Tuesday, July 16, 2019

Dicurigai Bocor, Peti Jenazah Tak Berbau

#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (38)

Aku mulai tersadar ketika ada seseorang yang mengetuk jendela kamarku dan memanggil namaku pada Rabu (12/12/2018) pukul dua dini hari. Salah satu suster PI  baru tiba di Biara PI Maubesi setelah mengikuti beberapa kegiatan di pulau Jawa. Dengan demikian, tentu hari ini aku bisa kembali ke Biara PI Kupang. Ketika jam menunjukkan pukul 05.00 WITA, aku bangun dan berkemas-kemas mengikuti misa. Setelah misa selesai, aku sarapan dan berpamitan dengan suster untuk berangkat menuju ke Kupang dengan menaiki Bus Paris pada pukul 08.00 WITA.

Perjalanan terasa sangat singkat. Pada pukul 15.00 WITA aku tiba di Biara susteran PI Kupang. Setelah meletakkan barang bawaan, aku segera mandi dan bersiap-siap untuk menemani Suster Laurentina PI ke rumah salah satu anggota pelayan kargo, Oma Pendeta Emy Sahertian yang sedang sakit. Kami berangkat dari biara pukul 16.00 WITA menggunakan sepeda motor.

Sebelumnya, Oma Pendeta Emy Sahertian sudah menjalani rawat inap selama kurang lebih seminggu di salah satu rumah sakit di Kupang karena penyakit gula dan maag. Kami membawa beberapa buah tangan dan ingin menguatkannya. Tentu ini merupakan sebuah dukungan dan motivasi baginya untuk tetap semangat dalam menjalani masa pengobatan agar bisa berkarya kembali khususnya dalam Pelayanan Kargo di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT.

Tak lama kemudian, Mama Pendeta Ina dan juga Mama Keren (seorang berkebangsaan Amerika yang diperbantukan di Indonesia untuk Gereja Masehi Injili Timor) datang menjenguk Oma Pendeta Emy Sahertian. Para pejuang kemanusiaan NTT ini berkumpul kembali untuk menguatkan salah seorang sahabatnya yang sedang sakit.

“Baiklah oma Emy, cepat sehat ya. Kami tidak bisa berlama-lama disini karena akan menjemput jenazah yang akan datang jam 10 malam nanti,” ujar Suster Laurentina PI sambil memeluknya seusai obrolan hangat.

 “Terimakasih banyak ya suster. Doakan agar saya cepat sembuh. Maaf ya untuk malam ini saya belum bisa ikut bergabung di kargo,” jawabnya.

“Tidak masalah oma. Jaga kesehatan dulu ya, jangan pikirkan tentang tugas. Kalau oma sehat pasti kita bisa sama-sama berjuang di kargo,” jawabnya sembari merangkul sekaligus pertanda pamit.

Setelah pulang dari rumah Oma Pendeta Emy Sahertian, kami kembali ke biara untuk santap malam. Kali ini hanya aku dan Suster Laurentina PI yang berada di ruang makan, sementara para suster yang lainnya sudah masuk kedalam kamar masing-masing. Usai makan, kami langsung bersiap-siap untuk melaksanakan tugas Pelayanan Kargo. 

Pada pukul 22.00 WITA, kami segera melaju dengan sepeda motor ke Kargo Bandara El Tari untuk menjemput jenazah atas nama VD tanpa Oma Emmy. Menurut data BP3TKI, ini merupakan jenazah ke-97 di tahun 2018 dan jenazah ke-47 selama keberadaan di Kupang, NTT. Jenazah yang berasal dari Cunggi, Compang Lawi, Sambi Rampah, Borong, Manggarai Timur ini rencananya akan disambut oleh pastor paroki Watunggong ketika tiba pada Jumat (14/12) di Bandara Maumere. Penyebab kematian jenazah ini diketahui karena menderita kencing manis. Pria kelahiran 22 Desember 1982 ini meninggal saat dirawat di Rumah Sakit Sibu pada Kamis (6/12) lalu. 

Suster Laurentina PI dan Pater Deus OCD menyambut jenazah di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT
Setelah menunggu, akhirnya jenazah keluar dari kereta kargo pada pukul 23.20 WITA. Sama seperti yang dialami sebagian besar jenazah lainnya, tidak ada seorangpun keluarganya yang datang menyambut kepulangannya ke tanah air. Ketika peti hendak dipindahkan dari kereta kargo ke mobil jenazah, beberapa orang yang bekerja di kargo membantu mengangkat peti, segera melepaskan pegangannya dan menghindar. Ternyata bagian bawah peti berair dan basah, namun tidak berbau. Mereka mencurigai bahwa air tersebut merupakan cairan dari jenazah.

“Petinya kayaknya bocor,” ujar salah satu diantara mereka.

“Wah, ia benar,” jawab yang lain sambil melepaskan pegangan mereka secara tiba-tiba.

Untung saja peti sudah berada di dalam mobil ambulans.

“Kalian tidak boleh begitu. Ini bukan cairan dari dalam peti tetapi air biasa. Tidak berbau. Kalau dari dalam peti tentu saja sudah berbau,” jawab perwakilan BP3TKI, Pak Stefanus kesal. 

Suster Laurentina PI melihat kondisi peti yang diduga bocor
Pak Stefanus sedikit jengkel karena beberapa pria yang membantu mengangkat peti mengira bahwa cairan tersebut berasal dari dalam peti jenazah, namun ternyata peti terkena hujan dan basah saat tiba di tempat transit.

“Kalau memang tidak tahu, jangan sembarangan omong karena bahaya. Kalau pihak penerbangan mendengarnya pasti mereka tidak mau angkut peti ini ke tempat tujuan. Apa dia mau bertanggungjawab kalau peti tidak bisa diberangkatkan?” celetuknya sambil meninggalkan kerumunan.

Tak kami hiraukan apa yang terjadi, kami segera menyambut jenazah VD dalam doa. Pater Deus OCD yang hadir memimpin doa dengan khusyuk bersama dengan Suster Laurentina PI dan beberapa orang perwakilan GMIT. Kami berharap semoga jenazah bisa beristirahat dengan tenang dalam cahaya abadi bersama Allah Bapa di surga dan keluarganya diberikan ketabahan. 

Pater Desus OCD memimpin doa penyambutan jenazah VD
Usai memanjatkan doa, mobil jenazah ditutup dan jenazah akan menginap selama 1 malam di RSUD W.Z Yohanes Kupang sebelum diterbangkan ke daratan Flores pada keesokan harinya. Semoga semua proses pemulangan berjalan lancar seturut dengan kehendak-Mu ya Tuhan dan semoga keluarga jenazah bisa segera terhibur dari kedukaan ini.  
***