
Melampaui Tugas Pastoral
Ny Aan adalah salah satu orang terbuang yang mengalami lumpuh setelah bekerja dua tahun delapan bulan di Serawak sebagai pembantu rumah tangga. Ny. Aan adalah seorang ibu yang berusia 56 tahun dengan 6 orang anak yang sudah dewasa dan sudah menikah. Keinginan untuk menabung demi hari tua, itulah yang mendorong Ny. Aan pergi ke Malaysia. Ny. Aan berangkat ke Malaysia bersama seorang tetangga yang sudah bekerja disana. Di Malaysia Ny. Aan mendapat majikan yang baik. Menurut keketerangan Ny. Aan setiap bulan majikannya tidak pernah memberi uang gaji kepadanya. Gajinya selalu diberikan langsung ke Agency yang membawa Ny. Aan ke Malaysia untuk dikirimkan pada keluarganya yang berada di kampung.
Ny Aan mengalami kebinggungan ketika merasa sakit demam dan tiba-tiba kedua kakinya membesar serta tidak dapat berjalan. Ny. Aan ingin berobat ke rumah sakit tapi majikannya hanya memberikan obat dari toko. Karena dirasa penyakit Ny. Aan tidak kunjung membaik maka majikannya mengantarkan Ny. Aan yang dalam kondisi sakit ke perbatasan Malaysia tepatnya di Entikong. Ny Aan diminta pulang sendiri, sesampai di Etikong Ny. Aan minta tolong pada warga sekitar untuk memapahnya kedalam Bus. Malang baginya karena semua dokumen serta harta bendanya diambil orang yang menolongnya di Entikong. Oleh aparat setempat Ny. Aan diantarkan ke Dinas Sosial Propinsi Kalimantan Barat, disini Ny. Aan menginap selama 7 hari sambil memulihkan kesehatannya. Karena lama kondisinya tidak membaik maka dalam keadaan yang masih tidak dapat berjalan Ny. Aan diantarkan ke Pelabuahan Pontianak dan selanjutnya diberangkatkan ke pelabuhan Tanjung Periuk dengan kapal Nusantara.
Hari Sabtu tanggal 19 September 2009 malam Ny. Aan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Ny Aan oleh kesehatan pelabuhan langsung dirujuk ke RSUD Koja Jakarta Utara. Ny. Aan dirawat selama enam hari, dan karena kesehatannya sudah agak membaik oleh pihak RSUD Koja Ny. Aan diperbolehkan pulang. Berhubung tidak ada keluarga yang menemani maka PKR KWI bekerjasama dengan Peduli Buruh Migran mengusahakan kepulangannya ke kampung halaman.
Sabtu 26 September Ny. Aan diantar pulang oleh Peduli Buruh Migran sampai dirumahnya di Kampung Tonggoh, Kelurahan Sadananya, Kecamatan Sadananya, Kabupaten Ciamis. Sesampai dirumah Ny. Aan disambut suami, anak-anak dan familinya dengan isak tanggis. Mereka terharu sekaligus bersyukur karena Ny. Aan kini sudah pulang dalam keadaan yang sehat dan selamat. Selama bekerja di Malaysia Ny. Aan tidak pernah memberi kabar kepada keluarganya dikampung. Dari anak-anaknya kami tahu bahwa selama Ny. Aan bekerja di Malaysia, gaji yang tiap bulan dititipkan ke Agency tidak pernah sampai kepada keluarganya di kampung.
Kecuali terdengar bahwa ada gempa, terdengar pula pertanyaan ke PKR KWI, bagaimana menyalurkan sumbangan, bahkan beberapa bertanya tentang nomer rekening keuskupan Bandung.
Seperti dulu ketika gempa menimpa DIY dan sekitarnya, keuskupan Agung Semarang juga membuka rekening untuk menampung kemurahan hati umat.
Demikian perkumpulan Strada juga mengirim dana itu melalui rekening bank dan datang sendiri ke Bandung membawa dokumen bantuan dan sumbangan tunai. Demikian kisahnya:
Hari Rabu, 16 September 2009 pagi sekitar pukul 10.30 WIB Keuskupan Bandung mendapatkan kunjungan dari Perkumpulan Strada Jakarta. Rombongan diterima di Green House. Rombongan ini dipimpin oleh Bapak Saragih yang mewakili Rm. Markus Wanandi selaku pimpinan Perkumpulan Strada. Dalam rombongan ini terdapat pengurus perkumpulan, guru dan siswa-siswi yang mewakili 70-an sekolah yang berada di bawah naungan perkumpulan. Rombongan berjumlah 14 orang yang berasal dari Tangerang, Bekasi dan Jakarta Timur.
Kedatangan mereka di sambut oleh perwakilan dari Keuskupan Bandung yaitu Rm. Darman, Rm. Anton, Salomo, Subay, Ubay, Alex dan Frater Darman yang secara khusus datang dari Garut. Pada awal acara, Bapak Saragih memberikan dokumen bantuan uang yang diberikan untuk penanggulangan bencana gempa bumi 2 September lalu yang menimpa sebagian wilayah Keuskupan Bandung.
