Ibu Ati, bukan nama sebenarnya, adalah salah satu korban perdagangan manusia. Dia dirujuk oleh Dinas Sosial Tanjung
Pinang untuk dirawat di Shelter Sahabat Insan. Ibu yang berusia 43 tahun itu
berasal dari Semarang .
Dia hanya memiliki satu anak yang sudah berkeluarga. Sudah lama dia berpisah dari suaminya, meski
belum cerai secara hukum. Suaminya meninggalkan Ibu Ati dengan hutang-hutang yang harus ia
lunasi. Maka, gaji yang dikirim Ati selama bekerja di Malaysia, salah satunya untuk melunasi hutang-hutang suaminya.
Ati datang ke Shelter Sahabat Insan pada tanggal
11 April 2014 yang lalu. Keesokan harinya, Sahabat Insan langsung datang mengunjunginya. Melalui waktu yang singkat itu kami mengetahui bahwa Ati berada dalam
keadaan yang kurang sehat. Perutnya agak membesar dan dia berjalan dengan perlahan seperti sedang menahan rasa sakit.
![]() |
Sr. Eugenia, PBHK mendampingi pemeriksaan Ibu Ati |
Pada bulan Juli
2012, Ati sempat ditawari pekerjaan oleh Pak Darno. Pak Darno mengatakan bahwa
gaji yang akan diterima di Malaysia besar. Karena terbujuk dengan kata-kata Pak
Darno, pergilah Ati yang kemudian ditampung, di rumah sang agen, Ibu Aminah. Dia menjanjikan Ati akan mendapatkan gaji sebesar RM.750
dengan potongan 3 bulan. Berbekal pasport dan visa palsu yang dibuat agen, Ati pun
berangkat ke Malaysia pada bulan Agustus 2012.
Ternyata di
Malaysia, pekerjaan yang dijanjikan agen tidak sesuai. Awalnya Ati mengira dia
bekerja sebagai pembantu rumah tangga saja, tetapi ternyata dia juga harus
menjaga bayi. Ketika bekerja, Ati sering merasa sakit perut. Untuk mengatasi
sakit tersebut, Ati biasanya meminum obat Maag. Sampai September 2013, Ati tak
dapat lagi menahan sakit perutnya. Dia pun dibawa majikannya berobat ke klinik.
Namun, klinik merasa tak sanggup mengatasi dan merujuk ke rumah sakit terdekat.
Di rumah sakit, Ati di-diagnosa memiliki tumor di ovarium dan harus menjalankan
operasi. Majikannya melaporkan kondisi Ati ke agen dan menyerahkannya ke agen. Kepada agen, Ati meminta untuk
dipulangkan ke Indonesia.
Agen tersebut yaitu Ibu Aminah sebenarnya adalah mantan adik ipar Ati, dia bukannya memulangkan
Ati, justru membawanya ke hotel. Dia membujuk Ati untuk bekerja kembali dan
hendak mencarikan Ati majikan baru. Ati sempat menolak, namun ia diancam akan dipanggilkan polisi yang akan menangkapnya. Karena takut, Ati terpaksa mengiyakan agen dengan
kondisi masih sakit.
Selama berada di
rumah agen, seringkali Ati digoda oleh suami Ibu Aminah. Namun,
dengan berani, Ati menolaknya. Bahkan, Ati sampai mengancam akan melaporkan
dirinya ke polisi jika ia berani bertindak kurang ajar. Ibu Aminah yang
mengetahui kelakuan suaminya, bukan melindungi Ati, justru membiarkannya. Ibu Aminah bahkan mengatakan dengan gampangnya, bahwa suaminya sudah biasa meminta pelayanan seperti itu.
Ati kemudian berusaha memberanikan diri untuk lari ketika hendak dijemput majikan
baru. Dia membawa pasport-nya, namun sempat ditangkap karena visanya palsu. Ati
sempat pingsan dengan kondisi perut yang membesar. Dia kemudian dibawa ke rumah
sakit di Malaysia.
KJRI sempat
meminta pertanggungjawaban agen untuk memulangkan Ati. Namun, Ibu Aminah
ternyata sudah meninggal di rumah sakit tempat Ati dirawat. Selama berada di rumah sakit, Ati
mengaku sangat takut. Dia
tidak mau para dokter di sana melakukan operasi. Ati hanya meminum obat-obatan
untuk menahan sakitnya sampai dia dipulangkan ke Indonesia.
Sahabat Insan
berusaha memberikan pertolongan secepatnya. Berbekal hanya dua lembar kertas
berisi keterangan kesehatan Ati dari rumah sakit di Malaysia, kami membawa Ati
untuk melakukan pemeriksaan ulang di Rumah Sakit Carolus. Ketika di USG, dokter
mengatakan bahwa banyak kista yang terdapat di kandungannya, sehingga harus
cepat di-operasi. Maka, dengan segera Sahabat Insan bekerja sama dengan Peduli
Buruh Migran mengurus segala keperluan untuk operasi tersebut.
Ibu Ati juga sempat menginap di Susteran PBHK dan dirawat di sana oleh Sr. Eugenia PBHK selama 2 hari. Bisa jadi, Susteran PBHK tersebut adalah tempat pertama yang menjalankan surat dari Paus, yakni himbauan agar biara-biara memberikan tempat untuk menampung mereka yang miskin, menderita, dan dipinggirkan.
Ibu Ati juga sempat menginap di Susteran PBHK dan dirawat di sana oleh Sr. Eugenia PBHK selama 2 hari. Bisa jadi, Susteran PBHK tersebut adalah tempat pertama yang menjalankan surat dari Paus, yakni himbauan agar biara-biara memberikan tempat untuk menampung mereka yang miskin, menderita, dan dipinggirkan.
Berkat bantuan
dari berbagai pihak, puji Tuhan operasi telah dilaksanakan Senin, 21 April 2014
yang lalu di Rumah Sakit Tarakan. Operasi berjalan lancar dan Ati kini dalam
masa pemulihan. Dua hari pascaoperasi, tepatnya hari Rabu, Ati sudah diizinkan pulang oleh dokter. Ati kini memulihkan kondisinya di Shelter Sahabat Insan.
Biaya operasi di RS Tarakan sebesar Rp8.800.000,00, sedangkan untuk obat-obatan, dan lain-lain sebanyak Rp7.200.000,00. Sampai dengan Rabu, 23 April 2014, total pengeluaran untuk Ibu Ati sebesar Rp16.000.000,00. Biaya tersebut belum diakumulasi total keseluruhannya, karena Ibu Ati masih menjalani rawat jalan. Oleh karena itu, Sahabat Insan hendak menyampaikan terima kasih kepada para donatur yang dengan sukarela membantu operasi Ibu Ati.
Biaya operasi di RS Tarakan sebesar Rp8.800.000,00, sedangkan untuk obat-obatan, dan lain-lain sebanyak Rp7.200.000,00. Sampai dengan Rabu, 23 April 2014, total pengeluaran untuk Ibu Ati sebesar Rp16.000.000,00. Biaya tersebut belum diakumulasi total keseluruhannya, karena Ibu Ati masih menjalani rawat jalan. Oleh karena itu, Sahabat Insan hendak menyampaikan terima kasih kepada para donatur yang dengan sukarela membantu operasi Ibu Ati.
Ati hanyalah salah satu buruh migran yang berhasil dengan selamat pulang ke
tanah air. Dia beruntung karena segera mendapatkan pertolongan.
Namun, apabila dengan seksama kita perhatikan, masih banyak lagi Ati Ati yang lain, yang masih terus berharap datangnya pertolongan.