#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (8)
Aku selalu menghitung jumlah jenazah yang sudah
kujemput bersama suster Laurentina PI dan hari ini Selasa (5/6/2018) kami
kembali menjemput jenazah yang ke sembilan. Kali ini jenazah yang dipulangkan
sangat mendadak dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Jenazah wanita atas
nama LL dipulangkan kembali ke Indonesia setelah bekerja selama 2 tahun
di Malaysia.
LL meninggalkan 4 orang anak akibat insiden kecelakaan
lalulintas yang merenggut nyawanya saat berkendara bersama dengan suaminya di
Papit 7 Sungai Leman, Malaysia pada 1 Juni 2018 pukul 14.00 sore. Akibat geger
otak LL meninggal di tempat, sementara suaminya AK yang mengendarai sepeda
motor mengalami luka parah pada bagian tangan, kaki dan sedang kritis di rumah
sakit. Olehkarena itu AK tidak dapat mengantarkan jenazah isterinya pulang ke
tanah air.
Atas permintaan adik ipar korban, NK yang juga bekerja
di Malaysia, jenazah segera diotopsi di Rumah Sakit Tanjung Karang, Malaysia
dan dilaporkan ke kepolisian untuk segera di urus pemulangannya ke pihak
kedutaan.
Berdasarkan keterangan yang dibuat oleh NK, LL dan AK
dinyatakan tidak memiliki dokumen yang lengkap sehingga pihak kedutaan tidak
bersedia menanggung biaya pemulangan LL. Seluruh biaya pemulangan jenazah LL
dari Malaysia menuju ke Kupang ditanggung sepenuhnya oleh pihak keluarga yang
ada di daerah asalnya di Desa Alkani, Wewiku, Kabupaten Belu, NTT.
Setelah pihak BP3TKI mendapatkan laporan mengenai
pemulangan korban dari Malaysia akan tiba di Kupang, maka perwakilan dari
BP3TKI datang menjemput korban ke Kargo Bandara El Tari Kupang dan menghubungi
Koalisi Anti Human Trafficking NTT untuk menjemput jenazah di
Kargo.
Ketika jenazah sudah tiba di Kupang, tak ada satupun
pihak keluarga yang berada di lokasi. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya
suster Laurentina PI memutuskan untuk segera mendoakan jenazah. Ketika doa bapa
kami dipanjatkan, pihak keluarga yakni seorang ibu dan seorang nona yang masih
remaja mendekati peti dan meraung.
Suster Laurentina PI menyambut jenazah dalam doa |
“Oh
Tuhan,,,” teriak si ibu tersedu-sedu sambil memegangi jenazah. Sinona tampak
memegangi ibunya yang terisak pilu.
Hatiku kembali tersayat. Tak bisa kubayangkan
bagaimana perasaan hancur sang suami saat mengetahui sang isteri tercinta telah
tiada, sementara ia harus terbaring lemah tidak berdaya di rumah sakit. Pihak
keluarga yang di kampung tentu menanti kepulangan jenazah dengan hati yang tak
kalah remuknya. Kedua wanita tersebut segera naik ke dalam mobil
ambulans. Air mata si nona terus mengalir meskipun tidak bersuara. Tentu hal
itu jauh lebih menyakitkan.
Ketika pintu ambulans sudah ditutup, seorang wanita perwakilan
dari salah satu partai yang beratribut kuning berusaha menggapai sang ibu yang
sudah berada di mobil ambulans melalui jendela. Ia berusaha memasukkan
kepalanya ke dalam ambulans.
“Mama yang
sabar ya,” ucapnya sambil mengelus punggungnya dari jendela ambulans.
Dengan tatapan turut berduka, ia terlihat berusaha
mengorek lebih dalam lagi informasi mengenai jenazah dari ibu yang sudah lemah
tak berdaya.
“Kapan
jenazah mulai bermigrasi ke Malaysia?”
“Saya tidak
tahu pasti. Mungkin sudah 2 tahun yang lalu ia ikut suaminya ke Malaysia,” ujar
si ibu sambil menoleh dengan wajah sembab.
“Ah,,,
wanita itu tampaknya tidak mengerti situasi dan kondisi. Masih saja menghujani
perempuan yang tak berdaya itu dengan ragam pertanyaan. Tidakkah ia bisa
sedikit simpatik dengan hanya mengelus punggungnya saja?” celetukku dalam hati.
Setelah mendapatkan jawaban, Satgas Golkar tersebut
segera menutup kembali kaca jendela mobil dan berlalu. Sementara itu mobil
ambulans sudah bersiap-siap untuk berangkat menuju daerah asal jenazah. Sungguh pemandangan yang janggal. Aku kehilangan kata.
“Dia hanya
membuka kaca untuk menanyakan hal itu?”
Sementara dari raut wajah ibu yang berduka itu mungkin
berharap tindakan lain yang jauh lebih menghibur dibandingkan sekedar
pertanyaan basa basi yang justru memuakkan.
Tiba-tiba janji wanita berbaju kuning itu terlintas
dibenakku dalam penjemputan beberapa waktu silam saat sedang menunggu
kedatangan jenazah PMI dari Malaysia. Ia dengan terang-terangan berjanji di
depan halaman Kargo jika ia menang, maka akan memperjuangkan nasib PMI dengan
mengusahakan pembuatan asuransi bagi para PMI baik yang berdokumen maupun tidak
berdokumen.
Aku hanya berharap dari lubuk hatiku yang terdalam,
semoga apa yang ia janjikan dapat diwujudkannya jika (partainya) menang meskipun
sebenarnya sangat tidak manusiawi berkampanye dalam suasana duka. Semua sarat
kepentingan! Apalagi ditahun politik ini, DUKA bisa menjadi kendaraan untuk
mencapai SUKA bagi kelompok tertentu. Miris bukan? Ya, begitulah adanya. Selalu
ada kisah dibalik penjemputan jenazah dan kisah kali ini sangat miris.
***