Jumlah bantuan uang tersebut adalah Rp. 347.800.000. Bantuan uang ini sudah ditransfer ke rekening keuskupan pada hari sebelumnya dan sejumlah uang tambahan yang diberikan dalam amplop. Dokumen serta uang tersebut diserahkan oleh Bapak Saragih kepada Rm. Darman. Sejumlah uang tersebut adalah sebuah bentuk aksi kepedulian yang melibatkan 24.000 siswa Perkumpulan Strada.
Pada acara tersebut, tim Caritas Bandung (Cariban) yang menjadi animator dalam penanggulangan resiko bencana kali tidak sekedar menerima bantuan saja. Cariban memberi penjelasan mengenai berbagai perkembangan yang informasinya didapat oleh Paroki Tasimalaya, Garut, Santo Paulus Mohamad Toha dan Santo Martinus Margahayu dan hasil survey mandiri Cariban sendiri. Sesi ini sebenarnya bukan sekedar berbagi informasi mengenai situasi terkini belaka, akan tetapi lebih pada semacam penyadaran tentang konsep bencana dan penanganan resiko bencana.
Kedua isu tersebut diperkuat juga dengan penayangan sebuah film boneka berdurasi pendek tentang langkah-langkah mengantisipasi ketika terjadi bencana. Film ini digandakan dan diberikan kepada perkumpulan dengan harapan dapat dijadikan sebagai salah satu muatan dalam sistem belajar mengajar di sekolah-sekolah.
Kehadiran perkumpulan ini adalah berkat bagi Keuskupan Bandung karena kejadian bencana tersebut meyakinkan bahwa Keuskupan Bandung tidak berjalan sendirian. Namun hal ini juga menandakan bahwa tanggung jawab kita bersama untuk menggunakan bantuan-bantuan tersebut sangat dituntut. Kami yakin bahwa semangat bela rasa mereka adalah semangat kita juga.
Sumber: dari email Salomo Marbun yang dikirim ke PKR KWI
Simpang Ulim adalah sebuah kota kecamatan di kabupaten Aceh Timur. Enam jam perjalanan jauhnya bila ditempuh dengan bus dari kota Banda Aceh. Bila kita menyebut Simpang Ulim, orang Aceh akan langsung mengenal sungai (Krueng dalam bahasa Aceh) Arakundo dan jembatan yang terbentang panjang diatasnya. Mereka pasti juga akan mengingat masa lalu yang kelam dari sungai Arakundo ini. Orang Aceh sendiri akan membelalakkan mata terkejut bila kami mengatakan akan pergi ke Simpang Ulim daerah sekitar sungai Arakundo. Masa lalu Simpang Ulim adalah gelap karena konflik yang pernah terjadi disana. Konflik yang meninggalkan luka dihati penduduknya.
Mengingat latar belakang Simpang Ulim yang demikianlah maka Sahabat Insan bersama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (LPMP) tergerak untuk menolong dengan mengadakan pelatihan pendidikan damai untuk para guru SD/MIN. Gerakan ini diteguhkan pula oleh kerinduan para kepala sekolah dan guru-guru.
Kamis tanggal 30 Juli 2009 di salah satu ruang kelas SDN 1 Simpang Ulim diadakan pelatihan damai bagi 28 orang guru agama dan PPKN yang mengajar di 14 SD/MIN kecamatan Simpang Ulim. Pelatihan ini diadakan satu hari dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB. Acara ini terkesan sangat padat karena materi yang banyak hanya diberikan dalam satu hari saja. Walau demikian tidak mengurangi semangat dan antusiasme para peserta pelatihan. Materi yang diberikan terdiri dari 12 bagian yaitu: menerima diri, prasangka, sukuisme, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis status ekonomi, perbedaaan kelompok atau geng, memahami keragaman, memahami konflik, menolak kekerasan, mengakui kesalahan dan memberi maaf. Bapak Soleh, salah satu kepala sekolah yang mendampingi proses ini mengatakan materi yang diberikan sangat bagus dan cocok dengan situasi kami. Setelah pelatihan ini, guru-guru akan menularkan ilmu yang sudah didapat kepada anak-anak di sekolah masing-masing. Maka untuk bulan ini telah disepakai sebagian dana beasiswa akan dibelikan buku pendidikan damai yang akan mendukung pembelajaran pendidikan damai kepada anak-anak. Kami berharap dengan pembelajaran ini anak-anak akan mampu memaafkan orang lain dan berdamai dengan siapapun. Yang memberi materi pendidikan damai ini adalah Bapak Firdaus D. Nyak Idin. Beliau adalah agen peace generation Banda Aceh dari trainer 3R SCREAM CC Muhamadiyah Aceh (Keterangan: 3R = Right Responsibility Representative, SCREAM = Support on Child-Rights through Education, Art and Media).
