Wednesday, April 30, 2014

Mengantar Pulang Korban Traffiking Walet di Medan ke Kupang

Jumat, 25 April 2014, kami (Sr. Lia RGS dan Sr. Eugenia PBHK) diberi kesempatan mendampingi kepulangan para korban traffiking asal Kupang yang dipekerjakan di rumah sarang burung walet di Medan. Pagi itu, rombongan yang berangkat berjumlah  21 orang, terdiri atas 17 adik-adik korban traffiking, mbak Rere dari IOM, Ibu Ismi dari RPTC Bambu apus, dan kami berdua. 

Tampak wajah adik-adik tersebut sangat gembira karena mereka akan kembali ke kampung halaman dan berjumpa dengan keluarga tercinta. Keberangkatan mereka ke kampung halaman telah mereka persiapkan sejak pukul 03.00 pagi. Mereka mengenakan seragam batik dan memakai sweater dengan model yang sama. Masing-masing membawa tentengan berisi bekal dan barang-barang lain yang sudah tidak dapat masuk ke dalam ransel. Tampak semua sibuk dengan bawaannya.

Rombongan kami meninggalkan Bandara Soekarno Hatta Pukul 09.10. Sebelum sampai ke Kupang, kota tujuan kami, pesawat Lion air yang membawa kami transit di Bandara Juanda, Surabaya, sekitar 20 menit. Kami baru tiba di Bandara El Tari, Kupang, pukul 13.10 waktu setempat.

Adik-adik turun dari pesawat di Bandara El Tari, Kupang

Foto bersama di Bandara El Tari, Kupang

Pastor Leo Mali Pr. sudah menyambut kami saat turun dari pesawat, lalu kami diarahkan untuk masuk ruang tunggu VIP. Pegawai Dinas Sosial Propinsi NTT menyambut kami dan mengucapkan selamat datang kepada para korban traffiking. Kami beristirahat sambil makan siang yang telah disiapkan oleh Dinas Sosial setempat. Menurut rencana, setelah makan siang, rombongan akan menuju kantor Dinas Sosial setempat karena pihak IOM dan Dinas sosial Jakarta akan menyerahkan secara resmi adik-adik tersebut kepada Dinas Sosial NTT.

Pastor Leo Mali Pr. menyambut adik-adik

Sementara kami makan, ada beberapa petugas dari Polda NTT datang dan menyampaikan akan membawa rombongan ini menghadap Kapolda NTT karena bapak Kapolda ingin bertemu dengan mereka. Perubahan jadwal diluar rencana itu, menyebabkan terjadi adu argumentasi yang  alot antara pihak IOM sebagai penanggung jawab pengantar dengan utusan Kapolda. Setelah lebih dari setengah jam berdebat maka, disepakati bahwa rombongan menghadap Kapolda terlebih dulu setelah itu baru ke kantor Dinas Sosial NTT.

Rombongan keluar dari ruang VIP langsung menuju kendaraan masing-masing, khusus adik-adik dengan bus Dinas Sosial Propinsi NTT. Sebelum masuk bus, ternyata adik-adik ini telah melihat keluarga mereka yang juga telah menunggu di bandara. Maka tangis pun pecah di dalam bus itu. Mereka ingin bertemu keluarga yang sudah cukup lama ditinggalkan, tapi belum ada kesempatan. Keluarga juga tampak menangis menyaksikan adik-adiknya yang langsung masuk ke dalam bus. Para orangtua dan sanak saudara mereka hanya mampu melihat dari jauh. Saya dan tiga ibu Polwan di dalam bus berusaha menenangkan adik-adik yang masih terus menangis sepanjang perjalanan. Kami meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik saja dan setelah pulang dari kantor Polda, mereka bisa bertemu keluarga masing-masing.

Wajah adik-adik korban traffiking tampak masih lelah dan sedih saat pertemuan dengan bapak Kapolda. Sampai Mbak Rere dari IOM berkata “Kalian jangan takut, memang kita ini di kantor polisi dan banyak bapak-bapak Polisi disini, hayo mana senyum dan tawanya?” Lalu adik-adik tersebut tampak tersenyum, walaupun terpaksa. Mereka pasti mengingat keluarga mereka yang hanya bisa mereka liat dari jauh.

Pertemuan dengan Kapolda

Kapolda NTT, Brigjed (Pol.) Untung Yoga Ana menyampaikan keprihatinannya terkait dengan peristiwa yang menimpa mereka. Beliau berharap agar diantara adik-adik yang telah menjadi korban traffiking ini dapat membantu pihak kepolisian dalam sosialisasi kepada masyarakat luas tentang bahaya traffiking. Bapak Kapolda berharap, apabila korban sendiri yang menceritakan pengalamannya kepada masyarakat, maka masyarakat akan lebih yakin.

