#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (27)
Hari
ini, Jumat (21/9/2018) aku kembali menjemput jenazah PMI atas nama PB asal Kota
Bone RT/RW 003/002, Desa Umalawain, Kec Weliman, Kab Belu, NTT. Ini merupakan
jenazah ke-35 yang kujemput selama di Kupang terhitung sejak April 2018 hingga
September 2018. PB meninggal dunia pada 12 September 2018 karena mengalami
infeksi pada saluran pernapasanya (Lung infection). Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Seri Menanjung
Perak, Malaysia.
Setiap
penjemputan tentunya punya kisah tersendiri, namun dalam penjemputan kali ini
terlihat biasa saja alias datar. Tak terdengar isak tangis dari keluarga yang
hadir. Mereka datang dengan wajah datar, tanpa bersedih, tak seperti orang yang
kehilangan.
Aku
bisa maklum karena ketika kami menanyakan terkait jenazah, tak ada yang
mengetahui secara detail tentangnya karena mereka yang datang ke Kargo masih
keluarga jauh dan hanya satu kampung dengan PB.
Meskipun
demikian, masih ada satu dari mereka, Seprianus (tetangga jenazah di kampung yang
mengurus kepulangan jenazah) yang bersedia memberikan sedikit informasi mengenai
PB. Menurut pria yang sudah menetap di Kupang ini, PB sudah merantau ke
Malaysia semenjak 2006.
“Saya tidak tahu
banyak mengenai PB. Setahu saya, PB punya 5 orang anak yakni 2 cewek dan 3
cowok bersama dengan sang isteri yang ada di kampung halaman,” ujarnya.
Namun
sebelum merantau ke luar negeri untuk kesekian kalinya, PB diketahui harus mengalami
terlebih dahulu pahitnya kehancuran rumah tangganya.
“Ia terpaksa
merelakan isterinya untuk menjadi pendamping pria selingkuhannya. Keseluruh anaknya
ditinggal bersamanya, tetapi tak lama kemudian PB membina rumah tangga yang
baru dengan perempuan lain yang berasal dari kampung yang sama. Mereka tetap tinggal
di kampung itu dan PB kembali merantau ke Malaysia,” tuturnya.
Menurut
Suster Laurentina PI, kejadian seperti ini memang sering terjadi apalagi jika
suami atau isteri pergi untuk waktu yang sangat lama dan tidak kembali. Ada
banyak pasangan yang lebih memilih selingkuh guna mencukupi kebutuhan
biologisnya. Akibatnya, banyak yang cerai dan kawin tanpa status yang jelas.
“Ada banyak yang
demikian. Di kampung sudah berumah tangga tapi ketika kerja di luar negeri
malah kawin dengan wanita lain atau pria lain. Sementara isteri atau suaminya
yang tinggal di kampung juga merasa kesepian dan bahkan harus menanggung aib
kalau mengetahui kabar miring tentang pasangannya di luar negeri,” ujarnya.
“Ya, begitulah
kenyataannya suster. Ada beberapa yang seperti itu. Oia suster sepertinya
jenazah sudah tiba,” ujar Pak Seprianus
sambil melangkah ke arah kargo.
Jenazah PB di kereta Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT |
Jenazah
yang dijadwalkan tiba pukul 12.30 WITA akhirnya tiba pada pukul 13.49 WITA. Kami
sambut kedatangan jenazah dalam doa yang dipimpin oleh Suster Laurentina PI.
Usai berdoa, pintu ambulans yang mengangkut jenazah ditutup dan sirene
dibunyikan. Dua orang pria yang mengaku sebagai sepupu almarhum dan juga pihak
BP3TKI akan mengantar melalui jalur darat hingga ke kampung halamannya.
Penjemputan
kali ini terlihat biasa saja. Aku secara pribadi juga heran, kenapa dalam penjemputan
kali ini terlihat datar dan biasa saja. Apakah karena sudah terlalu banyak
jenazah yang datang silih berganti? Atau apakah memang kehilangan nyawa seorang
PMI dinegeri nun jauh tidak lagi mengisahkan luka bagi keluarga dan para
penjemput? Entahlah, aku tak tahu. Yang terpenting ketika jenazah tiba, tentu
kembali menggores luka di hati keluarga yang kehilangan.
Hanya
ada satu harapnku setiap kali menjemput jenazah, semoga tidak ada lagi jenazah
PMI yang dipulangkan dari luar negeri dan semoga pemerintahan baru NTT di bawah
pimpinan Victor Laiskodat dan Josef Nae Soi mengambil langkah
tegas untuk menyelamatkan masyarakat NTT dari maraknya kasus human trafficking.
***