Hari
ini, Senin (24/9/2018) aku dan Suster Laurentina PI menjemput jenazah atas nama
EP di Kargo Bandara El Tari Kupang. PMI asal Waruwora, Desa Patiala Bawa, Kec
Lamboya Sumba Barat Daya dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa, tanpa sambutan
hangat dari keluarga.
Berdasarkan
Surat Keterangan Polis Diraja Malaysia, EP didapati telah meninggal dunia di
kamarnya di daerah Genting Tanjung Estate, Sandakan Sabah, Malaysia oleh rekan
satu kerjanya, NN pada (13/9/2018) pada pukul 05.15 p.m.
NN
yang panik segera memanggil Manteri Kampung, Mastodin Bin Kiwin untuk melakukan
pemeriksaan terhadap EP. Mastodin mendapati bahwa denyut jantung EP telah
berhenti dan sekujur tubuhnya telah kaku dan keras. Ia segera membuat laporan
kepada kepolisan Kinabatangan untuk memeriksa kondisi EP.
Setelah
polisi tiba di lokasi, mereka segera membawa EP ke Rumah Sakit terdekat di
Kinabatangan dengan menggunakan mobil Van kebun. Sesampainya di Rumah Sakit
Kinabatangan, jenazah EP segera diotopsi oleh pihak rumah sakit dan dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut terkait penyebab kematiannya.
Meskipun
sudah dilakukan otopsi, namun pihak Rumah Sakit belum dapat memastikan penyebab
kematian PMI yang tutup usia 36 tahun ini. Dalam surat keterangan yang
diberikan, terdapat tulisan “Undetermine”
(Pending Investigation).
Dalam
surat keterangan yang lainnya, diketahui bahwa jenazah EP akan diterima oleh
ayah kandungnya, YNJ yang bertempat tinggal di Kampung Waruwora, Desa Patiala
Bawa, Kec Lamboya Sumba Barat Daya.
Jenazah EP diangkut dari kereta kargo Bandara El Tari Kupang ke ambulans |
Aku,
Suster Laurentina PI dan juga beberapa teman jaringan koalisi Peduli Migran NTT
yang lainnya telah tiba di bandara pada pukul 12.30 WITA. Kami menyambut
kedatangan jenazah dengan doa yang dipimpin oleh Oma pendeta Emmy. Tak ada
satupun pihak keluarga yang menyambut kepulangan jenazah di Kupang, NTT.
“Tak ada satupun
keluarga yang datang, tapi ya sudahlah, tidak apa-apa, kita adalah keluarganya.
Marilah kita menyambut saudara kekasih kita dalam doa,” ujar Oma Pendeta Emmy sambil
menepuk peti sebelum berdoa.
Usai berdoa,
pintu ambulans segera ditutup. Sirene dibunyikan menuju ke RSUD W.Z Yohanes
Kupang.
Berdasarkan
pengakuan Oma Pendeta Emmy, peti jenazah EP sudah sedikit mengeluarkan bau
tidak sedap.
“Tadi ketika
saya menepuk peti, saya mencium bau yang tidak sedap. Nanti ketika tiba di
Rumah Sakit sebaiknya peti segera di bungkus dengan terpal, ditambahkan bubuk
kopi dan di wrapping ulang dengan
rapi agar ketika proses pemulangan besok bisa lancar,” ujarnya menyarankan
kepada supir ambulans.
Biasanya
kondisi peti akan menentukan layak atau tidaknya peti untuk diterbangkan karena
maskapai akan memastikan dengan teliti kondisi peti sebelum diberikan label
untuk layak terbang. Berdasarkan pengalaman, jika peti sedikit berbau, pihak
maskapai tidak akan menangani pemulangan jenazah.
Malam
harinya, aku dan Suster Laurentina PI bersama dengan teman-teman jaringan
lainnya segera menjenguk jenazah dan mendoakannya di RSUD Yohanes Kupang pada
pukul 19.30 WITA. Kali ini suster Anna PI (Suster Pimpinan Komunitas Susteran
PI Kupang) dan Delti Daman (calon suster PI) bersedia meluangkan waktu untuk
ikut serta mendoakan jenazah di RSUD Yohanes Kupang sehingga kami menyewa satu
pickup putih untuk berangkat ke rumah sakit.
Sesampainya
disana, Oma Pendeta Emy memimpin doa dan memberikan beberapa kutipan firman
yang sangat meneguhkan, bahwa pertolongan hanya datang dari Tuhan.
“Biarlah Tuhan
juga yang menolong dan menerima arwah dari jenazah sehingga layak beristirahat
kekal disamping Allah Bapa di surga,” ujarnya diakhir kotbahnya.
Usai
mendoakan jenazah, kami kembali ke biara dengan menggunakan pick up yang sama.
Tentu saja aku dan Delti memilih tempat duduk di bak belakang pick up.
“Sedih juga ya
kak, seperti jenazah hari ini yang tidak ada pasangannya,” ujar Delti.
“Itu sudah yang
kesekian kalinya Del. Tidak hanya dia jenazah yang datang tanpa disambut
keluarga,” ujarku.
Lagi-lagi mereka pergi
dengan alasan keluarga namun pulangtanpa nyawa tanpa disambut keluarga.
Berjuang demi keluarga pulang tanpa keluarga. Begitulah realitas yang
kebanyakan yang dialami oleh jenazah PMI. Namun tetap saja, mereka sudah
berjasa untuk keluarga dan juga bangsa ini. Pahlawan Devisa
***