Indonesia merupakan sebuah negeri yang rawan bencana. Bencana itu berwujud bencana alam maupun bencana buatan manusia atau gabungan dari keduanya. Bencana alam seperti gempa dan tsunami merupakan bencana yang terjadi semata-mata karena tingkah laku alam yang berada di luar kemampuan manusia untuk mengontrolnya. Untuk bencana seperti itu, manusia hanya dapat menyiapkan diri atau berusaha sedapat mungkin mengurangi korban yang ditimbulkannya, hal itu dilakukan misalnya dalam kegiatan yang disebut social rescue. Memang ada bencana alam yang terjadi karena kelalaian manusia dalam mengelola alam, misalnya tanah longsor yang diakibatkan oleh penggundulan hutan. Tetapi ada juga bencana yang terjadi semata-mata karena ulah manusia, seperti pertikaian antar golongan atau kelompok sebagai akibat penindasan dari pemegang kekuasaan.
Berdasarkan visi utamanya, PKR KWI adalah sebuah bagian dari Konferensi Waligereja Indonesia yang didirikan oleh para uskup pada tanggal 7 Januari, 1999 melalui Surat Keputusan No. 005/II/Pres.K/1999 untuk menanggapi krisis yang dialami oleh bangsa kita. Tujuan PKR-KWI adalah untuk menolong korban dan mereka yang selamat di dalam berbagai bencana dan kekerasan politik di Indonesia berdasarkan cinta kasih, kebenaran dan keadilan. Dalam menjalankan tugasnya, PKR-KWI senantiasa menjaga sifatnya yang independen, lintas agama, non-partisan, terbuka, konstitusional, cinta pada sesamanya secara utuh. Sebagai sebuah lembaga pelayanan kemanusiaan, PKR KWI tidak membedakan dalam menolong korban (tidak memandang suku, ras, agama dan golongan apapun), berpegang teguh pada prinsip-prinsip Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan. PKR KWI secara konsisten akan selalu terlibat aktif dalam mewujudnyatakan proses rekonsiliasi sejati dalam bangsa dan negara kita, sebagai bagian substansial dari agenda jangka panjang kemanusiaan kita: penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi dan perdamaian di tanah air tercinta ini. Sebagai gerakan masyarakat sipil yang tengah melancarkan ikhtiar-ikhtiar penguatan perjuangan kemanusiaan dan hak-hak asasinya, PKR KWI senantiasa berusaha berpegang-teguh pada prinsip-prinsip self-help/self-advocacy, solidarity networking, otonomi, sustainability dan prinsip “gerakan aktif tanpa kekerasan” (active non-violence movement).
Fokus dalam proses penanganan bencana, PKR KWI sebagai crisis center selalu didukung oleh relawan-relawan yang senantiasa siap membantu untuk merencanakan dan melaksanakan program kerja PKR KWI tanpa mengenal lelah, waktu, dan tempat. Selama proses kerja sama dengan para relawan tersebut berjalan, suka dan duka selama hadir di tengah-tengah para korban dan keluarga korban telah mempersatukan dan mempererat persaudaraan sesama relawan. Dalam bekerjasama sebagai saudara ini kami saling belajar mengamati dengan cermat mana lessons learned yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki pelayanan. Lalu seiring berjalannya waktu dan kebutuhan PKR-KWI membentuk Tim Relawan yang bernama Bela rasa kita yang disingkat (BRK). BRK dibentuk dari sekelompok para mahasiswa yang memiliki interest dan keprihatinan yang sama terhadap bencana dan kepedulian sosial. Terhadap sesama mereka yang menjadi korban Beberapa para mahasiswa dan relawan ini memiliki pengalaman di daerah bencana seperti Tsunami Aceh 2005, Gempa Jogja 2006 dan Banjir Jakarta 2007.
Kegiatan-kegiatan BRK
Tentunya bencana tidak terjadi pada setiap hari, dan bukan keinginan kita untuk adanya bencana. Untuk mengisi kekosongan waktu, kelompok relawan ini tetap melakukan kegiatan rutin seperti pertemuan dan pelatihan pada setiap bulannya. Pertemuan untuk memperkuat interaksi diantara anggota dan pelatihan untuk terus mengingat ilmu pengetahuan plus keahlian yang pernah diikuti. Bila terjadi bencana alam dan kemungkinan besar kita bisa menjangkau, sangat dipastikan tim bencana ini ikut berpartisipasi. Secara tentatif BRK juga ikut berpartisipasi dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang ada, selain itu BRK juga ikut dalam beberapa acara yang merupakan undangan dari beberapa lembaga yang membahas tentang disaster respons. Berikut ini beberapa kegiatan yang pernah diikuti oleh BRK:
- Banjir Jawa-Timur
- Banjir Jakarta
- Penggusuran Taman BMW di Sunter
- Membantu kesehatan korban lapindo yang berada di Jakarta
- Jebolnya Tanggul Situ Gintung
- Mengunjungi salah satu panti asuhan di Kawasan Pasar Minggu, dll
Harapannya semoga dengan hadirnya BRK sebagai tim relawan di tengah-tengah masyarakat dapat menjadi arti bagi yang lain terutama bagi mereka yang menjadi korban baik bencana maupun masalah sosial.
Rating: | ★ |
Category: | Other |
Rating: | ★ |
Category: | Other |
Rating: | ★ |
Category: | Other |