Setelah kurang lebih tiga seperempat jam pertemuan di lantai dua ruang tamu Kapolda dilakukan, rombongan turun kembali dan hendak menuju bus. Ternyata di lantai dasar pintu masuk, keluarga sudah menunggu. Dengan harap-harap cemas, melihat keluarga yang sudah ada di situ mereka langsung berhamburan mencari keluarga masing-masing.

Keluarga menunggu di depan Kapolda

Pemandangan sangat mengharukan, masing-masing dalam pelukan keluarga dengan iringan tangis dan air mata. Tangis itu adalah tangis kerinduan, bahagia, dan syukur karena mereka bisa bertemu dengan keluarga dalam keadaan sehat. Setelah suasana agak mereda, adik-adik dipersilahkan naik bus kembali dan para ibu diperkenankan ikut serta dalam bus bersama putri-putrinya.

Perjalanan kami lanjutkan ke kantor Dinas Sosial Propinsi NTT. Di sana, akan diadakan serah terima resmi adik-adik itu kepada pemerintah setempat dalam hal ini oleh Dinas Sosial. Ternyata peristiwa adu argumentasi terjadi lagi di kantor, sama seperti saat di ruang tunggu bandara. Dinas Sosial mengkehendaki adik-adik ini beristirahat dahulu di shelter mereka, tetapi AMPERA (Aliansi Melawan Perdangangan Orang) mengkehendaki adik-adik disatukan dengan keluarga yang sudah menunggu dari pagi, bahkan ada yang sudah bermalam. Perdebatan yang  melibatkan pihak IOM, Dinas Sosial Propinsi NTT, AMPERA dan orang tua terjadi sangat panjang dan melelahkan. Mereka beradu argumen di dalam ruangan kantor.


Berjumpa dengan keluarga

Sementara, saya, Sr. Lia dan Ibu Maria menjaga adik-adik di halaman kantor.  Mereka baru keluar dari dalam kantor setelah jam menunjukan pukul 19 lewat waktu setempat, dengan hasil akhir adik-adik yang sudah dijemput orang tua langsung diserahkan kepada orang tua dan yang belum dijemput orang tua mereka bermalam di shelter Dinsos. Akhirnya rombongan terpecah menjadi dua, 14 anak bersama keluarga mereka dan akan bermalam di kantor JEPIT (Jaringan Ekumene Perempuan Indonesia Timur) dan 3 anak pulang bersama Dinas Sosial menuju shelter. Dua dari tiga anak ini akan melanjutkan perjalanan ke Pulau Flores dan yang satu masing menunggu orang tua yang sementara dalam perjalanan menuju Kupang.

Malam ini, Sr. Lia, Ibu Maria dan saya memutuskan untuk mengikuti rombongan besar menuju ke kantor JEPIT. Karena jalanan macet, sopir yang membawa kami mencari jalan lain menuju kantor JEPIT. Sampai di sana, ternyata kami sampai terlebih dahulu. Bus Dinas Sosial yang  membawa rombongan adik-adik dan keluarga tiba beberapa menit kemudian. Di kantor JEPIT sudah berkumpul beberapa orang tetangga sekitar kantor, keluarga yang tidak ikut menjemput, dan juga terdapat seorang ibu yang adalah Pendeta.

Beberapa kursi plastik sudah disiapkan untuk menyambut rombongan. JEPIT menyewa satu rumah keluarga yang dijadikan sebagai kantor. Sebenarnya rumah ini tampak besar dengan empat kamar tidur dengan kamar mandi di dalam dan ruang tamu serta ruang keluarga, tetapi terasa sempit setelah rombongan adik-adik dan keluarganya datang. Karena total yang berada di dalam ruangan termasuk adik-adik sekitar 60 orang.

Hari sabtu, tanggal 26 siang, kami datang kembali ke kantor JEPIT mengantar makan siang untuk adik-adik dan keluarganya. Kami membawa 60 bungkus nasi yang kami beli di rumah makan padang. Saat kami datang, sedang diadakan pertemuan antara adik-adik, orang tua, dan dua orang polisi yang berpakaian preman. Mereka sedang mengambil keterangan dari adik-adik. Polisi tersebut sedang melengkapi berkas-berkas laporan adik-adik yang sudah pernah dibuat di Medan. Tujuan sekarang adalah untuk menjerat perekrut tenaga kerja yang ada di Kupang.

Setelah semua urusan dengan kepolisian selesai, akhirnya adik-adik korban traffiking tersebut dapat menarik nafas lega dan tersenyum gembira karena mereka diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Sahabat Insan mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang telah peduli, mendampingi, membantu adik-adik para korban traffiking ini sampai akhir. Mari kita doakan bersama supaya mereka dapat menjalankan kehidupan selanjutnya dengan sukacita.


ditulis oleh Sr. Eugenia PBHK