#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (11)
Bagiku dan Suster
Laurentina PI, hari libur alias tanggal
merah bukan berarti absen untuk menyambut kedatangan jenazah PMI korban
Human Trafficking. Kami kembali menjemput jenazah PMI, ANN yang ke-13 semenjak
keberadaanku di Tanah Karang, Nusa Tenggara Timur.
Jenazah ANN dipindahkan dari kereta Kargo ke Ambulans |
Sungguh
miris mengingat dalam satu minggu ini, terhitung sejak Selasa (12/6) hingga
Jumat (15/6) sudah 4 jenazah PMI yang kami sambut dalam Pelayanan Kargo.
Jenazah atas nama ANN ini sudah merasakan bekerja di dua negara yang berbeda
yakni Malaysia selama 7 tahun dan Singapura selama 6 bulan.
Menurut
kelurganya, ia meninggal karena over dosis obat sakit kepala. Ia meminum obat
sakit kepala sebanyak 6 butir dalam sehari. Hal ini mengakibatkannya mengalami
kejang dan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan.
Aku
dan Suster Laurentina PI telah menunggu di Kargo pada pukul 12.00 WITA namun
kedua anaknya atas nama N (23) dan K (18) baru tiba di Kargo Bandara El Tari
Kupang pada pukul 13.06 WITA. Sementara jenazah baru bisa dikeluarkan dari
dalam Kargo ke ambulans pada pukul 13.13 WITA.
Jenazah ANN disambut dalam doa di Kargo Bandara El Tari |
Kedua
anaknya segera naik ke dalam mobil ambulans memeluk peti ibunya yang pergi
untuk selamanya tanpa didampingi keluarga lainnya dengan isak tangis dan duka
mendalam. Doa jenazah dipimpin oleh mama Pendeta Ina didampingi Suster
Laurentina PI dan juga Pater Michiel Peeters FSCB dari Belanda serta beberapa
relawan Koalisi Peduli Migran NTT.
Usai
berdoa, jenazah dibawa ke RSUD Yohanes Kupang untuk menginap satu malam sebelum
diterbangkan ke Rote dengan menggunakan kapal laut pada Sabtu (16/6) pukul
04.00 WITA.
Pada sore hari, pukul 06.00 WITA kami kembali melayat keluarga yang
berduka di RSUD dan menguatkan di dalam doa. Kami
berdoa bersama dengan beberapa anggota keluarga yang berada di Kupang. Ternyata
keluarga ANN merupakan keluarga besar dan terhormat di NTT, sehingga berita
kematian ini kurang disebarluaskan. Meninggal di luar negeri sebagai PMI
merupakan aib bagi keluarga terhormat. Hanya keluarga kecil yang masih dekat
saja yang mengetahui berita kedukaan ini.
Usai
berdoa, kami mengobrol sebentar dengan kedua anak korban N dan K. Si sulung N mengaku
telah bekerja di sebuah tempat percetakan di Jakarta, sementara si bungsu Kifli
sedang berkuliah di sebuah universitas di Kediri jurusan Fisioterapi. Mereka
sangat terpukul dengan kabar kematian ibunya yang belum pernah bertatap muka selama
7 tahun.
Jenazah ANN didoakan di RSUD Yohanes Kupang, NTT |
N mengaku
sebelum ibunya meninggal, selama satu tahun ia tidak pernah berkomunikasi
karena salah paham. Ia sangat menyesal dengan perbuatannya tersebut dan hanya
bisa meratapi foto ibunya yang sedang tersenyum dan terpajang di atas peti
jenazah.
Sebelum
kami pulang, kami membelikan nasi dan roti untuk kedua anak korban. Setelah menunggu
mereka makan, aku dan Suster Laurentina PI berpamitan serta mengucapkan selamat
jalan kepada keluarga. Kami kembali ke biara pada pukul 21.00 WITA.
Aku
berharap semoga dengan kehadiran kami mampu mengurangi sedikit beban dan bisa
memberikan penghiburan kepada mereka. Semoga keluarga dan peti jenazah bisa
melewat gelombang laut hingga sampai ke Rote dengan selamat dan semoga keluarga
yang berduka segera mendapatkan penghiburan.
***