#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (37)
Hari
ini, Sabtu (10/11/2018) aku menjemput jenazah asal Ende atas nama SS. Jenazah
Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini tiba tanpa dijemput oleh keluarga. Ia
diketahui meninggal dalam kecelakaan naas yang dialaminya pada 29 Oktober pukul
08.10 yang lalu.
Jenazah SS tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang |
Berdasarkan
keterangan yang tertulis di atas peti, jenazah dengan nomor pasport
21.72.04.10003.000386 ini sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Seri
Manjung Perak dan sudah diotopsi sebelum dipulangkan ke Tanah air. Aku masih
ingat seminggu yang lalu, salah satu pengurus migran di Keuskupan Perak
Malaysia, Dennis meminta surat kepada suster untuk bersedia menanggungjawabi
proses datangnya jenazah ke Bandara El Tari Kupang untuk kemudian dikirim ke
daerah asal di Desa Nuamuri, R/RW 001/001 Kec Kelimuthu, Ende, NTT. Bersamaan
dengan surat tersebut maka jenazah bisa dipulangkan ke tanah air.
Doa
dipimpin oleh Oma Pendeta Emmy dan ditutup dengan doa Rasario yang kupimpin
untuk menghormati jenazah sebagai seorang Katolik. Ini merupakan oikumene hidup
yang terjalin antar umat beragama khususnya antara Kristen Protestan dan
Katolik. Kombinasi doa yang sangat mujarab dan penuh iman dalam kasih dan
persaudaraan.
Proses pemindahan jenazah SS dari kereta kargo ke mobil ambulans |
Pelayanan
kargo ini murni dilakukan atas dasar kemanusiaan. Kaum religius yang terlibat,
masing-masing menunjukkan kekonsistenannya dalam mendampingi umatnya melalui
pelayanan kargo. Kami juga secara fleksibel menjadi keluarga korban ketika tak
seorangpun dari keluarganya yang datang untuk menyambut kepulangannya ke
Kupang.
Setelah
berdoa di Bandara El Tari Kupang, Oma pendeta, perwakilan dari JPIT (Jaringan Peduli
Perempuan Indonesia Timur) kak Dicky, aku dan satu orang mahasiswa UNDIP
menghantarkan jenazah ke RSUD Yohanes Kupang.
“Tidak
ada keluarganya, mari kita hantarkan sampai ke rumah sakit,” ajak Oma Pendeta
Emy.
“Baik
Oma. Oma mau pergi dengan saya?” tanyaku.
“Tidak,
saya dengan jenazah di mobil ambulans. Kalian menyusul naik motor ya,” jawabnya
sambil masuk ke dalam mobil ambulans menemani jenazah SS.
Pintu
mobil ambulans ditutup dan sirene mulai dinyalakan bak teriakan seseorang yang
sedang dirundung pilu. Ya, kali ini kembali ada duka. Kami mengiringi mobil
jenazah dengan sepeda motor. Tentunya harus cepat dan sigap agar tidak
ketinggalan dari mobil ambulans yang melaju dengan kecepatan tinggi tanpa memperhatikan
rambu-rambu lalulintas.
“Tuhan,
lindungilah aku,” gumamku sambil mengencangkan gas dan menerobos setiap lampu
merah. Untung saja selamat.
Sesampainya
disana, kami melihat ada satu peti jenazah yang sudah diletakkan di garasi
ambulans. Segera saja kudekati peti itu dan melirik pada selembar kertas yang
tertempel diatasnya. Pada kertas yang selembar itu tertulis identitas korban
atas nama YEON asal Desa Korowuwu, Kec Lela, Kab Sikka, NTT. Jenazah
ditanggungjawabi oleh pengirimnya atas nama Yato beserta nomor handphonenya.
“Kapan
ya jenazah tiba di tempat ini?” tanyaku.
“Entahlah,
biar kita cari tahu dulu. Saya hubungi dulu nomor HP yang ada disini,” ujar Kak
Dicky.
Pihak
yang berhasil dihubungi mengatakan bahwa jenazah yang adalah seorang katolik
dan tutup usia 20 tahun itu berasal dari Kalimantan Timur, bukan Malaysia.
Namun
bagi Oma pendeta Emmy, jenazah atas nama YEON tersebut diduga seorang migrant
yang sebenarnya PMI. Menurutnya, ada banyak perusahaan asing yang seolah-olah
milik WNI (Warga Negara Indonesia) tetapi ternyata milik asing.
Suara
orang yang dihubungi diluar sana menjawab bahwa jenazah dari Kalimantan dan
sudah diurus antar kargo. Kami bisa sedikit lega saat mengetahui bahwa
kepulangan jenazah tersebut sudah diurus oleh perusahaan tempatnya bekerja
meskipun ada kemungkinan bahwa jenazah tersebut merupakan PMI.
