Aku dan Suster Laurentina PI menjemput jenazah atas nama VM asal Larantuka pada Selasa (3/7/2018). Ini merupakan jenazah kedua di bulan Juli setelah jenazah KM pada awal Juli lalu dan jenazah ke-21 dalam catatan penjemputanku.
Lagi-lagi, kami mendapat kabar secara
mendadak terkait pemulangan jenazah dari salah satu anggota BP3TKI, Pak
Stevanus. Awalnya kami sudah mendapat kabar bahwa jenazah akan tiba pada pagi
hari, namun diundur menjadi malam hari pukul 21.30 WITA. Tanpa kami duga bahwa
ternyata jadwal penerbangan dimajukan dan jenazah tiba di Bandara El Tari
Kupang pada pukul 17.00 WITA.
Pada saat itu, kami yang sedang sibuk dengan beberapa tugas di kantor YSPI (Yayasan Sosial Penyelenggaraan Ilahi) terpaksa menunda pekerjaan. Tanpa mandi dan hanya berganti pakaian, kami segera melesat ke Kargo dengan mengendarai sepeda motor. Seandainya ada alternatif menggunakan pesawat atau jet pribadi tentu akan kami jalur itu daripada harus menancapkan gas sepeda motor di atas batu karang terjal dalam kondisi yang tergesa-gesa seperti ini.
Tidak membutuhkan waktu lama, kami sudah tiba di Kargo. Peti jenazah atas nama VM sudah berada di kereta kargo. Kulihat perwakilan dari Nakertrans Pak Darmawan dan perwakilan BP3TKI Pak Stefanus sudah berdiri di samping kereta jenazah. Hanya ada kami berempat, tanpa yang lainnya.
Pada saat itu, kami yang sedang sibuk dengan beberapa tugas di kantor YSPI (Yayasan Sosial Penyelenggaraan Ilahi) terpaksa menunda pekerjaan. Tanpa mandi dan hanya berganti pakaian, kami segera melesat ke Kargo dengan mengendarai sepeda motor. Seandainya ada alternatif menggunakan pesawat atau jet pribadi tentu akan kami jalur itu daripada harus menancapkan gas sepeda motor di atas batu karang terjal dalam kondisi yang tergesa-gesa seperti ini.
Tidak membutuhkan waktu lama, kami sudah tiba di Kargo. Peti jenazah atas nama VM sudah berada di kereta kargo. Kulihat perwakilan dari Nakertrans Pak Darmawan dan perwakilan BP3TKI Pak Stefanus sudah berdiri di samping kereta jenazah. Hanya ada kami berempat, tanpa yang lainnya.
“Maaf
suster, pemberitahuannya sangat mendadak. Saya juga pusing ada perubahan jadwal
penerbangan sehingga lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Tidak
sesuai jadwal,” ujar Pak Stefanus sambil menyalam suster.
“Ya
tidak apa pak, tugas ini memang harus selalu siap siaga,” jawab suster.
Aku
segera mendekati peti jenazah yang bercat merah di kereta Kargo. Ia merupakan
korban kecelakaan speedboat di
perairan Sebatik, Nunukan.
“Jenazah
VM dan ketujuh jenazah lainnya meninggal akibat tabrakan kapal dan tenggelam di
perairan saat akan menyeberang dari Malaysia pada pukul 01.00 dini hari
melewati jalur tikus Nunukan menuju Indonesia suster,” terang Pak Stefanus.
Jenazah VM tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT |
Menurutnya,
ada 3 jenazah yang meninggal akibat tenggelam dan telah dipulangkan ke tanah
air, termasuk VM. Dua jenazah lainnya langsung tiba di Maumere setelah transit
di Denpasar pada Rabu (4/7) sementara jenazah VM terpaksa harus terpisah karena
pesawat tersebut kelebihan muatan. Jenazah VM transit di RSUD Yohanes Kupang
selama 1 malam tanpa keluarga. Aku berusaha mencari berita seputar kematian jenazah
VM https://regional.kompas.com/read/2018/07/04/09174741/3-jenazah-tki-korban-tabrakan-speedboat-di-nunukan-tiba-di-ntt.
Setelah
mendoakan jenazah, kami segera mengantar jenazah ke RSUD Yohanes Kupang. Suster
segera masuk kedalam mobil ambulans sementara aku dan Pak Darmawan mengikuti ambulans
menggunakan sepeda motor.
