#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (30)
Hari ini, Jumat (28/9/2018) aku dan Suster Laurentina PI menjemput jenazah PMI dari Malaysia yang ke-38 di Kargo Bandara El Tari Kupang Nusa Tenggara Timur. Jenazah atas nama SB ini merupakan suami dari salah satu relawan koalisi peduli Migran NTT yang menangani kasus migran di Malaka, MD.
Suster Laurentina PI menenangkan MD yang terpukul atas kabar duka suaminya SB di Kargo Bandara El Tari Kupang |
Jenazah
yang tutup usia 57 tahun ini diketahui sudah bekerja selama 10 tahun di
Malaysia. Ia meninggal karena penyakit Acute
Coronary Syndrome. Isteri dan keluarga dari pihak jenazah menangis histeris
saat jenazah tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang dan dipindahkan dari kereta
kargo ke ambulans.
Isteri
dan rombongan didampingi oleh BP3TKI mengantarkan jenazah sampai ke Malaka.
Sebelum jenazah diberangkatkan dari Kargo, Romo Arianto Adnan Berkanis Pr dan
keluarga menyambut jenazah dalam doa.
“Mari kita
bersatu dalam doa. Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus,” ujarnya sambil
mengangkat tangan kanannya.
Rm. Adnan Pr menyambut jenazah dalam doa di Kargo |
Saat
keluarga berdoa, aku melihat isterinya, MD tidak sanggup untuk berdiri dan memandangi peti dengan tatapan kosong. Tubuhnya yang sangat kurus
dipapa oleh saudaranya. Ia masih sangat terpukul dengan kepergian
suaminya.
Romo
Adnan Pr segera memberkati peti jenazah dengan air suci dan menutup pintu mobil
jenazah. Semua peristiwa penjemputan jenazah disaksikan oleh perwakilan dari
Tenaganita Malaysia, Mrs Selly dan Mr Jo yang saat itu sedang berkunjung ke
Kupang. Mereka melihat secara langsung bagaimana proses penjemputan jenazah PMI
yang dilakukan oleh Jaringan Koalisi Peduli Migran NTT di tanah air. Mobil
ambulans segera berangkat menuju ke kampung halaman SB di Malaka.
Pada
Sabtu (29/9/2018) aku, Suster Laurentina PI, Mr Jo dan Mrs Selly menyusul
jenazah ke Malaka. Sebagai tanda turut berdukacita atas meninggalnya SB, kami
ingin menghantar jenazah SB hingga ke peristirahatan terakhir. Semoga dengan
kehadiran kami, keluarga mendapatkan penghiburan. Apalagi, isteri SB merupakan
anggota relawan yang juga aktif bersama teman-teman koalisi dalam mengurus
permasalahan PMI asal Malaka. Perjalanan kami lebih aman karena kami dihantar
oleh polisi asal Soe. Tuhan memang Maha Baik. Perjalanan kami dilancarkan.
Ditengah
perjalanan, kami singgah di daerah Pasir Putih Kolbano untuk makan siang
bersama. Setelah itu, kami singgah ke Batu Fatu Un dan mengabadikan beberapa
gambar bersama. Sangat menyenangkan. Ini kali kedua aku datang ke tempat ini.
Aku teringat kali pertama menginjakkan kaki di tempat ini, aku sangat bahagia.
Tak henti berdecak kagum atas keindahan ciptaan-Nya. Berlaksa batu putih saling
bertumpu pada bidang yang teramat luas dipadukan dengan pemandangan air laut 3
warna dan ditudungi langit biru bercampur kapas putih. Ah indahnya. Meskipun
kali kedua, tetap saja sama, aku takjub!
Kemudian
kami melanjutkan perjalanan menuju ke Malaka. Pada pukul 16.00 WITA, kami tiba
di rumah duka keluarga SB. Kami disambut oleh isterinya, MD.
“Selamat datang
mister, misis, suster dan adik nona,” ucap MD sambil menyalam dengan matanya
yang sembab dan mempersilahkan kami masuk ke dalam rumah duka.
Ia
sengaja membawa kami masuk ke rumah kakaknya agar dapat beristirahat sejenak.
Sementara peti jenazah suaminya dibaringkan di rumahnya yang baru saja di
bangun di belakang rumah kakaknya.
