Friday, November 29, 2013

Bertemu Muka, Berkaca Asa

http://www.deviantart.com/art/Dark-November-Days-416446892
Minggu ketiga bulan November yang kering, hari kelima dalam pekan. Ruangan bernama Dahlia itu masih sama: tanpa pesona Dahlia sedikit pun. Tetap sekeras dan sekerontang kayu Eboni, nama lamanya. Tetapi wajah-wajah di dalamnya mencerminkan hal yang berbeda hari itu. Ada keceriaan mengudara dan senyum-senyum tersimpul ketika kawan-kawan Sahabat Insan datang. Seketika juga, senyum yang sama tersimpul di bibir kami.

Sembari mengunyah makan siang mereka, kami menyapa dan mulai mengobrol dengan beberapa TKI yang ada di sana. Ada beberapa orang yang sedang melahap mie instan selain memakan jatah makan siang yang biasa diberikan. Yah, tidak heran. Cuaca yang panas dan menu makanan yang tidak variatif serta kombinasi dengan lamanya mereka "tinggal" di sana bisa jadi membuat para kawan-kawan TKI membutuhkan selingan makanan lain. Setelah selesai dengan makan siang mereka, mulai bergulirlah cerita-cerita ringan yang memenuhi ruangan sempit itu.

Mulai dari perkenalan kembali hingga cerita pengalaman yang biasa, tentang kehidupan sehari-hari di negeri tempat mereka bekerja dulu hingga detail kegiatan mereka setiap hari di ruangan itu (yang diselingi kantuk dan mereka kadang menguap karena terbiasa tidur siang setelah makan). Ada beberapa wajah baru semenjak kunjungan terakhir kami minggu sebelumnya. Kebanyakan dari mereka masih mengalami trauma dan terlihat tidak sehat. 

Seorang kawan TKI yang baru masuk ke sana masih dalam pemulihan pasca-operasi pengangkatan tumor di payudara. Keadaannya masih terguncang dan menolak makan. Salah satu suster dari Sahabat Insan mencoba menyuapi makanan sedikit demi sedikit setelah mencoba berbincang beberapa lama, dan akhirnya ia mau makan meskipun sangat sedikit. Ada juga yang mengalami masalah di penglihatannya hingga sukar melihat dan ada juga yang belum bisa diajak berkomunikasi dengan lancar dan lebih memilih untuk tidur. Kami terus membangun komunikasi dengan mereka yang masih terlihat sakit ini, mencoba membangun jembatan kehangatan yang mungkin jarang mereka dapatkan.

Sebagian besar dari kawan-kawan TKI di sana sudah tampak lebih sehat. Beberapa orang yang sebelumnya mengeluh sering sakit kepala dan memiliki tekanan darah yang sangat tinggi sudah mulai pulih dari pusing dan tekanan darahnya sedikit demi sedikit mendekati normal. Kawan TKI yang mengalami masalah dengan kulit di tangannya juga berangsur membaik. Obrolan kami bersama mereka diselingi dengan suguhan snack yang kami bawa dan dengan antusias mereka ambil. Senang rasanya melihat mereka makan dan menggembung pipinya karena mengunyah dengan lahap. Mereka terlihat lapar meskipun jam makan belum lama berlalu.

Kami mengobrol dengan topik yang hampir sama dari minggu ke minggu tiap kunjungan kami ke sana, namun selalu ada binar berbeda yang menyeruak. Kadang suasana sunyi yang dominan, tapi di lain kesempatan seiring kondisi beberapa dari mereka telah membaik, suasana bisa menjadi lebih hangat dan hidup, membungkus kegetiran yang kadang tetap terasa di panca indera kami.

Dari obrolan-obrolan kami yang biasa, tetap terucapkan asa dari mereka untuk pulang ke kampung halaman. Mereka menunggu detik-detik ketika mereka dapat bertemu muka dengan sanak keluarga mereka. Mereka menunggu kesempatan untuk dapat keluar dari sana dan dapat menyongsong masa depan serta pekerjaan yang lebih baik. Harapan itu selalu ada dan terlihat di bola mata mereka, dalam setiap perjumpaan kami hingga saat lambaian menguntai kepergian kami tiap minggunya dari sana.

November ini kering, namun asa tetap ada, setidaknya dalam lubuk hati mereka.