Permasalahan kekerasan pada
perempuan dan anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Kementerian
Pemberdayaan dan Perlindungan Anak menunjukkan adanya peningkatan kasus setiap
tahunnya. Pada 2019, tercatat 17.132 kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Angka ini meningkat dengan cukup signifikan pada 2021. Data Kemen PPA mencatat
terdapat 21.755 kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Peningkatan kasus yang
terlihat pada data nasional tercermin pula pada peningkatan jumlah kasus pada
data di provinsi NTT. Data kasus kekerasan pada anak dan perempuan di provinsi
di NTT tercatat sebanyak 353 kasus pada 2019, 489 kasus pada 2020, dan
meningkat pesat pada 2021 sebanyak 743 kasus.
Peningkatan kasus kekerasan yang tergambar pada fenomena di atas menuntut adanya proses pendampingan korban yang menyeluruh. Korban tidak hanya membutuhkan perlindunga hukum namun juga perlu mendapatkan tempat perlindungan serta pendampingan. Rumah Harapan GMIT merupakan tempat shelter perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan di wilayah NTT khususnya pulau Timor. Rumah Harapan GMIT adalah unit pelayanan kemanusiaan di Kupang yang berdiri sejak 2018. Rumah Harapan GMIT hadir sebagai respon GMIT atas tingginya korban perdagangan manusia dari NTT dan sekitarnya. Layanan yang diberikan oleh Rumah Harapan GMIT adalah pendampingan bagi korban tempat tinggal, makan dan minum, layanan bantuan hukum serta layanan psikologis adalah bentuk-bentuk pendampingan yang diberikan oleh Rumah Harapan GMIT.
Rumah Harapan GMIT memiliki sejumlah relawan yang bekerja untuk membantu proses perlindungan terhadap korban. Relawan merupakan pihak yang paling bersentuhan langsung dengan korban. Korban kekerasan pada anak dan perempuan umumnya memiliki kebutuhan psikologis yang tinggi akibat peristiwa traumatic yang dialami. Kebutuhan ini menuntut adanya tenaga relawan yang terlatih untuk dapat memberikan dukungan psikologis awal bagi korban sebelum akhirnya dihubungkan pada tenaga professional. Relawan yang berada di Rumah Harapan GMIT mayoritas berasal dari latar belakang Pendidikan dan kompetensi yang berbeda. Hanya bermodalkan niat dan hati untuk membantu yang membuat mereka menjadi relawan pada Rumah Harapan GMIT. Sementara, Ketika korban pertama kali datang ke Rumah Harapan GMIT relawan-relawan tersebut akan berjumpa dengan korban.
Pelatihan Dukungan Psikologi Awal
(DPA) merupakan bekal penting yang wajib dimiliki relawan. DPA dapat diberikan
oleh siapa saja kepada individu yang mengalami bencana, baik bencana alam
maupun bencana social yang didalanya termasuk kekerasn seksual, kekerasan dalam
rumah tanggan, perdagangan orang dan sebagainya. DPA merupakan kotak P3K atau
unit gawat darurat psikologi yang bisa membantuk korban pertama kali supaya
tidak menimbulkan masalah psikologi yang lebih banyak. Melihat hal ini, Tim
Pengabdian dari Program Studi Psikologi UNDANA melakukan pengabdian masyarakat
dengan tema “Pelatihan Dukungan Psikologis Awal bagi Relawan Rumah Harapan
GMIT.”
Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk meningkatkan keterampilan melakukan psikologis awal bagi relawan Rumah
Harapan GMIT yang dilaksanakan di COD Café, pada pagi hari. Unit Anti Human
Trafficking, Yayasan Sosial Penyelenggara Ilahi juga di undang dalam pelatihan
bersama dengan para pendeta yang melayani di Rumah Sakit, pendeta yang melayani
di Lapas Kupang, Pimpinan LBH APIK, dan Pimpinan Pondok Hayat Kupang. Total
peserta adalah 24 orang relawan. Pelatihnya adalah para dosen dari Universitas
Undana.
Kegiatan dimulai dengan
perkenalan masing-masing peserta, nama para peserta dituliskan pada selembar
kertas dan ditempelkan di baju masing-masing peserta. Kegiatan dilanjutkan
dengan Dinamika Kelompok yaitu dengan bermain Simulasi Badai Seroja dan Isu
Tsunami. Para peserta dibagi menjadi dua kelompok: kelompok pertama berperan sebagai
korban dan kelompok kedua berperan sebagai relawan. Mereka berdiskusi di luar ruangan dan memutuskan agar masing-masing tidak panik dan sebisa mungkin membantu korban. Usia simulasi itu,
masing-masing peserta mengungkapkan perasaan.