Jenazah SS dan Jenazah YEON di Garasi RSUD W.Z. Yohanes Kupang, NTT |
Sebelum
pulang, kami berdoa untuk kedua jenazah. Kali ini, oma memintaku memimpin doa
karena kedua jenazah beragama katolik. Kupanjatkan doa dan kututup dengan Bapa Kami, Salam Maria dan Kemuliaan. Setelah doa selesai, kami berpamitan dan
melanjutkan aktivitas selanjutnya.
Aku
segera kembali ke biara untuk menjemput Delti, kemudian berangkat ke Claret
untuk mengikuti misa penguburan Pater Ryan CMF. Sesampainya disana, ruangan sudah
penuh sesak dengan umat dan kaum berjubah. Misa berlangsung khusyuk dari awal
hingga proses pemakaman.
Peti
jenazah dimasukkan kedalam kuburan yang sudah disedikan bersama dengan para Pater
CMF yang sudah mendahuluinya. Bentuk makam dibangun bertingkat dan
berkamar-kamar. Pater Ryan CMF menempati kamar nomor 4 teratas dari sebelah kiri.
Kami hanya bisa menyaksikan dari jauh proses memasukkan peti kedalam kubur.
Sebelum kubur ditutup secara permanen dengan semen, pihak keluarga dipersilahkan menaburkan
bunga sebagai tanda penghormatan terakhir bagi Pater Ryan CMF.
Acara
penguburan selesai pada pukul 19.30 WITA. Kami mengucapkan turut berdukacita
yang sedalam-dalamnya untuk keluarga besar Pater CMF. Melalui peristiwa duka
hari ini bersama 2 orang jenazah PMI dan 1 jenazah Pater menyadarkanku bahwa
hidup sangat singkat dan Tuhan bisa memanggil kita dengan cara apa saja, dimana
saja dan kapan saja tanpa memandang usia dan status sosial. Mampukanlah aku untuk mengingat bahwa keberadaanku didunia
ini hanya sementara saja agar aku bisa mengabdi Engkau dan sesamaku dengan
tulus, tanpa memeras dan mengeksploitasi.
Esoknya,
pada Minggu (11/11/2018) aku kembali menghantarkan jenazah SS yang akan melanjutkan
penerbangan ke daerah asalnya di Ende. Namun sebelum berangkat ke Kargo, aku, calon
suster Delti dan suster Vero PI mengajar anak-anak SEKAMI di Stasi Manuat.
Setelah beberapa bulan tidak berkunjung ke stasi ini, akhirnya aku bisa
bergabung lagi dengan mereka. Kami berkunjung dengan membawa bingkisan untuk
anak-anak SEKAMI sebagai ungkapan syukur suster-suster PI atas ulangtahun yang
ke-176.
Setelah
misa dan mengajar SEKAMI selesai, aku berpamitan ke Kargo untuk mengantarkan
jenazah SS yang akan diberangkatkan ke Ende, sementara suster Vero dan Delti
segera kembali ke biara.
Namun
sangat disayangkan, ketika aku tiba di bandara, peti jenazah sudah masuk ke
mesin X-Ray. Aku melihat salah satu anggota BP3TKI Kupang, Pak Stefanus
melangkah maju ke luar dari ruang pemberangkatan jenazah. Ia mengatakan baru
saja ia menghantarkan jenazah kedalam
ruang X-Ray. Sangat disayangkan tidak
ada yang mendoakan jenazah, tidak juga Pak Stef yang hanya seorang diri.
Namun
kami tidak segera beranjak dari Bandara karena masih terdapat satu buah peti
yang berada di ruang jenazah. Ternyata peti itu merupakan peti PMI yang bekerja
di Kalimantan Timur. Tidak ada satupun keluarga yang mengurus keberangkatannya
selain petugas bandara. Kami mengamati dari kejauhan untuk memastikan bahwa
jenazah bisa masuk kedalam mesin X-Ray
dan siap untuk diberangkatkan. Menurutnya, jika jenazah tidak berkoordinasi
dengan BP3TKI maka kepulangan jenazah diurus secara langsung oleh agen yang
berkoordinasi secara langsung lewat petugas kargo.
Kami
menunggu hinga jenazah dipindahkan menggunakan pickup bandara menuju ke ruang X-Ray. Setelah itu, aku segera
berpamitan dan kembali ke biara. Semoga Jenazah SS bisa tiba dengan selamat hingga
ke kampung dan bisa dimakamkan secara layak. Semoga keluarga juga diberikan penghiburan
atas peristiwa duka ini.
***