#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (29)
Hari
ini, Selasa (25/9/2018) aku dan Suster Laurentina PI menjemput jenazah atas
nama KB di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT. Jenazah diketahui berasal dari
Wairhang RT/RW 002/001 Desa Nangatobong, Kec Waigete, Kab Sikka, NTT.
Kami
tiba pukul 12.30 WITA dan bertemu dengan pihak keluarga KB. Namun sangat
disayangkan, pihak keluarga yang datang merupakan keluarga jauh yang sama
sekali tidak mengenal jenazah.
“Kami mendapat
telpon dari kampung untuk menjempuh jenazah yang transit di Kupang. Kami sama
sekali tidak mendapatkan gambaran jenazah yang kami jemput seperti apa, tapi
karena satu kampung ya kami terpaksa harus datang” ujar salah seorang Bapak.
Aku
bisa menangkap raut wajah kesal bapak itu yang sambil menunggu kedatangan
jenazah KB di Kargo.
“Coba bayangkan
saja mbak, saya harus meninggalkan pekerjaan saya untuk menjemput jenazah yang
tidak saya kenal. Katanya keluarga, masih satu nenek moyang, tapi saya sama
sekali tidak kenal,” ujarnya lagi.
Aku
sedikit terkejut dengan kesaksian bapak itu. Ini kali kedua aku bertemu
dengannya di Kargo Bandara. Aku berusaha mengingat kapan terakhir kali bertemu
dengan si Bapak dalam penjemputan jenazah. Aku mencoba menyinggung siapa saja
korban yang sudah dijemputnya di Kargo Bandara. Kemudian ia melontarkan salah
satu nama jenazah PMI DN asal Larantuka yang dipulangkan pada 30Agustus 2018
yang lalu. Aku berusaha memahami kekesalan yang diluapkannya siang itu.
“Aku selalu
mendapatkan panggilan setiap kali ada jenazah dari luar negeri yang transit di
Kupang. Mereka pergi tanpa pemberitahuan kepada keluarga, pulang begini sudah
jadi mayat. Kalau senangnya saja pasti selalu dinikmati mereka sendiri tanpa
berbagi, tetapi kalau sudah sedih dan berduka begini baru kontak kita keluarga
untuk mengurus kepulangannya. Memangnya kita tidak ada kerjaan lain selain
menjemput-jemput jenazah?” ujarnya lagi.
Pihak
keluarga lain yang mendengarkan keluhan itu hanya diam tanpa bereaksi
sedikitpun.
“Lain kali kalau
ada jenazah datang, saya sudah bilang kepada keluarga untuk tidak mengontak
saya. Terserah keluarga, tidak suka dengan saya karena ini ya terserah yang
penting pekerjaan saya tidak terbengkalai,” ujarnya lagi.
Aku
segera mengakhiri pembicaraan dengan yang bersangkutan dan fokus pada
kedatangan jenazah saat kereta kargo sudah tiba di gerbang Kedatangan Kargo.
Ketika jenazah tiba, pihak keluarga segera membantu menurunkan peti ke
ambulans.
Seperti
biasanya, kami menyambut jenazah dengan doa yang dipimpin oleh Suster
Laurentina PI. Usai berdoa, peti jenazah yang terbungkus dengan rapi segera
dibawa oleh mobil ambulans menuju ke RSUD W.Z. Yohanes Kupang.
Melalui
surat keterangan diketahui bahwa jenazah KB merupakan PMI yang meninggal karena
menderita sakit kencing manis dan darah tinggi di Rumah Pekerja Bukit Robson,
Brickfields Kuala Lumpur. Berdasarkan surat keterangan Polisi Diraja Malaysia,
diketahui bahwa yang melaporkan kematian adalah rekan kerjanya, Jemi Banoet. Ia
mewakili keluarga menolak permintaan otopsi pada jenazah KB.
Kata-kata
dari salah satu anggota keluarga KB yang mengeluh dengan kedatangan jenazah PMI
masih terngiang di kepalaku. Tampaknya kedatangan jenazah PMI yang beberapa
kali mengharuskannya untuk terlibat dalam penjemputan jenazah di Kargo menjadi
beban tersendiri baginya. Raganya memang hadir menyambut jenazah di kargo,
namun jiwanya tidak berada disini. Sangat disayangkan, ada hubungan kerabat
dengannya, namun ia keberatan dengan keterlibatannya sebagai bagian dari
keluarga yang berduka.
