Selalu ada yang baru di ruang Eboni. Jumat, 13 Desember lalu ketika
Sahabat Insan berkunjung ke ruang jiwa di sebuah rumah sakit di Jakarta,
kami mendapati ruang itu penuh dengan pasien-pasien, sekalipun beberapa dari mereka
telah sembuh.
Mereka yang sembuh masih belum dapat pulang karena menunggu
administrasi dan lain sebagainya yang belum tuntas. Mereka terus dijanjikan
akan segera pulang, padahal tak juga pulang. Ini seperti janji PJTKI untuk
memberangkatkan calon TKI, tapi kemudian mereka tak jadi diberangkatkan.
Lama-kelamaan tempat tersebut terasa tak ubahnya tempat penampungan
yang menyekap calon-calon TKI begitu lama. Mereka tak diperbolehkan keluar
sekadar merasakan sinar mentari. Makan seadanya buatan rumah sakit yang begitu memprihatinkan dan tak cukup mengenyangkan. Dan mereka tak berdaya sama sekali selama berada di sana.
http://www.deviantart.com/art/Home-83503555 |
Kunjungan Sahabat Insan ke sana adalah memberikan perhatian dan
semangat agar mereka dapat terus berpengharapan untuk tetap berjuang demi
kehidupan mereka. Sekalipun rasa bosan dan penat melanda mereka begitu derasnya.
Siang itu, kami disambut oleh Ibu Mur asal Sumba dengan wajah yang ceria. Saya
sendiri terkejut melihat dirinya karena telah lama tidak berjumpa dengannya.
Dia menyapa saya dan kami pun berpelukan. Seolah dia telah lama mengenal saya.
Dia pun memulai percakapan dengan menanyakan kepada saya kenapa sudah lama
tidak datang. Dia juga mengatakan saya kurusan, dan bertanya apakah saya sakit.
Dia juga menanyakan keberadaan Suster Shanti yang hari itu tidak ikut serta
berkunjung ke sana.
Tanpa lelah dia berjalan-jalan menghibur kami dengan lagu dan joged-joged kecil. Semua yang berkumpul bersama kami ikut terhibur melihatnya. Sempat dia meminjam tas saya untuk dipakai dan berlenggak-lenggok seperti seorang model yang berjalan di atas catwalk. Saya pun memintanya untuk mengajak serta teman-temannya yang sedari tadi diam saja untuk ikut bernyanyi menari dan tertawa bersama. Masih dengan tingkahnya yang lucu dia pun mengajak mereka bernyanyi.
Di sana kami juga menjumpai seorang ibu yang tengah hamil tujuh bulan.
Saya tidak benar-benar tahu dan mengerti mengapakah ibu tersebut dapat sampai
ke ruang eboni. Karena dari pengamatan kami, ibu itu tampak sehat dan tidak
mengalami gejala-gejala gangguan jiwa, depresi, atau trauma. Kami prihatin
dengan kondisi bayi yang dikandungnya di tempat yang serba terbatas seperti itu.
Tiba-tiba kemudian, seorang pasien umum, bukan TKI, datang menghampiri saya dan mengajak bicara.
Dia berkali-kali memohon bantuan saya untuk mengeluarkan dirinya dari tempat
itu. Dengan rasa iba, saya katakan tidak bisa karena kami memang tidak punya
wewenang untuk melakukan itu.
Tiba-tiba Ibu Mur bicara, “Kita akan pulang pada waktu yang tepat. Jadi
sekarang kita harus berusaha gembira di sini.” Kata-katanya membuat kami
terkejut. Begitu bijak dan tabah.
Berada berbulan-bulan tanpa kepastian kapan pulang tentu bukan hal
mudah untuk dihadapi setiap harinya. Mereka perlu hiburan dan harapan yang
dapat menguatkan dan menabahkan mereka selalu. Maka, Sahabat Insan pun
berinisiatif mengunjungi mereka kembali minggu depan dengan membawakan
makanan-makanan kecil sekadar untuk mengisi kekosongan hari-hari mereka. Sama
seperti yang sebelumnya, kami hanya bisa berharap agar mereka segera pulang,
sehingga ketika kami berkunjung kembali kami tidak mendapati wajah-wajah yang
sama.