Hari
ini, Kamis (2/8/2018) aku menjemput dua jenazah atas nama BD dan RB yang
merupakan jenazah ke-28 dan 29 yang kuterima semenjak menapakkan kaki di Negeri
Cendana ini.
Aku
sudah tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang pada pukul 12.00 WITA. Sesampainya
di ruang jenazah, aku bertemu dengan anggota keluarga IKEF (Ikatan Keluarga
Kabupaten Ende Flores Kupang) dan juga KOMIMAKU (Komunitas Lio Maumere Kupang)
yang akan menjemput jenazah atas nama Bonisius. Meskipun mereka mengaku tidak
mengenal jenazah yang akan mereka jemput, namun karena persaudaraan sekampung
alias sedaerah asal, maka mereka tergerak hatinya untuk mengajak temannya yang
lain untuk berpartisipasi dalam menjemput jenazah.
Menurut
salah satu anggota IKEF yang hadir, Kanius keberadaan organisasinya sangat
membantu dalam mempererat hubungan satu dengan yang lainnya. Ikatan yang
dibentuk melalui organisasi ini sangat efektif menyatukan hubungan persaudaraan
di Kupang baik dalam kondisi sukacita maupun dukacita atau berkaitan dengan kepentingan
adat lainnya.
Tak
lama kemudian, seorang bapak tua datang mendekati kami. Ia menyalam dan mengaku
sebagai om dari jenazah. Ketika aku mulai menanyakan tentang jenazah, dengan
mata berkaca-kaca ia mengaku sangat kehilangan jenazah asal Fatamari, Ende Lio
Timur ini.
“Sebelum
meninggal, sehari sebelum kematiannya beberapa waktu lalu, jenazah telah
menghubungi seluruh keluarga besarnya di kampung melalui telepon. Seakan-akan
ia tahu bahwa ajalnya sudah dekat,” ujarnya tersedu.
Aku
penasaran dengan kisah kali ini. Kucoba menggali lebih dalam lagi seputar
pembicaraan mereka.
“Ia menanyakan
kabar keluarga dan kerabatnya satu persatu. Ia juga sempat mengirimkan sebagian
pakaiannya kepada isteri tercinta yang bekerja di Batam beberapa hari sebelum
kecelakaan merenggut nyawanya,” tuturnya lagi.
Menurut
informasi dari Omnya, semasa hidupnya, almarhum sudah bekerja di Malaysia sejak
Oktober 2017.
“Sebelumnya, ia
bersama sang isteri sama-sama bekerja di Batam untuk menghidupi 1 anaknya yang
masih berumur 7 tahun. Namun karena ada tawaran bekerja di perkebunan sawit di
Johor Baru, Malaysia, maka ia memutuskan untuk meninggalkan isteri dan anaknya
di Batam demi mencari rupiah,” tuturnya.
Pada
pukul 13.24 WITA jenazah dipindahkan dari kereta Kargo ke ambulans. Namun
ketika jenazah masih di atas kereta kargo, ternyata ada satu lagi jenazah PMI
asal Belu yang juga meninggal di Malaysia, atas nama RB asal Aitaman, Desa
Manleten, Tasifeto Timur, Kab Belu, Atambua.
Kami
segera berdoa bersama yang dipimpin secara katolik oleh pihak keluarga BD.
Sebenarnya mama pendeta Ina sudah bersedia untuk memimpin doa, namun pihak
keluarga ingin mendoakan jenazah menurut ajaran katolik. Setelah berdoa
bersama, jenazah segera dibawa oleh pihak keluarga untuk disemayamkan di rumah
omnya di Liliba. Semua acara penjemputan jenazah diliput oleh media,TVRI.
Sementara
jenazah atas nama RB ini masih menunggu di ruang tunggu jenazah sampai mobil
ambulans BP3TKI selesai mengantar jenazah BD. Jenazah ini meninggal di Malaysia
karena mengidap penyakit Gatrointestinal
Hemorrhage With Coagulopathy (asma).
Ia diketahui sudah bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga selama 2
tahun 3 bulan.
“Demi menafkahi
hidup, ia terpaksa harus meninggalkan suami yang bekerja sebagai tukang
bangunan dan 3 anaknya yang masih duduk di bangku SMA, SMP dan SD” terang salah
satu kerabat yang menjemput jenazahnya.
Pihak
keluarga (iparnya) yang menjemput kedatangannya di Kargo Bandara El Tari Kupang
awalnya menolak untuk dibantu oleh BP3TKI. Ia merasa bingung dan ketakutan jika
dimintai biaya untuk pemulangan jenazah. Namun karena pihak BP3TKI menjelaskan
dan mengatakan bersedia mengurus kepulangannya, akhirnya kakak ipar dari RB ini mau dan percaya. Pihak BP3TKI akhirnya
berkoordinasi dengan anggotanya yang ada di kantor untuk melengkapi seluruh
administrasi.
Jenazah RB menunggu mobil ambulans BP3TKI di ruang jenazah Kargo Bandara El Tari Kupang |
Tuhan
Allah sungguh Maha Baik, pihak keluarga RB diberikan kemudahan karena bisa dibantu
oleh BP3TKI meskipun mendadak. Keluarga mengaku tidak tahu harus melaporkan
kepada siapa sehingga semuanya diurus oleh keluarga dan juga majikan tempatnya
bekerja. Namun untung saja biaya pengiriman jenazah dari Malaysia ke Kupang
difasilitasi oleh PT.
Sebelumnya,
keluarga sudah bertekad untuk menanggung biaya pemulangan jenazah dari Kupang
menuju ke Atambua. Untung saja jenazah RB tiba bersamaan dengan jenazah BD sehingga
bisa juga ditolong oleh BP3TKI sebagai pihak pemerintah.
Hatiku
sedikit terhibur saat mengetahui bahwa ternyata masih ada pihak pemerintah
(BP3TKI) yang peka dan mau melayani dengan sepenuh hati meskipun sudah diluar
mandat dan tugas dari kantor. Mereka sebenarnya hanya mendapat tugas untuk
menangani satu jenazah, namun ketika mengetahui ada jenazah PMI yang jua tiba
di Kupang, suara Tuhan berbicara. Mereka digerakkan untuk bekerja maksimal,
diluar jalur dan ketentuan yang sudah ditetapkan dari kantor. Mereka bahkan
rela menunggu di kargo hingga mobil ambulans yang mengantarkan jenazah BD ke
Liliba kembali lagi ke kargo untuk menjemput jenazah RB.
Namun
ketika jam menunjukkan pukul 15.00 WITA, belum ada tanda-tanda kehadiran mobil
ambulans, sementara itu mama pendeta Ina masih ada urusan yang lainnya. Kami
akhirnya berdoa untuk keselamatan jiwa RB dan mengharapkan peneguhan Tuhan bagi
keluarga yang berduka.
Usai
berdoa, kami pamit dan menyalami pihak keluarga dan BP3TKI. Aku terenyuh dengan
kejadian hari ini. Setidaknya dari 29
jenazah yang sudah kuterima selama di Kupang, ada satu jenazah yang kulihat
dengan matakepalaku sendiri diperjuangkan oleh BP3TKI diluar jam kerja mereka
secara spontan.
Terimakasih
Tuhan, diantara banyaknya kepentingan di Kargo ternyata masih ada pihak-pihak
yang melayani dengan tulus dan aku sungguh merasakannya hari ini. Semoga dengan
peristiwa ini, keluarga yang berduka segera terhibur dan senantiasa berharap
akan Engkau, sang Juru Selamat. AMIN.
***