Aku
berharap, semoga jenazah bisa beristirahat dengan tenang di surga dan meskipun
ia disambut dalam keadaan hati yang dongkol
oleh keluarga, semoga tak menghilangkan penguatan bahwa sekalipun ia PMI yang
sudah meninggalkan negara, namun ia tetap berasal dari keluarga dan menjadi
bagian dari keluarga. Jika kematiannya tiba, sudah sewajarnya anggota keluarga
merasakan kehilangan dan mengurus pemakamannya, bukan justru tak berempati
seditpun dan merasa terbebani.
Keesokan
harinya, Rabu (26/9/2018) aku dan Suster Laurentina PI memberangkatkan jenazah KB.
Kami tiba di Kargo pada pukul 10.00 WITA dan melihat bahwa peti jenazah KB sudah
terbungkus rapi dan diletakkan di Tempat Jenazah Kargo. Kami segera menyalami
seluruh keluarga yang berada di ruangan tersebut dan duduk menunggu kedatangan kereta
kargo yang akan mengangkut jenazah ke bagian keberangkatan.
Dalam
pemberangkatan kali ini, kami menunggu cukup lama karena kereta jenazah baru
tiba pada pukul 11.06 WITA. Sambil menunggu, kami kembali mendengarkan
pengakuan dari keluarga mengenai ketidaktahuan mereka terkait jenazah. Seorang
pria (bukan pria yang kutemui kemaren) mengaku heran saat mendapat kabar
mengenai kematian jenazah atas nama KB. Ia sempat mengira bahwa jenazah yang
diterimanya merupakan jenazah keponakannya, ternyata jenazah tersebut merupakan
saudara ipar jauh dari keponakannnya.
“Saya baru dapat
kabar tadi pagi mengenai jenazah ini. Ternyata waktu saya menanyakan kepada Pak
Mulen Sogen kenapa dibelakang nama jenazah tidak tertera nama Sogen, maka ia
jawab bahwa jenazah memang bukan fam Sogen,” tuturnya.
Jenazah
yang sebelumnya dikira anak dari Pak Mulen Sogen merupakan ipar dari anaknya
Pak Mulen Sogen.
“Ternyata
jenazah ini benar-benar bukan kita kenal, masih sangat jauh, tapi mau bagaimana
lagi, sudah terlanjur kita yang urus disini, ya terpaksa” ujarnya lagi.
Aku
sedikit sedih mendengar pengakuannya karena keluhan itu sama tak jauh beda dengan
pria kemaren yang menggerutu saat menjemput jenazah. Keluarga yang menjemput
kali ini tidak seikhlas keluarga-keluarga yang sebelumnya kutemui. Biasanya meskipun
keluarga tidak mengenal jenazah, mereka tetap akan mendoakan secara ikhlas
tanpa banyak komentar. Namun kali ini sangat berbeda.
Dari
37 jenazah yang kami terima terhitung sejak April hingga September 2018,
kebanyakan dipulangkan tanpa dijemput oleh keluarga. Jika demikian, orang-orang
di Kupang yang merasa berasal dari kampung yang sama biasanya akan ikhlas
menerima dan mendoakan jenazah. Tak hanya itu, mereka rela untuk berjaga
semalam-malaman di RSUD Yohanes Kupang untuk menemani jenazah hingga
diberangkatkan ke daerah asal. Sangat berbeda dengan nuansa perkumpulan dari
keluarga yang menjemput kali ini.
Menurutku
jika memang tidak ikhlas melakukan sesuatu, lebih baik tidak melakukannya sama
sekali. Kurang baik jika suatu pekerjaan dilakukan namun tidak ikhlas dan
menggerutu dalam pelaksanaanya. Tidak akan menjadi berkat baginya ataupun si
penerima bantuan. Pemberian bukan dari banyak dan besarnya nilai suatu
pemberian melainkan seberapa besar keihklasan dan ketulusan dibalik pemberian
itu.
Hal
ini mungkin masih sulit diterapkan pada manusia yang sejatinya masih mengenal
untung dan malang, suka dan duka, tetapi toh
harus tetap berjuang untuk berlatih mengedepankan sisi kemanusiaan bagi
sesama yang menderita dengan penuh keihklasan.
Peti KB dimasukkan ke dalam mesin X-Ray Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT |
Saat kereta kargo tiba, kami mendoakan jenazah KB yang dipimpin oleh suster Laurentina PI dan melepasnya melalui mesin X-Ray. Semoga ia bisa dikuburkan dengan layak oleh keluarganya di kampung halaman dan beristirahat tenang dalam cahaya abadi bersama Bapa di surga.
***