlah keluarga yang mengalami migrasi orang tua, untuk menjadi dasar pelayanan dan advokasi.
11) Jaringan Pastoral Transnasional
12) Keuskupan di Indonesia dapat bekerja sama dengan keuskupan-keuskupan di negara-negara tujuan migran untuk membentuk pelayanan pastoral terpadu: satu keluarga, dua tempat, satu perhatian.
13) Pengarusutamaan Isu Migrasi dalam Arah Pastoral Keuskupan
14) Isu migrasi ekonomi dan dampaknya pada keluarga mesti masuk dalam rencana induk pastoral keuskupan sebagai prioritas sosial.
USULAN KEGIATAN PASTORAL KONKRET
1. Retret/rekoleksi untuk anak-anak migran yang ditinggal orang tuanya
- Tema: "Aku tidak sendiri", "Bapa di Surga selalu menjagaku", atau "Menemukan harapan dalam perpisahan".
- Kelas seni ekspresif (lukis, puisi, drama)
- Untuk membantu anak-anak mengekspresikan luka batin dan kerinduan mereka terhadap orang tua yang jauh.
- Surat untuk Ibu/Ayah di Luar Negeri
- Program menulis dan mengirim surat rohani dari anak-anak kepada ibu/bapak mereka yang bekerja di luar negeri, yang difasilitasi oleh Gereja.
2. Hari Keluarga Migran
- Paroki menyelenggarakan satu hari khusus (misalnya pada Hari Migran Sedunia – Minggu ke-4 bulan September) untuk merayakan dan mendoakan keluarga migran.
- Pelatihan Relawan Pastoral Anak Migran
- Dibentuk relawan khusus yang mendampingi anak-anak migran secara rutin: kunjungan rumah, pembinaan rohani, kegiatan kreatif.
REFERENSI DAN BACAAN TAMBAHAN
Dari Indonesia:
- Benny Juliawan SJ, Left Behind Children, Penerbit Kanisius, Yogyakarta (2022) → Studi pastoral dan sosial mendalam dari konteks Indonesia.
- Yayasan Kesejahteraan Fatima, Dampak Buruh Migran terhadap Anak-Anak di NTT → Studi lokal dengan wawancara anak-anak dan pengasuh mereka.
Internasional:
- UNICEF (2010), The Impact of Migration on Children in the Caribbean → Menjelaskan risiko psikologis dan sosial pada anak-anak left behind di negara-negara pengirim buruh migran.
- International Organization for Migration (IOM), Left Behind, Left Out: The Impact on Children of Migration of Parents → Studi global tentang efek migrasi orang tua terhadap anak-anak yang ditinggalkan.
- Rita Palacios (2015), When Parents Migrate: Effects on Children's Schooling → Fokus pada dampak pendidikan anak-anak migran di negara-negara Asia Tenggara.
- Pope Francis’ Message for World Day of Migrants and Refugees (2018–2024) → Banyak refleksi Paus tentang keluarga migran, anak-anakdan keadilan global.
Berikut adalah rancangan modul pastoral untuk pendampingan anak-anak migran yang ditinggal orang tuanya. Judul modul ini bisa berbunyi:
“Aku Tidak Sendiri:
Modul Pastoral untuk Anak-anak yang Ditinggal Orang Tua Menjadi Buruh Migran”
STRUKTUR MODUL PASTORAL
I. Pendahuluan
1. Penjelasan konteks: banyak anak di Indonesia ditinggal oleh orang tua yang menjadi buruh migran.
2. Tujuan modul:
- Memberi ruang aman dan penuh kasih bagi anak-anak migran.
- Menumbuhkan harapan dan rasa berharga dalam diri anak-anak.
- Memperkuat komunitas dan iman anak-anak dalam situasi penuh kehilangan.
3. Sasaran: Anak-anak usia 7–15 tahun yang ditinggal oleh salah satu atau kedua orang tuanya karena bekerja ke luar negeri.
4. Durasi: 3–5 kali pertemuan (bisa dimodifikasi).
II. Tema Pertemuan
1. Pertemuan 1: Aku Anak yang Dikasihi Tuhan
- Tujuan: Anak menyadari bahwa meski orang tua jauh, Tuhan tetap hadir dan mencintainya.
