Tuesday, July 2, 2019

Jenazah ke-35

#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (27)
Hari ini, Jumat (21/9/2018) aku kembali menjemput jenazah PMI atas nama PB asal Kota Bone RT/RW 003/002, Desa Umalawain, Kec Weliman, Kab Belu, NTT. Ini merupakan jenazah ke-35 yang kujemput selama di Kupang terhitung sejak April 2018 hingga September 2018. PB meninggal dunia pada 12 September 2018 karena mengalami infeksi pada saluran pernapasanya (Lung infection). Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Seri Menanjung Perak, Malaysia.

Setiap penjemputan tentunya punya kisah tersendiri, namun dalam penjemputan kali ini terlihat biasa saja alias datar. Tak terdengar isak tangis dari keluarga yang hadir. Mereka datang dengan wajah datar, tanpa bersedih, tak seperti orang yang kehilangan.

Aku bisa maklum karena ketika kami menanyakan terkait jenazah, tak ada yang mengetahui secara detail tentangnya karena mereka yang datang ke Kargo masih keluarga jauh dan hanya satu kampung dengan PB.

Meskipun demikian, masih ada satu dari mereka, Seprianus (tetangga jenazah di kampung yang mengurus kepulangan jenazah) yang bersedia memberikan sedikit informasi mengenai PB. Menurut pria yang sudah menetap di Kupang ini, PB sudah merantau ke Malaysia semenjak 2006.

“Saya tidak tahu banyak mengenai PB. Setahu saya, PB punya 5 orang anak yakni 2 cewek dan 3 cowok bersama dengan sang isteri yang ada di kampung halaman,” ujarnya.

Namun sebelum merantau ke luar negeri untuk kesekian kalinya, PB diketahui harus mengalami terlebih dahulu pahitnya kehancuran rumah tangganya.

“Ia terpaksa merelakan isterinya untuk menjadi pendamping pria selingkuhannya. Keseluruh anaknya ditinggal bersamanya, tetapi tak lama kemudian PB membina rumah tangga yang baru dengan perempuan lain yang berasal dari kampung yang sama. Mereka tetap tinggal di kampung itu dan PB kembali merantau ke Malaysia,” tuturnya.

Menurut Suster Laurentina PI, kejadian seperti ini memang sering terjadi apalagi jika suami atau isteri pergi untuk waktu yang sangat lama dan tidak kembali. Ada banyak pasangan yang lebih memilih selingkuh guna mencukupi kebutuhan biologisnya. Akibatnya, banyak yang cerai dan kawin tanpa status yang jelas.

“Ada banyak yang demikian. Di kampung sudah berumah tangga tapi ketika kerja di luar negeri malah kawin dengan wanita lain atau pria lain. Sementara isteri atau suaminya yang tinggal di kampung juga merasa kesepian dan bahkan harus menanggung aib kalau mengetahui kabar miring tentang pasangannya di luar negeri,” ujarnya. 

“Ya, begitulah kenyataannya suster. Ada beberapa yang seperti itu. Oia suster sepertinya jenazah sudah tiba,” ujar Pak  Seprianus sambil melangkah ke arah kargo. 

Jenazah PB di kereta Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT
Jenazah yang dijadwalkan tiba pukul 12.30 WITA akhirnya tiba pada pukul 13.49 WITA. Kami sambut kedatangan jenazah dalam doa yang dipimpin oleh Suster Laurentina PI. Usai berdoa, pintu ambulans yang mengangkut jenazah ditutup dan sirene dibunyikan. Dua orang pria yang mengaku sebagai sepupu almarhum dan juga pihak BP3TKI akan mengantar melalui jalur darat hingga ke kampung halamannya.

Penjemputan kali ini terlihat biasa saja. Aku secara pribadi juga heran, kenapa dalam penjemputan kali ini terlihat datar dan biasa saja. Apakah karena sudah terlalu banyak jenazah yang datang silih berganti? Atau apakah memang kehilangan nyawa seorang PMI dinegeri nun jauh tidak lagi mengisahkan luka bagi keluarga dan para penjemput? Entahlah, aku tak tahu. Yang terpenting ketika jenazah tiba, tentu kembali menggores luka di hati keluarga yang kehilangan.

Hanya ada satu harapnku setiap kali menjemput jenazah, semoga tidak ada lagi jenazah PMI yang dipulangkan dari luar negeri dan semoga pemerintahan baru NTT di bawah pimpinan Victor Laiskodat dan Josef Nae Soi mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan masyarakat NTT dari maraknya kasus human trafficking.

***