Wednesday, May 29, 2019

Menyusun Puing Sejarah dalam Kronik Kalimantan


Pusat Sejarah dan Etika Politik (Pusdep) Universitas Sanata Darma (USD) mengadakan bedah Buku “Kronik Kalimantan” di Ruang Kadarman Gedung Pusat Lantai 4 Kampus II Universitas Sanata Darma pada Rabu (29/5/2019) pukul 16.30 WIB.   
  
Kegiatan rutin yang diadakan oleh Pusdema kali ini bertujuan untuk memperkenalkan pernerbitan buku baru tentang "Kronik Kalimantan" dengan mengundang Penulis Nila Riwut, Budayawan dan Pengajar S2 Ilmu Religi dan Budaya (IRB) USD Romo Budi Subanar, SJ dan Budayawan dan Pengajar Antropologi Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono,M.A. 

Ketiga Narasumber dalam diskusi "Kronik Kalimantan"

Acara yang dihadiri kurang lebih 100 peserta tersebut dibuka oleh Nila Ruwut, sebagai anak kandung dari Tjilik Riwut. Ia menceritakan latar belakang ketertarikannya dalam penulisan dan penerbitan “Kronik Kalimantan” yang diselesaikan dalam waktu 9 bulan.

Buku yang menyita waktu 9 bulan tanpa tidur adalah sebuah upaya saya untuk berbuat sesuatu bagi bangsa ini, bagi daerah Kalimantan, dan untuk suku saya sendiri suku Dayak. Meneruskan cita-cita ayah saya dalam merawat dan memperjuangkan NKRI," ujarnya haru.

Almarhum Tjilik Riwut pernah bekerja di pers Majalah Suara Pakat sebagai pemimpin redaksi. Ia suka membawa kertas dan pena kemana saja untuk menuliskan segala sesuatu yang ia alami dan menyimpan kertas itu satu persatu dengan rapi. Seluruh kertas-kertas yang dianggapnya penting selalu di kumpulkan sebagai bukti sejarah yang rencananya akan dibukukan sebagai sebuah warisan bagi generasi selanjutnya.

"Ayah saya rela tidur meringkuk karena harus berbagai kasur dengan buku-buku dan dokumennya. Ia meminta saya menulis melanjutkan semua tulisannya tentang semua pengalamannya itu, tetapi saat itu saya tolak," ujarnya menyesal. 

Peserta Diskusi "Kronik Kalimantan"
Mengalami kesulitan dalam penulisan, ia mengaku megikuti beberapa mata kuliah Sejarah USD selama satu semester untuk mampu melanjutkan tulisan dan merangkum seluruh dokumen peninggalan berupa surat, koran, majalah, undangan dan berbagai foto dalam rangkaian kata demi kata sesuai urutan peristiwa.

Romo G. Subanar, SJ mengakui bahwa karya "Kroni Kalimantan" Nila merupakan sebuah karya originil tanpa campur tangan dari siapapun. 

"Semuanya dikumpulkan dan pilih sendiri oleh Nila berdasarkan gaya penulisannya. Tidak ada intervensi di dalamnya. Semoga Kronik Kalimantan ini bisa menjadi pedoman dasar dalam penelitian dan karya-karya penulisan para peneliti dan ahli sejarah terkait Kalimantan," ujarnya. 

Terkait hal itu, Prof Dr Paschalis Maria Laksono, M.A mengapresiasi nilai historis "Kronik Kalimantan" sebagai upaya untuk tetap mempertahankan rasa cinta tanah air terhadap NKRI. Budaya Dayak yang sangat jelas dipaparkan dalam buku ini, menurutnya, sangat ampuh sebagai perekat persatuan bangsa dan sejarah yang dirangkum dalam memerdekakan Dayak dan Indonesia oleh
Tjilik Riwut adalah pondasi dasar yang wajib di ketahui.

 Meskipun demikian, ia memberikan beberapa kritik yang membangun agar karya ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pondasi dasar dalam penelitian selanjutnya.  

"Kronik adalah pondasi dari sejarah bukan sejarah. Sejarah adalah urutan gagasan, bukan urutan waktu. Dalam buku ini belum ada pengelompokan berdasarkan tema-tema tertentu atau gagasan-gagasan tertentu. Semuanya masih dalam urutan waktu peristiwa," ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya keberadaan indeks dalam sebuah buku sejarah yang akan digunakan sebagai pedoman untuk penelitian terkait.

"Buku ini juga masih memerlukan masukan-masukan dari para penulis dan peneliti yang lain tentang Kalimantan sehingga lebih kaya akan gagasan. Maka interkoneksi satu dengan yang lainnya sangat dibutuhkan dan semoga buku ini bisa diakses oleh para sejarawan untuk mempersatukan Indonesia," ujarnya. 

Meskipun sarat dengan kritik dan saran terhadap tulisannya, Nila mengaku bahagia dan lega dalam menampung semua masukan yang memperkaya karyanya.

“Setidaknya melalui terbitnya Kronik Kalimantan ini, dunia tahu, Indonesia tahu, sejarah mencatat, bahwa orang Dayak, orang Kalimantan juga berjuang untuk memerdekakan bangsa ini. Orang Dayak juga bagian dari bangsa ini. Orang Dayak juga punya tempat di negara ini dan ini bisa membangkitkan rasa percaya diri anakanak dan generasi muda. Hal ini bisa menjadi warisan yang sangat berharga bagi anak cucu kami, khususnya bagi suku kami dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan," pungkasnya.