- Bacaan Alkitab: Yesaya 49:15 — "Sekalipun seorang ibu melupakan anaknya, Aku tidak akan melupakan engkau."
- Aktivitas: Menggambar hati besar berisi hal-hal yang disukai Tuhan dari diri mereka.
- Doa: Doa spontan mengucap syukur atas kehidupan dan kasih Tuhan.
2. Pertemuan 2: Hatiku Rindu Ibu (atau Ayah)
- Tujuan: Anak diberi ruang mengungkapkan kerinduan dan emosinya.
- Bacaan Alkitab: Mazmur 42:2–3 — "Seperti rusa merindukan sungai, demikianlah jiwaku merindukan Engkau."
- Aktivitas: Menulis surat untuk Ibu/Ayah yang jauh.
- Doa: Menyalakan lilin sambil menyebut nama orang tua dan mendoakan mereka.
3. Pertemuan 3: Nenek, Kakek dan Aku
- Tujuan: Anak mensyukuri pengasuhan yang diberikan oleh nenek/kakek/pengganti orang tua.
- Bacaan Alkitab: 2 Timotius 1:5 — "Iman nenekmu Lois dan ibumu Eunike, iman itu ada juga padamu."
- Aktivitas: Membuat bingkai foto atau kartu ucapan untuk pengasuh mereka.
- Doa: Doa syukur untuk keluarga yang ada saat ini.
4. Pertemuan 4: Tuhan Menyembuhkan Luka Hatiku
- Tujuan: Anak mengenali bahwa luka karena perpisahan dapat disembuhkan dalam iman.
- Bacaan Alkitab: Matius 11:28 — "Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat..."
- Aktivitas: Menulis atau menggambar “batu beban” lalu meletakkannya di salib (simbol pelepasan beban).
- Doa: Doa penghiburan dan kekuatan.
5. Pertemuan 5: Aku Terang Kecil di Tengah Keluargaku
- Tujuan: Anak terdorong menjadi terang dan penghiburan dalam keluarga.
- Bacaan Alkitab: Matius 5:14–16 — "Kamu adalah terang dunia."
- Aktivitas: Membuat lampion atau lilin hias sebagai simbol terang diri mereka.
- Doa: Doa misi: agar menjadi berkat bagi sesama.
III. Lampiran Tambahan
1. Panduan untuk Pendamping / Relawan2. Tips mendampingi anak dengan empati.
3. Bahasa tubuh yang menenangkan.
4. Cara menangani anak yang emosional atau tertutup.
Lagu-lagu yang Disarankan
1. "Tuhan Yesus Baik"
2. "Bapa, Engkau Sungguh Baik"
3. "Aku Milik-Mu"
Doa harian pendek:
“Tuhan Yesus, peluklah Ibu/Ayahku di negeri yang jauh. Jaga aku di sini. Amin.”
IV. Bacaan Tambahan untuk Pendamping Gereja dan Komunitas
1. Dokumen Gereja:
- Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Migran dan Pengungsi (tiap tahun, terutama 2020–2023).
- Evangelii Gaudium — tentang perhatian Gereja pada yang tersingkir (EG 197–216).
- Fratelli Tutti — khususnya bab tentang keterbukaan dan komunitas global.
2. Buku dan Artikel:
- Left Behind Children – Dr. Benny Juliawan SJ
- Catholic Pastoral Care for Migrant Families – oleh Scalabrinian International Migration Network
- Artikel dalam jurnal Asian and Pacific Migration Journal (IOM/UNESCO)
Di mana Arah Pastoral Untuk Perdagangan Manusia (Sahabat Insan)/Pastoral Orentation on Human Trafficking, 4 Maret 2019, ditempatkan?
Dokumen “Arah Pastoral untuk Perdagangan Manusia” (Bahasa Inggris: Pastoral Orientation on Human Trafficking, 4 Maret 2019), yang diterbitkan oleh Seksi Migran dan Pengungsi (M&R Section) dari Dicastery for Promoting Integral Human Development, merupakan dokumen resmi Vatikan dan berfungsi sebagai panduan pastoral global bagi Gereja Katolik dalam memerangi perdagangan manusia.
