Hari
ini, Rabu (9/5/2018) siang aku mulai bersiap-siap ke Kargo Bandara El Tari Kupang untuk penjemputan
jenazah seorang ibu yang dikirim dari Malaysia. Dipenjemputan jenazah yang
kelima ini, aku harus menjemput seorang diri karena suster Laurentina PI
sedang berada di Jawa.
Aku
mulai bergegas mandi dan segera meluncur
ke Kargo dengan sepeda motor pada pukul 12.00 WITA. Setibanya disana, kedua pendeta Gemit (Gereja Masehi Injili Timor) Oma Emy dan Mama Ina yang setia dalam "Karya Pelayanan Kargo" sudah menanti di bawah pohon beringin Kargo. Satu persatu anggota relawan koalisi peduli perdagangan orang NTT juga mulai memadati kargo.
Penjemputan jenazah AB oleh kaum religius dan relawan Koalisi Peduli Perdagangan Orang NTT |
Kali
ini menjemput jenazah berinisial AB, warga Dusun Serowulu, Desa
Datu Binga, Kecamatan Tana Wawo, Kabupaten Sikka, Maumere Nusa Tenggara Timur. Hanya ada satu
keluarga korban yang turut menjemput jenazah di Kargo yakni AS. Untuk
menemaninya, maka AS yang bertempat tinggal di Kupang mengajak teman-temannya yang seluruhnya berjenis
kelamin laki-laki.
Berdasarkan
keterangan AS, aku mengetahui bahwa yang bertindak mengurus kepulangan
jenazah ke tanah air adalah sepupu almarhumah, IG yang juga bekerja sebagai buruh di
Malaysia. Menurutnya, pihak keluarga di Malaysia segera menghubungi KBRI (Kedutaan Besar
Republik Indonesia) dan
BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) Kupang melalui suster Laurentina PI. Ketika
jenazah tiba, tim Beacukai Kupang segera memeriksa peti jenazah dan membuka dokumen yang di tempelkan di
bagian atas peti. Dalam dokumen kematian yang diterbitkan oleh KBRI di Kuala Lumpur bernomor 0398/SK-JNH/05/2018, diterangkan
bahwa jenazah tidak memiliki pekerjaan dan berstatus sebagai PMI ilegal di Malaysia.
Menurut AS, pihak keluarga baru mendapat kabar kematian AB pada hari Jumat
(4/5/2018). Ibu dari satu orang anak ini tutup usia 25 tahun karena di patok
ular di belakang rumahnya pada Selasa (1/5/2018) pukul 21.20 waktu setempat.
Jenazah
tiba di tanah air dengan pesawat GA (Garuda Airlines) dengan nomor penerbangan
GA 817 pada Selasa (8/5/2018) dari Kuala Lumpur menuju Jakarta. Sementara itu,
jenazah baru diterbangkan dari Jakarta ke Kupang dengan nomor penerbangan GA
438 pada Rabu (9/5/ 2018).
Meskipun
sudah tiba di Kupang hari ini, namun jenazah tidak segera dibawa ke daerah
asalnya karena jadwal penerbangan dari Kupang menuju kampung halaman
sudah ditentukan pada Jumat (11/5/2018) mendatang. Semua proses pengurusan
sudah ditangani oleh BP3TKI meskipun pihak keluarga telat memberikan informasi kematian.
Ketika
jenazah sudah masuk ke dalam mobil ambulans milik BP3TKI, suster Paulina P.
Making MI segera memimpin doa untuk memberangkatkan jenazah ke RSUD (Rumah Sakit Umum
Daerah) Prof W.Z Yohanes Kupang.
Suster Paulina menyambut jenazah AB dalam doa di depan mobil ambulans |
Seluruh
relawan koalisi dan juga keluarga korban berdoa bersama dan dipersatukan dengan
doa Bapa Kami dan Salam Maria sesuai agama si jenazah. Usai
berdoa, pihak keluarga bersama suster Paulina masuk kedalam mobil jenazah
menuju ke rumah sakit. Sementara anggota koalisi yang lainnya tidak ikut
mendampingi pengantaran jenazah ke rumah sakit.
Ketika
mobil jenazah berlalu, aku mulai mengungkapkan pertanyaan yang cukup mengganjal
mengenai keberadaan anggota keluarganya yang lain.
“Suami dari AB sedang bekerja di Malaysia dan tidak bisa pulang karena tidak ada biaya. Pihak BP3TKI hanya menanggung biaya pengiriman jenazah, bukan transport keluarga korban,” ujar mama Ina sesaat setelah mobil jenazah berlalu.
