Yogyakarta-Anggota MPR RI, Drs
Yoseph Umarhadi, Msi MA membuka secara resmi acara Seminar Sosialisasi Empat
Pilar MPR RI di Gedung Alfonsus Lantai 3 Universitas Atmajaya Yogyakarta pada Sabtu
(4/5/2019) pukul 09.00 WIB.
Drs Yoseph Umarhadi, Prof Dr Lasiyo Msi MA Dr Budi Subanar SJ, Susi Dosen Universitas Sanata Dharma (kiri ke kanan) |
Sosialisasi Empat Pilar
MPR RI ini dihadiri oleh sebagian besar Civitas Akademika Kampus yang terdiri
dari dosen dan mahasiswa, termasuk Arta salah satu relawan Sahabat Insan.
Seluruh peserta mendapat 5 buku tentang UUD 1945 oleh MPR-RI, Ketetapan MPR, Bahan Tayang Materi Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI, Panduan Pedoman Penghayatan Pancasila dan Penjelasan tentang Pancasila.
Acara diawali dengan lagu pembukaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan Mengheningkan Cipta lalu pembukaan acara oleh Drs Yoseph Umarhadi, Msi MA.
Seluruh peserta mendapat 5 buku tentang UUD 1945 oleh MPR-RI, Ketetapan MPR, Bahan Tayang Materi Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI, Panduan Pedoman Penghayatan Pancasila dan Penjelasan tentang Pancasila.
Acara diawali dengan lagu pembukaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan Mengheningkan Cipta lalu pembukaan acara oleh Drs Yoseph Umarhadi, Msi MA.
Melalui kata
sambutannya, Yoseph mengajak semua hadirin untuk benar-benar memaknai Pancasila
sebagai dasar dan Ideologi negara untuk digunakan sebagai alat pemersatu
bangsa, pandangan hidup dan juga sebagai fundamen, filsafat dan pikiran yang
mendalam melalui penuturannya tentang tujuan acara ini.
“Sebagian besar warga
bangsa kita tidak lagi menghayati Pancasila sebagai dasar dari negara kita. Ini
yang sangat berbahaya dan rentan menimbulkan perpecahan. Padahal sebagai suatu
bangsa, Pancasila harus dan wajib dihidupi dalam kehidupan masyarakat yang
majemuk,” ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi
nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk dilakukan di lingkungan masyarakat
Indonesia yang majemuk agar keharmonisan satu dengan yang lain dapat terwujud.
“Jika anda berminat
untuk mengundang kami melakukan sosialisasi di kampus-kampus atau di komunitas
anda, kami sangat terbuka dan akan dengan senang hati mengadakannya dengan dana
yang sudah dialokasikan untuk kegiatan sosialisasi tersebut oleh MPR-RI
yang jumlahnya tidak sedikit,” ujarnya.
Dalam sesi yang dipandu
oleh Ibu Susi sebagai moderator sekaligus tenaga pengajar Agama di Fakultas
Hukum Universitas Atamajaya, dikupas lebih dalam pemikiran Driyarkara dan
Notonagoro tentang Filsafat Pancasila oleh dua pembicara yang berkompeten
di bidangnya, yakni Dr Budi Subanar SJ sebagai Dosen Universitas Sanata Dharma
dan Prof Dr Lasiyo sebagai Dosen Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Dr Budi Subanar SJ
menjelaskan tentang pemikiran Driyarkara dalam memaknai Pancasila semasa hidupnya.
Dalam berbagai kesempatan, ketika menghadiri pertemuan di dalam maupun di luar negeri,
Driyarkara selalu mensosialisasikan Pancasila sebagai suatu falsafah hidup. Kedekatannya
dengan si pencetus Pancasila, yakni Soekarno, memberikan kesan yang sangat
dalam baginya untuk memaknai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila
dan senantiasa mengaitkannya dalam segala aspek kehidupan baik dengan kehidupan
manusia, pendidikan dan juga bahasa. Ia ingin agar masyarakat dunia juga tahu betapa
dalamnya makna nilai Pancasila sebagai sebuah ideologi.
