Sabtu
(15/12/2018) malam, aku menjemput jenazah PMI yang ke-49 terhitung sejak
keberadaanku di Kupang, NTT pada April 2018 lalu. Kali ini, aku ditemani oleh
suster Vero PI dan juga seorang nona dari Maubesi, Fatma. Kami berangkat dari biara
menuju ke Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT pada pukul 22.00 WITA dengan
mengendarai dua sepeda motor secara beriringan.
Ketika
tiba di Kargo, kami segera menyalami perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan juga
BP3TKI Kupang yang sudah tiba terlebih dahulu dibandingkan kami. Sementara di
pojok Kargo terdapat keluarga dari jenazah MB yang akan tiba malam ini. Jenazah
kali ini merupakan jenazah seorang ibu yang memiliki dua orang anak yang
mengalami Intracranial bleeding dan
menghembuskan nafas terakhirnya di Klinik kesehatan Beluru, Sarawak, Malaysia pada 9 Desember 2018 yang
lalu. Setelah seminggu meninggal, MB baru bisa kembali ke tanah air meskipun dalam keadaan terbujur kaku.
Dari
hasil pembicaraanku dengan salah satu mama yang ternyata ipar dari MB,
diketahui bahwa almarhum sudah bekerja selama kurang lebih 7 tahun di Malaysia.
“Dia
ikut suaminya bekerja di Malaysia. Ya sudah 7 tahun tidak pernah pulang
menjenguk keluarganya dan anak-anaknya,” ujarnya sambil menggendong seorang puteri.
Ia
mengaku bahwa puteri pertama dari MB sedang duduk di bangku SMA dan puteri
bungsunya di bangku SMP.
“Kedua
anak tersebut dibesarkan oleh neneknya saat almarhum memutuskan untuk bekerja
mengikuti suaminya di perkebunan sayuran Malaysia,” ujarnya lagi.
Menurutnya, meskipun
sudah 7 tahun bekerja, keduanya tidak pernah kembali ke kampung halaman,
melainkan mengirimkan uang untuk biaya hidup dan sekolah kedua anaknya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana kedua anaknya sangat merindukan kedua orangtuanya.
Pada
malam yang sama, suami MB yang juga dari Malaysia tiba bersamaan di Kargo. Ia ingin menghantarkan isterinya sampai ke tempat
peristirahatan terakhir di kampung
halamannya di Kiuoni, RT/RW
008/004, Desa Kiuoni, Kec Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT secara langsung. Tentu segala ongkosnya ditanggung pribadi olehnya.
Jenazah MB dipindahkan dari kereta Kargo ke ambulans |
Setelah
jenazah tiba, peti dipindahkan dari kereta Kargo ke ambulans. Semua rombongan berkeliling dan
mendoakan jenazah yang dipimpin oleh Mama pendeta Ina. Setelah itu, suami MB masuk ke dalam mobil ambulans dan duduk di sebelah peti jenazah. Dari raut wajahnya tergambar kesedihan yang mendalam. Sesekali kudapati pandangan kosong pada tatapan matanya. Barang kali ia berpikir apa yang akan dilakukannya setelah penguburan, akan bagaimana kedepannya dan mungkin banyak hal lain yang membebaninya. Entahlah, tak ada yang tahu selain dia dan Tuhan, tak juga keluarga besarnya yang ikut mengiringi mobil ambulans menuju ke rumah dukanya di Kiuoni bersama lengkingannya yang menyayat pilu. Meraung sepanjang jalan dan mengoyak setiap hati yang dilintasi. Suaranya semakin keras tak mampu diredam kesunyian malam.
Suster Vero PI dan Mama Pendeta Ina mendoakan jenazah MB |
Sementara itu, kami yang masih tinggal di kargo segera saling berpamitan dan kembali ke biara.
Tepat pada pukul 24.00 WITA, kami tiba di biara. Terimakasih banyak sudah
menghantarkan jenazah selamat hingga ke tanah air dan juga menghantarkan kami
hingga tiba di biara ya Tuhan. Semuanya karena perlindungan-Mu yang nyata.
Kasihanilah kami ya Tuhan, semoga tidak ada lagi duka di tanah ini karena kiriman peti dari negara seberang. Selamatkanlah Tanah Karang ini dari duka, derita dan nestapa. Amin.
***