Berikut penjelasan penempatannya dalam konteks Gereja Katolik secara teologis, pastoral dan praktis:
1. Kategori dan Status Dokumen
- Jenis: Pastoral Orientation (Bukan ensiklik atau exhortasi apostolik, melainkan pedoman tindakan pastoral).
- Penerbit: Seksi Migran dan Pengungsi, yang saat itu berada di bawah pengawasan langsung Paus Fransiskus.
- Tanggal Terbit: 4 Maret 2019.
- Status Magisterial: Bukan dokumen magisterium utama, tetapi memuat ajaran resmi dan kebijakan pastoral yang mengikat moral dan spiritual dalam semangat Evangelii Gaudium dan Laudato Si’.
2. Konteks Penempatan dalam Gereja
Dokumen ini ditempatkan dalam arus ajaran sosial Gereja kontemporer, khususnya:
a. Sebagai Implementasi Praktis dari Ajaran Sosial Gereja
- Turunan konkret dari prinsip: Martabat manusia, kebaikan bersama, solidaritasdan subsidiaritas.
- Berkaitan erat dengan dokumen seperti Evangelii Gaudium (2013), Laudato Si’ (2015) dan Fratelli Tutti (2020).
b. Sebagai Pedoman Pelayanan Pastoral Gereja Global
Ditujukan kepada:
- Konferensi Waligereja Nasional dan regional (seperti KWI),
- Keuskupan dan paroki,
- Tarekat religius,
- LSM Katolik dan organisasi keadilan sosial.
c. Sebagai Dokumen Operasional untuk Jaringan Katolik Internasional
Digunakan dalam jaringan seperti:
- Talitha Kum (jaringan internasional biarawati melawan perdagangan manusia),
- Caritas Internationalis,
- Sahabat Insan (di Indonesia) <www.sahabatinsan.org>,
- JRS (Jesuit Refugee Service),
- Scalabrinian Migration Network.
3. Isi Pokok dan Prinsip Utama
Dokumen ini membagi orientasi pastoral dalam 10 jenis tindakan, antara lain:1. Kesadaran publik
2. Identifikasi dan perlindungan korban
3. Perawatan dan rehabilitasi
4. Kerja sama dengan pihak berwenang
5. Upaya hukum dan pencegahan
6. Partisipasi aktif Gereja lokal
7. Pendidikan dan formasi pastoral
8. Jaringan dan advokasi
9. Dimensi spiritual
10. Upaya struktural dan ekonomi
4. Penempatan di Indonesia: Peran Sahabat Insan
Sahabat Insan, sebagai jaringan pastoral Katolik di Indonesia, menerjemahkan dan mengimplementasikan dokumen ini dalam konteks Indonesia.
Mereka menjadi perpanjangan tangan Gereja universal untuk:1. Pendidikan anti-perdagangan manusia di akar rumput,
2. Rehabilitasi korban,
3. Kampanye advokasi kebijakan publik,
4. Pelatihan agen pastoral dan relawan.
5. Posisinya dalam Modul Anak Left Behind
Dokumen ini relevan secara langsung karena: banyak anak-anak left behind yang rentan menjadi korban eksploitasi dan perdagangan manusia, terutama di komunitas miskin dan terpencil.
Modul pastoral anak migran sebaiknya disambungkan dengan prinsip dalam dokumen ini, seperti:
1. Pendidikan kesadaran dini tentang keamanan anak,
2. Pencegahan perekrutan yang menipu,
3. Penguatan komunitas pelindung.
PENUTUP
Modul ini dapat dikembangkan bersama tim kategorial paroki (Komkep, PSE, Komisi Keluarga) dan disesuaikan dengan konteks lokal. Kekuatan utama modul ini adalah menghadirkan Gereja sebagai rumah kasih dan harapan bagi anak-anak yang merasa kehilangan kasih orang tuanya karena tuntutan ekonomi.