Untung saja aku
tak menanyakan secara langsung pada keluarga korban terkait hal ini, takut
menyinggung satu sama yang lain.
“Kapan jadwal
berkat jenazah di RSUD diakon?” tanyaku kepada diakon Adnan.
“Rencananya sih
besok pagi pukul 10.00,” ujarnya singkat.
“Baiklah diakon,
sampai bertemu besok diakon,” ujarku sambil berpamitan.
Aku berharap
besok ada yang tergerak untuk menemaniku ke lokasi RSUD Yohanes Kupang yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Perasaanku sedikit khawatir membayangkan jenazah
harus menginap dua hari lagi menunggu di pulangkan ke daerah asal pada Jumat
(11/5/2018) mendatang. Padahal jenazah meningal pada tanggal 1 Mei yang lalu dan butun waktu 10 hari sesudah meninggal untuk mengembalikannya ke tanah kelahirannya.
Setiap kali menjemput jenazah, aku selalu merasakan bayang-bayang suasana penjemputan di Kargo bak film rekaman yang didokumentasikan sempurna. Sesekali bergidik dengan semua realitas yang ada. Peti, jenazah, kematian terasa tak berjarak denganku. Dekat, sangat dekat! Dari tanah kembali ke tanah. Namun apakah nasib mereka yang pergi bermigrasi hingga ke luar negeri demi bertahan hidup akan berakhir tragis sebagai korban perdagangan manusia yang keji?
“Ya Tuhanku,
semoga jenazah dapat beristirahat dengan tenang dalam pangkuan Allah Bapa di
surga dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dalam menjalani
kehidupan selanjutnya,” tutupku sambil mendaraskan Doa Salam Maria di penghujung malam tak berbintang.
Keesokan harinya, Kamis (10/5) tepat pukul
15.00 WITA, aku mulai mulai menghubungi anggota koalisi yang lainnya untuk mendoakan
jenazah di RSUD Prof W.Z Yohanes Kupang. Ya, jadwal
untuk doa jenazah yang semula dijadwalkan pukul 10.00 WITA diundur menjadi
pukul 16.00 WITA dengan pertimbangan bahwa sebagian besar sibuk mengikuti perayaan
hari kenaikan Yesus ke surga.
Teman-teman
koalisi yang semula berjanji akan ikut mendoakan ternyata sebagian besar berhalangan hadir dengan ragam alasan. Untung saja suster
memperbolehkanku mengajak satu orang anak asrama
puteri, Lia untuk menunjukkan lokasi RSUD dengan
mengendarai sepeda motor. Aku berusaha mengingat-ingat denah lokasi supaya diwaktu yang akan datang aku bisa pergi seorang diri.
Akhirnya
kami tiba dengan selamat dan bertemu dengan Diakon Adnan dan beberapa teman koalisi yang
sudah berada di lokasi. Setelah menunggu sekitar 15 menit, Diakon memutuskan untuk memimpin pemberkatan jenazah yang
hanya diwakili oleh beberapa orang saja, termasuk Diakon Adnan.
Usai
berkat jenazah, kami mengobrol sejenak dengan AS (pihak keluarga yang
kami jumpai di Kargo). Namun ada berita yang berbeda yang kudapatkan. Kali
ini AS mengaku bahwa suami jenazah tidak berada di Malaysia, melainkan di
Irian Jaya.
“Mereka sudah
lama berpisah, sejak suami pergi merantau, sampai sekarang tidak ada kabar
berita. Awalnya mengatakan mau pergi bekerja ke Malaysia, tapi terakhir
diketahui di Irian. Kepergian jenazah ke Malaysia juga tak diketahui oleh
suami, karena mereka tidak ada komunikasi lagi,” ujarnya menerangkan.
Jenazah
diketahui meninggalkan satu orang anak laki-laki dan berusia 7 tahun di kampung
halaman. Rencana pemberangkatan jenazah akan dilakukan besok siang, Jumat
(11/5/2018) didampingi oleh BP3TKI. Usai mengobrol, kami berpamitan dengan AS dan segera meninggalkan ruang jenazah.
Cara
Tuhan memanggil umatnya untuk berpulang memang berbeda-beda, ada yang
tiba-tiba, namun ada juga yang harus menanggung sakit terlebih dahulu hingga
bertahun-tahun lamanya. Meskipun demikian, aku menyadari bahwa hidup adalah
misteri sang Ilahi. Hidup dan mati adalah atas kehendak-Nya dan seijin-Nya. Maut
bisa datang kapan saja dan dimana saja, maka hanya dengan doa kuyakini bahwa
aku bisa berziarah di muka bumi ini dengan baik sesuai dengan kehendak-Nya.
***