“Satu-satunya negara di
dunia yang didirikan dengan satu sistem filsafat adalah Indonesia. Jangan kita
lupa bahwa Pancasila adalah soal perjuangan dan tidak kita warisi dari nenek
moyang menurut hukum Mendel. Pancasila adalah soal keyakinan dan pendirian yang
asasi karena tidak akan bisa tertanam dalam jiwa kita jika kita sendiri
masing-masing tidak berjuang. Menurut Driyarkara, tak ada seorangpun yang
menjadi pancasilais kalau dia tidak membuat dirinya pancasilais,” tuturnya.
Sejalan dengan
pemikiran Driyarkara yang merupakan seorang imam Serikat Yesus, Prof Dr Lasiyo
menjelaskan pemikiran Notonagoro yang merupakan seorang ahli tatanegara. Ia
mengatakan bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai luhur sebagai sebuah ideologi,
tidak bersifat sekuler dan juga bukan sebuah agama.
“Jika setiap warga
Indonesia bisa sungguh-sungguh meletakkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
maka tak ada lagi kekacauan yang sering mengatasnamakan agama,” ujarnya.
Terkait dengan hal itu,
ia juga menjelaskan 3 dasar dalam Pancasila yakni dasar aksiologis yakni sila Pancasila yang memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai
yang terkandung dalam unsur Pancasila pada hakekatnya juga merupakan satu
kesatuan yang hakekatnya memiliki maksud segala sesuatu pada hakekatnya
bernilai, hanya nilai apa saja yang terkandung dalam bagaimana hubungan nilai tersebut
dengan manusia.
Dasar ontologi pada hakekatnya
adalah manusia yang memiliki hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia. Sementara dasar epistemologis menempatkan Pancasila
sebagai suatu obyek yang meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan
susunan pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai- nilai
yang ada pada bangsa dan negara Indonesia itu sendiri.
“Semoga nilai Pancasila
dapat sungguh-sungguh dibumikan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal,”
tutupnya mengakhiri sesi.
Penuturan oleh para
pembicara mendapat respon yang baik oleh peserta sosialisasi melalui pertanyaan
yang diberikan. Arta sebagai seorang relawan menggunakan kesempatan tersebut
untuk memberikan pertanyaan terkait hal apa yang mempengaruhi perbedaan
penghayatan Pancasila oleh masyarakat yang hidup pada zaman Soekarno dengan generasi
milenial zaman sekarang.
Romo Budi Subanar
menanggapi bahwa pada zaman dahulu masyarakat sungguh-sungguh diberikan materi Pancasila di bangku pendidikan seperti P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila) sementara zaman sekarang mata pelajaran tersebut dihilangkan.
“Dulu kita masih
semangat menyanyikan lagu Dari Sabang Sampai Merauke berjajar pulau-pulau tetapi
kalau sekarang anak-anak kita tak tahu lagi lagu itu, justru mereka hanya tahu
lagu Dari Sabang Sampai Merauke indomie seleraku,” ujarnya.
Meskipun jawabannya
terdengar menggelitik, namun sedikit mengusik. Ini adalah sebuah realitas yang
menggerus jiwa nasionalis di kalangan milenial. Maka tak heran jika pada
kenyataannya tak banyak yang menghayati identitasnya sebagai suatu bangsa yang
berlandaskan Pancasila.
Berfoto bersama Rm. Dr Budi Subanar SJ usai sesi |
Acara kemudian diakhiri
dengan kesimpulan oleh moderator tentang pentingnya mengamalkan Pancasila, kemudian dilanjutkan dengan penyerahan piagam penghargaan kepada semua
peserta dari MPR dan ditutup dengan makan siang bersama.
Semoga saja melalui sosialisasi para peserta dan tak terkecuali pada pembicara serta panitia dapat menjadi perpanjangan lidah untuk menyebarkan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat demi Indonesia yang aman, tenteram dan damai. Salam Pancasila!!!
Semoga saja melalui sosialisasi para peserta dan tak terkecuali pada pembicara serta panitia dapat menjadi perpanjangan lidah untuk menyebarkan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat demi Indonesia yang aman, tenteram dan damai. Salam Pancasila!!!