Tuesday, May 7, 2019

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI


Yogyakarta-Anggota MPR RI, Drs Yoseph Umarhadi, Msi MA membuka secara resmi acara Seminar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Gedung Alfonsus Lantai 3 Universitas Atmajaya Yogyakarta pada Sabtu (4/5/2019) pukul 09.00 WIB. 

Drs Yoseph Umarhadi, Prof Dr Lasiyo Msi MA
Dr Budi Subanar SJ, Susi Dosen Universitas Sanata Dharma 
(kiri ke kanan) 
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini dihadiri oleh sebagian besar Civitas Akademika Kampus yang terdiri dari dosen dan mahasiswa, termasuk Arta salah satu relawan Sahabat Insan. 

Seluruh peserta mendapat 5 buku tentang UUD 1945 oleh MPR-RI, Ketetapan MPR, Bahan Tayang Materi Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI, Panduan Pedoman Penghayatan Pancasila dan Penjelasan tentang Pancasila. 

Acara diawali dengan lagu pembukaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan Mengheningkan Cipta lalu pembukaan acara oleh  Drs Yoseph Umarhadi, Msi MA. 

Melalui kata sambutannya, Yoseph mengajak semua hadirin untuk benar-benar memaknai Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara untuk digunakan sebagai alat pemersatu bangsa, pandangan hidup dan juga sebagai fundamen, filsafat dan pikiran yang mendalam melalui penuturannya tentang tujuan acara ini.

“Sebagian besar warga bangsa kita tidak lagi menghayati Pancasila sebagai dasar dari negara kita. Ini yang sangat berbahaya dan rentan menimbulkan perpecahan. Padahal sebagai suatu bangsa, Pancasila harus dan wajib dihidupi dalam kehidupan masyarakat yang majemuk,” ujarnya. 

Menurutnya, sosialisasi nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk dilakukan di lingkungan masyarakat Indonesia yang majemuk agar keharmonisan satu dengan yang lain dapat terwujud. 

“Jika anda berminat untuk mengundang kami melakukan sosialisasi di kampus-kampus atau di komunitas anda, kami sangat terbuka dan akan dengan senang hati mengadakannya dengan dana yang sudah dialokasikan untuk kegiatan sosialisasi tersebut oleh MPR-RI yang jumlahnya tidak sedikit,” ujarnya. 

Dalam sesi yang dipandu oleh Ibu Susi sebagai moderator sekaligus tenaga pengajar Agama di Fakultas Hukum Universitas Atamajaya, dikupas lebih dalam pemikiran Driyarkara dan Notonagoro tentang Filsafat Pancasila oleh dua pembicara yang berkompeten di bidangnya, yakni Dr Budi Subanar SJ sebagai Dosen Universitas Sanata Dharma dan Prof Dr Lasiyo sebagai Dosen Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Dr Budi Subanar SJ menjelaskan tentang pemikiran Driyarkara dalam memaknai Pancasila semasa hidupnya. Dalam berbagai kesempatan, ketika menghadiri pertemuan di dalam maupun di luar negeri, Driyarkara selalu mensosialisasikan Pancasila sebagai suatu falsafah hidup. Kedekatannya dengan si pencetus Pancasila, yakni Soekarno, memberikan kesan yang sangat dalam baginya untuk memaknai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan senantiasa mengaitkannya dalam segala aspek kehidupan baik dengan kehidupan manusia, pendidikan dan juga bahasa. Ia ingin agar masyarakat dunia juga tahu betapa dalamnya makna nilai Pancasila sebagai sebuah ideologi.

“Satu-satunya negara di dunia yang didirikan dengan satu sistem filsafat adalah Indonesia. Jangan kita lupa bahwa Pancasila adalah soal perjuangan dan tidak kita warisi dari nenek moyang menurut hukum Mendel. Pancasila adalah soal keyakinan dan pendirian yang asasi karena tidak akan bisa tertanam dalam jiwa kita jika kita sendiri masing-masing tidak berjuang. Menurut Driyarkara, tak ada seorangpun yang menjadi pancasilais kalau dia tidak membuat dirinya pancasilais,” tuturnya. 

Sejalan dengan pemikiran Driyarkara yang merupakan seorang imam Serikat Yesus, Prof Dr Lasiyo menjelaskan pemikiran Notonagoro yang merupakan seorang ahli tatanegara. Ia mengatakan bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai luhur sebagai sebuah ideologi, tidak bersifat sekuler dan juga bukan sebuah agama.

“Jika setiap warga Indonesia bisa sungguh-sungguh meletakkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi maka tak ada lagi kekacauan yang sering mengatasnamakan agama,” ujarnya. 

Terkait dengan hal itu, ia juga menjelaskan 3 dasar dalam Pancasila yakni dasar aksiologis yakni sila Pancasila yang memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam unsur Pancasila pada hakekatnya juga merupakan satu kesatuan yang hakekatnya memiliki maksud segala sesuatu pada hakekatnya bernilai, hanya nilai apa saja yang terkandung dalam bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. 

Dasar ontologi pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia. Sementara dasar epistemologis menempatkan Pancasila sebagai suatu obyek yang meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai- nilai yang ada pada bangsa dan negara Indonesia itu sendiri.

“Semoga nilai Pancasila dapat sungguh-sungguh dibumikan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal,” tutupnya mengakhiri sesi.

Penuturan oleh para pembicara mendapat respon yang baik oleh peserta sosialisasi melalui pertanyaan yang diberikan. Arta sebagai seorang relawan menggunakan kesempatan tersebut untuk memberikan pertanyaan terkait hal apa yang mempengaruhi perbedaan penghayatan Pancasila oleh masyarakat yang hidup pada zaman Soekarno dengan generasi milenial zaman sekarang. 

Romo Budi Subanar menanggapi bahwa pada zaman dahulu masyarakat sungguh-sungguh diberikan materi Pancasila di bangku pendidikan seperti P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) sementara zaman sekarang mata pelajaran tersebut dihilangkan.

“Dulu kita masih semangat menyanyikan lagu Dari Sabang Sampai Merauke berjajar pulau-pulau tetapi kalau sekarang anak-anak kita tak tahu lagi lagu itu, justru mereka hanya tahu lagu Dari Sabang Sampai Merauke indomie seleraku,” ujarnya.

Meskipun jawabannya terdengar menggelitik, namun sedikit mengusik. Ini adalah sebuah realitas yang menggerus jiwa nasionalis di kalangan milenial. Maka tak heran jika pada kenyataannya tak banyak yang menghayati identitasnya sebagai suatu bangsa yang berlandaskan Pancasila.  

Berfoto bersama Rm. Dr Budi Subanar SJ usai sesi
Acara kemudian diakhiri dengan kesimpulan oleh moderator tentang pentingnya mengamalkan Pancasila, kemudian dilanjutkan dengan penyerahan piagam penghargaan kepada semua peserta dari MPR dan ditutup dengan makan siang bersama. 

Semoga saja melalui sosialisasi para peserta dan tak terkecuali pada pembicara serta panitia dapat menjadi perpanjangan lidah untuk menyebarkan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat  demi Indonesia yang aman, tenteram dan damai. Salam Pancasila!!!