#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (38)
Aku
mulai tersadar ketika ada seseorang yang mengetuk jendela kamarku dan memanggil
namaku pada Rabu (12/12/2018) pukul dua dini hari. Salah satu suster PI baru tiba di Biara PI Maubesi setelah mengikuti
beberapa kegiatan di pulau Jawa. Dengan demikian, tentu hari ini aku bisa kembali
ke Biara PI Kupang. Ketika jam menunjukkan pukul 05.00 WITA, aku bangun dan berkemas-kemas
mengikuti misa. Setelah misa selesai, aku sarapan dan berpamitan dengan suster untuk
berangkat menuju ke Kupang dengan menaiki Bus Paris pada pukul 08.00 WITA.
Perjalanan
terasa sangat singkat. Pada pukul 15.00 WITA aku tiba di Biara susteran PI
Kupang. Setelah meletakkan barang bawaan, aku segera mandi dan bersiap-siap
untuk menemani Suster Laurentina PI ke rumah salah satu anggota pelayan
kargo, Oma Pendeta Emy Sahertian yang sedang sakit. Kami berangkat dari biara pukul
16.00 WITA menggunakan sepeda motor.
Sebelumnya,
Oma Pendeta Emy Sahertian sudah menjalani rawat inap selama kurang lebih seminggu di salah satu rumah
sakit di Kupang karena penyakit gula dan maag. Kami membawa beberapa buah
tangan dan ingin menguatkannya. Tentu ini merupakan sebuah dukungan dan
motivasi baginya untuk tetap semangat dalam menjalani masa pengobatan agar bisa
berkarya kembali khususnya dalam Pelayanan Kargo di Kargo Bandara El Tari
Kupang, NTT.
Tak
lama kemudian, Mama Pendeta Ina dan juga Mama Keren (seorang berkebangsaan
Amerika yang diperbantukan di Indonesia untuk Gereja Masehi Injili Timor)
datang menjenguk Oma Pendeta Emy Sahertian. Para pejuang kemanusiaan NTT ini berkumpul kembali
untuk menguatkan salah seorang sahabatnya yang sedang sakit.
“Baiklah
oma Emy, cepat sehat ya. Kami tidak bisa berlama-lama disini karena akan
menjemput jenazah yang akan datang jam 10 malam nanti,” ujar Suster Laurentina
PI sambil memeluknya seusai obrolan hangat.
“Terimakasih banyak ya suster. Doakan agar
saya cepat sembuh. Maaf ya untuk malam ini saya belum bisa ikut bergabung di
kargo,” jawabnya.
“Tidak
masalah oma. Jaga kesehatan dulu ya, jangan pikirkan tentang tugas. Kalau oma
sehat pasti kita bisa sama-sama berjuang di kargo,” jawabnya sembari merangkul
sekaligus pertanda pamit.
Setelah
pulang dari rumah Oma Pendeta Emy Sahertian, kami kembali ke biara untuk santap malam. Kali ini
hanya aku dan Suster Laurentina PI yang berada di ruang makan, sementara para
suster yang lainnya sudah masuk kedalam kamar masing-masing. Usai makan, kami
langsung bersiap-siap untuk melaksanakan tugas Pelayanan Kargo.
Pada
pukul 22.00 WITA, kami segera melaju dengan sepeda motor ke Kargo Bandara El
Tari untuk menjemput jenazah atas nama VD tanpa Oma Emmy. Menurut data BP3TKI, ini
merupakan jenazah ke-97 di tahun 2018 dan jenazah ke-47 selama keberadaan di
Kupang, NTT. Jenazah yang berasal dari Cunggi, Compang Lawi, Sambi Rampah,
Borong, Manggarai Timur ini rencananya akan disambut oleh pastor paroki
Watunggong ketika tiba pada Jumat (14/12) di Bandara Maumere. Penyebab kematian
jenazah ini diketahui karena menderita kencing manis. Pria kelahiran 22
Desember 1982 ini meninggal saat dirawat di Rumah Sakit Sibu pada Kamis (6/12)
lalu.
Suster Laurentina PI dan Pater Deus OCD menyambut jenazah di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT |
Setelah
menunggu, akhirnya jenazah keluar dari kereta kargo pada pukul 23.20 WITA. Sama
seperti yang dialami sebagian besar jenazah lainnya, tidak ada seorangpun keluarganya yang datang
menyambut kepulangannya ke tanah air. Ketika peti hendak dipindahkan dari
kereta kargo ke mobil jenazah, beberapa orang yang bekerja di kargo membantu mengangkat peti, segera
melepaskan pegangannya dan menghindar. Ternyata bagian bawah peti berair dan basah, namun
tidak berbau. Mereka mencurigai bahwa air tersebut merupakan cairan dari
jenazah.
“Petinya
kayaknya bocor,” ujar salah satu diantara mereka.
“Wah,
ia benar,” jawab yang lain sambil melepaskan pegangan mereka secara tiba-tiba.
Untung
saja peti sudah berada di dalam mobil ambulans.
“Kalian
tidak boleh begitu. Ini bukan cairan dari dalam peti tetapi air biasa. Tidak
berbau. Kalau dari dalam peti tentu saja sudah berbau,” jawab perwakilan
BP3TKI, Pak Stefanus kesal.
Suster Laurentina PI melihat kondisi peti yang diduga bocor |
Pak
Stefanus sedikit jengkel karena beberapa pria yang membantu mengangkat peti mengira
bahwa cairan tersebut berasal dari dalam peti jenazah, namun ternyata peti
terkena hujan dan basah saat tiba di tempat transit.
“Kalau
memang tidak tahu, jangan sembarangan omong karena bahaya. Kalau pihak
penerbangan mendengarnya pasti mereka tidak mau angkut peti ini ke tempat tujuan. Apa dia mau
bertanggungjawab kalau peti tidak bisa diberangkatkan?” celetuknya sambil
meninggalkan kerumunan.
Tak
kami hiraukan apa yang terjadi, kami segera menyambut jenazah VD dalam doa. Pater Deus OCD yang hadir memimpin doa dengan khusyuk bersama
dengan Suster Laurentina PI dan beberapa orang perwakilan GMIT. Kami berharap
semoga jenazah bisa beristirahat dengan tenang dalam cahaya abadi bersama Allah
Bapa di surga dan keluarganya diberikan ketabahan.
Pater Desus OCD memimpin doa penyambutan jenazah VD |
Usai
memanjatkan doa, mobil jenazah ditutup dan jenazah akan menginap selama 1 malam
di RSUD W.Z Yohanes Kupang sebelum diterbangkan ke daratan Flores pada keesokan
harinya. Semoga semua proses pemulangan berjalan lancar seturut dengan kehendak-Mu ya Tuhan dan semoga keluarga jenazah bisa segera terhibur dari kedukaan ini.
***