Wednesday, June 12, 2019

Jenazah ke-13 di Tanggal Merah


#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (11)

Bagiku dan Suster Laurentina PI, hari libur alias tanggal merah bukan berarti absen untuk menyambut kedatangan jenazah PMI korban Human Trafficking. Kami kembali menjemput jenazah PMI, ANN yang ke-13 semenjak keberadaanku di Tanah Karang, Nusa Tenggara Timur. 

Jenazah ANN dipindahkan dari kereta Kargo ke Ambulans
Sungguh miris mengingat dalam satu minggu ini, terhitung sejak Selasa (12/6) hingga Jumat (15/6) sudah 4 jenazah PMI yang kami sambut dalam Pelayanan Kargo. Jenazah atas nama ANN ini sudah merasakan bekerja di dua negara yang berbeda yakni Malaysia selama 7 tahun dan Singapura selama 6 bulan. 

Menurut kelurganya, ia meninggal karena over dosis obat sakit kepala. Ia meminum obat sakit kepala sebanyak 6 butir dalam sehari. Hal ini mengakibatkannya mengalami kejang dan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. 

Aku dan Suster Laurentina PI telah menunggu di Kargo pada pukul 12.00 WITA namun kedua anaknya atas nama N (23) dan K (18) baru tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang pada pukul 13.06 WITA. Sementara jenazah baru bisa dikeluarkan dari dalam Kargo ke ambulans pada pukul 13.13 WITA. 

Jenazah ANN disambut dalam doa di Kargo Bandara El Tari
Kedua anaknya segera naik ke dalam mobil ambulans memeluk peti ibunya yang pergi untuk selamanya tanpa didampingi keluarga lainnya dengan isak tangis dan duka mendalam. Doa jenazah dipimpin oleh mama Pendeta Ina didampingi Suster Laurentina PI dan juga Pater Michiel Peeters FSCB dari Belanda serta beberapa relawan Koalisi Peduli Migran NTT.

Usai berdoa, jenazah dibawa ke RSUD Yohanes Kupang untuk menginap satu malam sebelum diterbangkan ke Rote dengan menggunakan kapal laut pada Sabtu (16/6) pukul 04.00 WITA. 

Pada sore hari, pukul 06.00 WITA kami kembali melayat keluarga yang berduka di RSUD dan menguatkan di dalam doa. Kami berdoa bersama dengan beberapa anggota keluarga yang berada di Kupang. Ternyata keluarga ANN merupakan keluarga besar dan terhormat di NTT, sehingga berita kematian ini kurang disebarluaskan. Meninggal di luar negeri sebagai PMI merupakan aib bagi keluarga terhormat. Hanya keluarga kecil yang masih dekat saja yang mengetahui berita kedukaan ini.

Usai berdoa, kami mengobrol sebentar dengan kedua anak korban N dan K. Si sulung N mengaku telah bekerja di sebuah tempat percetakan di Jakarta, sementara si bungsu Kifli sedang berkuliah di sebuah universitas di Kediri jurusan Fisioterapi. Mereka sangat terpukul dengan kabar kematian ibunya yang belum pernah bertatap muka selama 7 tahun. 
Jenazah ANN didoakan di RSUD Yohanes Kupang, NTT
N mengaku sebelum ibunya meninggal, selama satu tahun ia tidak pernah berkomunikasi karena salah paham. Ia sangat menyesal dengan perbuatannya tersebut dan hanya bisa meratapi foto ibunya yang sedang tersenyum dan terpajang di atas peti jenazah.

Sebelum kami pulang, kami membelikan nasi dan roti untuk kedua anak korban. Setelah menunggu mereka makan, aku dan Suster Laurentina PI berpamitan serta mengucapkan selamat jalan kepada keluarga. Kami kembali ke biara pada pukul 21.00 WITA. 

Aku berharap semoga dengan kehadiran kami mampu mengurangi sedikit beban dan bisa memberikan penghiburan kepada mereka. Semoga keluarga dan peti jenazah bisa melewat gelombang laut hingga sampai ke Rote dengan selamat dan semoga keluarga yang berduka segera mendapatkan penghiburan. 

***