Kehadiran LPSK tidak lepas dari sebuah kesadaran kolektif akan tanggung jawab Negara untuk melakukan penegakan hukum dan pemenuhan Hak Asasi Mansusia di Indonesia dengan memberikan jaminan perlindungan terhadap saksi, korban, saksi pelaku, pelapor, dan ahli yang memiliki arti penting dala proses peradilan pidana. Upaya memperkokoh supremasi hukum dan menegakkan Hak Asasi Manusia ini tentu memiliki arti penting dalam penguatan demokrasi Indonesia.
Sejak berdiri pada 2008 lalu, LPSK telah banyak melakukan pengembangan terhadap bentuk pemenuhan hak saksi dan atau korban yang dikenal sebagai program perlindungan dan pemulihan LPSK, seperti perlindungan fisik, hukum, hak prosedural, pendampingan, relokasi, bantuan medis, psokologis, dan rehabilitasi psikososial sampai dengan memfasilitasi korban dalam mengajukan ganti kerugiann berupa restitusi dan kompensasi. Program perlindungan dan pemulihan LPSK merupakan salah satu sarana saksi dan korban untuk mendapatkan rasa keadilan atas derita yang dialaminya. Untuk itu, beragam strategi dirancang LPSK dalam mendukung agenda pembangunan yang telah ditetapkan lewat kebijakan dan perencanaan, pengembangan kemitraan antar pemangku kepentingan, serta pendidikan dan penyamaran dalam bingkai kegiatan prioritas nasional Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas, salah satunya di Nusa Tenggara Timur.Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong dan memperkuat kelompok masyarakat sipil dalam mendukung kerja perlindungan dan pemulihan terhadap saksi dan korban, dengan model pelaksanaan yang bersifat kolaboratif untuk mendekatkan saksi korban dalam mengakses keadilan melalui program perlindungan dan pemulihan LPSK. Program perlindungan berbasis komunitas ini juga diharapkan mampu menumbuhkan dan dapat meningkatkan kepedulian serta kesadaran masyarakat untuk memahami hak-haknya atas akibat tindak pidana yang dialaminya dalam proses peradilan.
Sarasehan Budaya Program Perlindungan Saksi Dan Korban Berbasis Komunitas Wilayah Nusa Tenggara Timur, diselenggarakan di Aula El Tari Kupang dan dihadari oleh peserta dari berbagai instansi. Acara dimulai dengan sambutan hangat pemandu acara, dimeriahkan dengan tarian daerah asal Malaka, grup band SkyHigh Kupang dan Stand Up Comedy oleh seorang anak NTT. Peserta yang hadir juga menonton video testimoni masyarakat NTT tentang LPSK yang sebagian besar menjawab tidak tahu, juga film singkat tentang potret perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas. Inti acara ini adalah dialog budaya dengan empat orang narasumber yaitu Benny Kabur Harman (Anggota DPR RI), Pdt. Emy Sahertian (Tokoh Masyarakat NTT), Susilaningtias (Wakil Ketua LPSK), dan Romo Paulus Dwiyaminarta, CSsR (Ketua Yayasan Kajian dan Bantuan Hukum SARNELLI Sumba).
Benny Kabur Harman mengawaalinya dengan menyebutkan bahwa LPSK awalnya dibuat dalam konteks korupsi, namun seiring berjalannya waktu LPSK juga menangani kasus-kasus pidana lainnya. Saksi bisa jadi korban tapi juga bisa otonom. Undang-undang ini hadir untuk melindungi masyarakat supaya tidak boleh takut untuk memberikan informasi kepada aparat hukum terkait kasus-kasus pidana. LPSK adalah lembaga yang diberikan kekuasaan untuk melindungi saksi dan korban dan untuk NTT, Perdagangan Manusia itu tinggi. Dari testimoni dilihat bahwa setelah 15 tahun berdiri masih banyak juga orang yang tidak mengenal LPSK. Ini menjadi sebuah koreksi dan kritik terhadap LPSK. Menjadi pertanyaan, apakah komitmen itu masih ada. Kita perlu untuk crosscheck kembali, melihat apa yang jadi masalah. Anggota DPR-RI ini mendukung sekali program Sahabat Saksi dan Korban meskipun seharusnya itu sudah lama ada di NTT.
Selanjutnya dari Pdt. Emmy
Sahertian dalam pembicaraannya bahwa makna tertinggi dari saksi dan korban
adalah nurani. Kalo nurani kita ketakutan maka mata menjadi buta dan mulut
menjadi kelu. Mencoba membuka mata sebesar dan hati menjadi lebih berani. LPSK
dengan programnya (Sahabat Saksi dan Korban) ruang kosong itu terisi. Kejahatan
itu muncul Ketika pendeta dan pemerintah tidur.
Romo Paulus, CSsR memberikan kata
kunci untuk program Sahabat Saksi dan Korban adalah kepedulian. Awal mulanya
muncul SARNELLI Sumba adalah adanya ada kepedulian dari keuskupan dan mengutus
romo menjadi advokat untuk pendampingan kasus karena banyak saksi dan korban
yang lari ke gereja di Sumba. LPSK sangat responsif saat kami mengajukan
rujukan bantuan, membuat masyarakat lebih berani. Penegakan hukum dan keadilan
bukan urusan satu orang tapi urusan kita semua yang berotak. Kalau kita ingin
hidup baik pasti peduli terhadap sesama dan bahkan lingkungan. Akan
dimanfaatkan dengan sangat baik, kendalanya adalah terbentuk di Kupang belum
tentu sampai di Sumba. Penting menggunakan media atau selalu daring dan
kepedulian bisa sampai disana.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias
membuka dialognya dengan memberikan pertanyaan kenapa Kupang terlambat dan
kenapa harus Kupang? Alasannya adalah LPSK mendengarkan banyak cerita
tentang pendampingan kasus di NTT. Banyak masukan dan inspirasi yang didapat.
LPSK memberikan perlindungan terhadap kasus pemenuhan dan ada pejabat yang
membantu menyediakan rumah aman kepada saksi. Ternyata melihat disini bahwa
banyak yang peduli. Inilah yang menjadi alasan kenapa NTT menjadi salah satu
tempat untuk aplikasi program ini. NTT tidak terlambat malah semakin banyak
yang datang membantu. Tantangannya adalah banyak yang belum mengenal LPSK.
Harapannya dengan adanya Sahabat Saksi dan Korban, LPSK bisa dikenal oleh
masyarakat luas dan kita bisa mengenal satu sama lain. Pertama perlu ditanamkan
dalam diri masing-masing harus ada nurani dan peduli. Harus bisa Kerjasama. LPSK
juga akan memfasilitasi peningkatan kapasitas untuk Sahabat Saksi dan Korban.
Dengan hadirnya LPSK dalam program Sahabat Saksi dan Korban ini, kami berharap bahwa LPSK bisa memberikan dampak positif bagi saksi dan korban juga bagi orang NTT untuk mau lebih berani dalam pengungkapan kasus-kasus pidana yang terjadi disekitar kita terutama dalam hal ini adalah kasus-kasus TPPO yang ada di NTT. Aku juga berharap bahwa ini menjadi salah satu langka yang bisa dilakukan untuk menolong saudara dan saudari kita dari jerat Perdagangan Orang, salah satu langkah untuk mencegah semakin mengguritanya Perdagangan Orang itu di NTT dan bahkan di Indonesia. Amin.