Dari kelompok yang menjadi
korban, perasaan takut, cemas, shock, diam adalah hal yang umumnya di alami
oleh para korban namun di satu sisi mereka menyadari bahwa di lapangan dan
dilokasi kejadian ada hal yang tidak bisa dipenuhi. Sedangkan dari Tim Relawan,
ungkapan yang disampaikan adalah tentang hadir untuk menolong dan tidak bisa
berbuat lebih, datang dengan apa yang ada pada dirinya. Di satu sisi juga ada
kesulitan yang dihadapi untuk menentukan sasaran secara kaget. Secara sadar
mencoba menggambarkan situasi krisis bahwa ingin menolong tapi tidak menjadi
pahlawan kesiangan tapi memperhatikan situasi sehingga kita tidak menjadi
korban.
Konsep Dasar
Dukungan Psikologis (DPA)
Untuk bisa memahami konsep
dasar dukungan psikologis, panitia memutarkan sebuah film singkat yang
menceritakan tentang seorang perempuan yang dilecehkan oleh teman laki-lakinya
namun pacarnya tidak mendukungnya dan dia di tolong oleh sahabatnya dan
melaporkan pelecehan yang dialami ke pihak berwajib. Peserta lalu diminta untuk
menyampaikan pendapat usai film itu diputarkan. Pada dasarnya, ada situasi
krisis yang dialami oleh korban. Situasi krisis itu bisa dilihat dari perilaku
korban. Kondisi psikologis setiap orang berbeda, ada yang bisa menerima
keadaannya dan mau untuk berbicara tentang situasi yang dialami namun ada juga yang
mengalami trauma mendalam. Dukungan Psikologis Awal dilakukan pada awal situasi
krisis. DPA adalah dukungan dan pendampingan praktis terhadap orang yang
mengalami kondisi krisis. Kehadiran penuh dukungan dan penghiburan untuk
mengurangi distress akut, pemenuhan kebutuhan dasar serta mengkaji kebutuhan
layanan kesehatan jiwa lebih lanjut.
Tujuan yang ingin dicapai
melalui DPA adalah rasa aman dan nyaman à
kembali berfungsi à
kembali beraksi
Untuk itu perlu mengetahui 3
prinsip dasar dari Dukungan Psikologis Awal (DPA).
1. Looks (memperhatikan) à apakah situasi cukup
aman untuk masuk? Apakah kebutuhan dasar sudah terpenuhi? Bagaimana tanda-tanda
psikologi yang muncul?
2. Listen (mendengarkan) à mendengarkan dengan
penuh empati, mengkonfirmasi informasi yang kita terima, perhatikan komunikasi
verbal dan nonverbal, mindful
3.
Link (jaringan) à informasi dan dukungan
sosial
Berikut adalah pertolongan pada kondisi distress yang bisa dilakukan:
- Kondisi distress merupakan reaksi normal pada situasi abnormal
- Umumnya orang akan pulih seiring dengan berjalannya waktu khususnya ketika kebutuhan dasar terpenuhi
- Jika kebutuhan dasar tdak di penuhi orang akan ada dalam resiko mengalami masalah psikologi berat
- Yang mengalami distress berat atau jangka panjang mungkin membutuhkan bantuan tambahan
Reaksi Distress dalam
Menghadapi Krisis
- Gejala fisik: gemetar, sakit kepala, kelelahan, perubahan pola tidur dan makan, kesakitan
- Cemas dan takut
- Sedih dan berduka
- Malu dan rasa bersalah
- Bersyukur karena bertahan
- Waspada
- Marah dan sensitive
- Mematung dan menarik diri
- Disorentied
- Menolak bicara
- Bingung, mati rasa
- Merasa tidak nyata
- Tidak dapat merawat diri sendiri atau anak
Kelompok rentan dalam situasi khusus diantaranya adalah anak dan remaja, orang dengan kondisi kesehatan dan orang dengan kondisi khusus. Anak dan remaja harus kembali disatukan dengan keluarga, jaga keamanan, mendengarkan dan bermain. Orang dengan kondisi kesehatan yaitu cek kondisi kesehatan, amankan dan dukungan kebutuhan dasar, hubungkan dengan akses kesehatan. Sedangkan untuk orang dengan kondisi khusus yaitu fasilitasi kebutuhan khususnya, akses informasi, dan hubungkan dengan orang terdekat.
Hal yang
menyenangkan dari pelatihan ini adalah peserta diajak untuk mengidentifikasi
kasus-kasus yang sebelumnya pernah ditangani seperti kasus kekerasan dalam
rumah tangga atau kekerasan seksual. Apakah kasus tersebut bisa dilakukan
dengan DPA atau membutuhkan tenaga ahli. Hal paling penting dalam asesmen
adalah tidak boleh bertanya ‘kenapa’ atau ‘mengapa’ pada korban. Konsep yang di
gunakan adalah 4W+1H.