Dalam
pembicaraan kami sore ini, MD mengaku bahwa ia merupakan mantan migran yang
sudah pulang kembali ke Malaka. Ia dan suaminya pernah bekerja bersama-sama di
Malaysia. Namun MD memutuskan untuk kembali ke tanah air dan membesarkan anak
semata wayang mereka, AN meskipun suaminya tetap bekerja di Malaysia selama
kurang lebih 10 tahun.
Mereka
memiliki mimpi untuk membangun rumah yang lebih layak dan permanen. Sang suami
bekerja keras untuk menghidupi MD dan AN sekaligus untuk mewujudkan rumah baru
idaman mereka.
“Beberapa waktu
sebelum meninggal, suami saya berjanji untuk kembali secepatnya ke kampung
halaman dan tinggal di rumah yang baru saja kami bangun suster. Namun belum
sempat ia merasakan tinggal di rumah barunya, ia sudah meninggal di negeri
orang dan pulang dalam peti jenazah,” ujarnya datar.
“Tuhan punya
rencana yang terindah untuk mama dan AN,” ujar Suster Laurentina PI
menenangkan.
Ia
hanya mengangguk dan tampaknya masih sulit menerima kedukaan. Kemudian kami
segera dihantarkan kepenginapan di Betun untuk mandi dan berkemas mengikuti
misa requiem yang akan dimulai pukul 19.30 WITA.
Romo Pius Pr memimpin misa requiem di kediaman jenazah SB |
Misa
berlangsung hikmad, meskipun aku tidak terlalu mengerti apa yang disampaikan
oleh Romo Pius Pr saat berkotbah dalam bahasa Dawan. Para umat memadati rumah
duka dan tenda di halaman untuk memberikan penghormatan terakhir pada SB. Usai
misa, kami santap malam bersama dengan seluruh umat. Kemudian kami kembali ke penginapan
di Betun untuk beristirahat.
Pada
hari Minggu (30/9/2018) kami menuju ke rumah duka. Sesampainya di tempat duka,
kami mengikuti misa penguburan yang dipimpin oleh Romo Pius. Sebelum turun dari
mobil, kami menggunakan selendang khas Timor, sama seperti yang digunakan semua orang yang datang melayat.
Pada
saat misa pemberkatan peti jenazah, ada beberapa kelompok ibu-ibu yang menangis
tersedu-sedu. Saat itu jua air mataku mengalir begitu saja. Tak terasa pipiku
terasa panas. Aku terenyuh. Sedih rasanya ketika mendengar tangisan pilu yang
membawaku pada peristiwa duka yang kualami 10 tahun silam saat aku kehilangan
adikku. Kala itu, aku sangat terpukul. Perasaan itu kembali muncul hari ini.
Aku memanjatkan doa untuknya dan untuk arwah SB. Aku benar-benar bisa merasakan
bagaimana duka keluarga yang ditinggalkan oleh almarhum saat ini.
Usai
misa, keluarga menyediakan santap siang bersama. Semua umat yang hadir wajib
santap siang. Rumornya, pihak keluarga yang berduka akan kecewa jika tamu yang
hadir tidak mencicipi makanan yang telah disediakan, jadi ini merupakan makan
siang yang kedua bagi kami.
Setelah
makan siang, pihak keluarga segera melanjutkan acara penguburan. Mereka berbaris
dalam prosesi perarakan menuju ke makam yang
terletak di belakang rumah. Peti kemudian dimasukkan kedalam bak yang terbuat
dari semen. Jenazah tidak dikuburkan di dalam tanah, melainkan diatas tanah.
Peti SB di rarak menuju ke pemakaman di belakang rumah |
Kemudian
pihak keluarga akan meletakkan bunga rampai sebagai tanda perpisahan terhadap
jenazah. Tak hanya itu, peralatan memasak seperti wajan kecil, sendok masak dan
beberapa perlengkapan masak lainnya juga dimasukkan kedalam makam. Setelah itu,
makam ditutup dengan campuran semen. MD duduk terpaku di depan makam.
Tatapannya kosong.
Tak
lama kemudian, kami berpamitan dengan seluruh keluarga yang berduka. Kami
berharap kehadiran kami bisa memberikan peneguhan kepada keluarga yang berduka.
“Selamat jalan SB,
semoga engkau bisa beristirahat dengan tenang dalam cahaya abadi bersama Allah
Bapa di surga dan menjadi pendoa buat keluarga dan sanak saudara yang
ditinggalkan,” gumamku sebelum meninggalkan lokasi. Semoga keluarga besar MD juga
diberikan ketabahan dan penghiburan untuk dapat bangkit dari kedukaan ini.
***