#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (2)
Sore ini, suster Laurentina PI mendapatkan informasi kedatangan jenazah PMI (Pekerja Migran Indonesia) dari Malaysia secara mendadak. Suster terlihat sibuk menjawab beberapa panggilan masuk dan berkomunikasi lewat gawainya untuk mengurus pemulangan jenazah yang akan kembali ke tanah air.
“Ada tiga
jenazah yang akan datang hari ini, yakni dua orang wanita dewasa dan 1 orang
bayi,” ujar suster Laurentina PI yang masih mengutak-atik handphonenya.
“Wah, sekaligus
3 suster? Jam berapa mereka tiba suster?” tanyaku heran.
“Untuk wanita
dan anak bayinya dikabarkan akan tiba pada pukul 22.00 WITA hari ini. Sementara
untuk jenazah yang satu lagi akan tiba besok Rabu (25/4/2018) siang” jawabnya.
Sebelum
berangkat menjalankan tugas, kami mengikuti doa malam bersama para suster dan beberapa
anak asrama puteri lainnya. Biasanya anggota asrama yang dikelolah suster. Senang
sekali bisa mengulang kembali rekaman pengalaman sepanjang hari ini dan bersyukur
kepada Tuhan atas segalanya.
Usai
berdoa, aku dan suster segera mengeluarkan sepeda motor untuk menjemput jenazah
satu orang ibu dan anak bayinya atas nama Y.F. bersama anak bayi atas nama Y.M.
asal Desa Tunmat Kec Lo Kufeu Kab Malaka yang dikabarkan tiba pada pukul 22.00
WITA.
“Ibu yang akan
kita jemput ini meninggal saat melahirkan di kost-kostan dan tidak ada yang menolong,”
ujar suster Laurentina PI ketika motor kami berlalu meninggalkan biara.
Menjemput
jenazah memiliki tantangan tersendiri bagiku. Apalagi malam ini, angin berhembus
kencang karena sedang musim angin yang berhembus dari Australia ke Kupang. Ya, aku sudah menyerahkan perjalanan
malam ini kepada Tuhan.
“Semoga semua
dapat berjalan dengan baik dan lancar ya Tuhan,” harapku dalam hati sambil menyusuri
jalanan terjal berbatu yang gelap gulita.
Hanya cahaya lampu sepeda motor dan
bintang di langit yang menerangi jalan. Kami
tiba di kargo pada pukul 22.25 WITA. Tampak keluarga korban sudah memenuhi
kargo. Tak lama kemudian, jenazah tiba dan memasuki kargo di dampingi suami
korban.
Mobil jenazah pada penjemputan jenazah Y.F dan Y.M pada malam hari |
Petugas
BP3TKI segera memindahkan dua peti jenazah ibu bersama dengan bayinya. Kulihat
seorang nona sedang nangis tersedu-sedu melepas kepergian mamanya Y.F yang
meninggal pasca melahirkan adiknya, Y.M. Kuberanikan
untuk bertanya pada nona yang berada di sampingnya.
“Maaf nona,
kalau boleh tahu nona yang menangis itu siapanya?” tanyaku pelan.
“Itu Leni, puteri pertama dari yang meninggal ini,”
ujarnya singkat.
Kudekati nona
yang mengusap airmatanya.
“Permisi nona
yang tabah ya, Tuhan punya rencana yang terindah atasmu dan keluargmu,” ujarku
menenangkannya.
Saat
jenazah sudah berada di dalam ambulans, suster Laurentina PI segera memimpin
doa bersama dengan pihak keluarga. Doa ditutup dengan mendaraskan doa 3 kali
salam Maria. Usai berdoa, kuberanikan diriku memberikan ucapan turut berduka
pada nona yang sedari tadi kuamati.
“Nona turut
berduka,” ujarku menjabat tangan dan mengusap punggungnya.
“Tuhan memiliki
rencana yang terindah atasmu dan keluargamu” lanjutku lagi.
Kusarankan ia
untuk tak larut dalam kesedihan dan air mata untuk melepas kepergian mamanya meskipun
sebenarnya dalam hatiku sangat perih.
“Kamu harus kuat
dalam doa agar mama dan adikmu bisa selamat dari api penyucian,” ucapku lirih.
Ia sempat mengatakan
dengan pelan bahwa ia anak pertama dari 3 bersaudara ketika kutanyakan tentangnya.
“Aku masih kelas
1 SMA, adik kedua kelas 3 SMP, dan adik ketiga kelas 3 SD,” jawabnya singkat.
Nona
yang disebelahnya tiba-tiba menangis tersedu-sedu saat pintu ambulans hendak ditutup.
Ternyata ia adalah anak angkat dari mendiang. Evi sapaan akrabnya, mengaku
sudah dirawat sejak kecil dan kini ia sedang melanjutkan pendidikannya di salah
satu Universitas di Kupang. Adik kandungnya yang kini baru mulai mendaftar
kuliah juga diangkat sebagai anak dan ditanggung oleh almarhum.
Aku
terenyuh mendengar pengakuan singkatnya. Ternyata almarhum sangat baik dan
tulus. Ia serius mengasuh, membesarkan dan mendidik anak angkatnya bahkan hingga
ke jenjang perguruan tinggi. Aku hanya berharap pendidikan nona yang sudah
duduk di semester IV itu tak putus di tengah jalan. Semoga ia bisa tetap
menyelesaikan pendidikannya dan menjadi teladan bagi adik-adiknya yang lain.
Kupandangi
Evi dan Leni sebelum berangkat ke Malaka yang memerlukan waktu tempuh kurang
lebih 8 jam. Anehnya Leni tak mau naik dalam mobil jenazah mamanya. Ia lebih
memilih untuk naik kendaraan lainnya bersama rombongan keluarganya dan membiarkan
Evi yang menjaga mamanya. Mereka melambaikan tangannya kearahku. Walaupun baru
kenal dalam hitungan detik, namun keakraban diantara kami sepertinya sudah terjalin.
Mata kami beradu pandang saling menguatkan.
Kargo
mendadak sepi. Aku dan suster kembali ke biara. Kupejamkan mataku tepat pukul
00.15 WITA di kamar asrama yang temaram. Bayangan peti mama dan adik bayi yang
baru saja kami temui di kargo masih melayang-layang di langit kamarku. Semoga mereka
bisa berbahagia dan beristirahat tenang dalam pangkuan Allah Bapa dan keluarga
yang ditinggalkan segera dipulihkan dari kedukaan.
***