Mengiringi
mobil jenazah butuh tenaga yang ekstra untuk mengimbangi kelajuan ambulans yang
tidak mengenal rambu-rambu lalulintas. Aku berusaha mengimbangi kecepatannya
sembari berdoa agar aku bisa sampai dengan selamat ke tempat tujuan tanpa
kekurangan sesuatu apapun.
Jenazah
remaja yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga ini akan diberangkatkan ke
kota Larantuka pada Rabu (4/7/2018). Ia harus transit di kupang selama semalam
dahulu dan akan dikirim ke Maumere. Gadis yang tutup usia 13 tahun ini terpaksa
kami tinggalkan sendirian di rumah sakit tanpa keluarga pada pukul 19.00 WITA.
Tak ada seorangpun yang menemani selain aku dan suster Lauren.
Kami
pamit dan segera berlalu dari peti jenazah setelah berdoa rosario bersama. Aku
bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga Viani meskipun aku sama sekali
tidak mengenalnya. Sekali lagi, nurani berbicara, hal itulah yang mendorongku
untuk selalu semangat dalam tugas panggilan ini. Meskipun sangat sering
di kabari secara mendadak, namun aku tetap menikmatinya. Aku justru bisa belajar
selalu siap kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun.
Keesokan harinya, Rabu (4/7/2018) kami sudah berada di Kargo Bandara El Tari Kupang pada pukul 09.00 WITA untuk menghantar jenazah VM. Suasana Kargo pagi ini sangat sepi, hanya ada aku, Suster Laurentina PI dan juga Pak Stefanus. Tidak ada seorangpun dari anggota keluarga VM yang datang menjemputnya ke Kupang. Mungkin saja mereka tidak ada biaya untuk datang ke Kupang sehingga mereka menunggu di kampungnya Larantuka.
Jenazah dipindahkan dari ambulans RSUD Yohanes ke tempat jenazah kargo pada pukul 10.15 WITA sembari menunggu pengurusan dokumen oleh pihak karantina, maskapai dan juga kereta dorong dari pihak kargo. Kuamati ada yang berbeda dengan kondisi peti VM. Peti yang sebelumnya bewarna merah kecoklatan sudah dibungkus dengan terpal biru.
“Peti
ini sengaja di bungkus ulang dengan terpal oleh pihak rumah sakit suster,
karena peti jenazah sudah mulai berair dan mengeluarkan bau. Wajar saja karena
jenazah adalah korban kapal tenggelam yang sudah penuh dengan air,” terang Pak
Stefanus.
Meskipun demikian, peti ternyata harus kembali di wrapping ulang untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dan mencegah kebocoran. Kami membantu membungkus peti secara manual. Ada beberapa orang yang bertugas mengangkat peti jenazah, sementara yang lainnya memplester sisi peti.
“Petinya
ini sangat tebal dan berat. Berbeda dengan peti yang sebelum-sebelumnya.
Biasanya kalau korban kapal tenggelam pasti jenazahnya sudah banyak mengandung
air, sehingga harus ditempatkan di peti yang kuat dan tebal agar tidak bocor
dalam perjalanan. Harganya juga lebih mahal, berkisar 9 juta rupiah untuk satu
buah peti,” ujarnya sambil menyimpan sisa plastik wrapping.
Setelah
menunggu kereta dorong selama satu setengah jam, kami segera mendoakan jenazah
yang masih berumur 13 tahun ini menurut tata cara agama Katolik oleh Suster
Laurentina PI. Usai berdoa, jenazah di masukkan ke dalam kargo bandara untuk
melewati mesin X-Ray. Ketika jenazah lulus dari mesin X-Ray, kami merasa lega
dan berpamitan satu dengan yang lainnya.
Pemberangkatan jenazah VM melalui mesin X-Ray Kargo Bandara El Tari Kupang |
“Terimakasih
suster, tugas sudah selesai, jenazah sudah lulus dari mesin X-Ray. Aman sudah.
Nanti ada teman dari BP3TKI yang akan menjemput di Maumere karena mereka sudah
pergi terlebih dahulu tadi pagi. Mereka akan mengurus jenazah dari Bandara
Maumere untuk dikirim ke Larantuka dengan jalur darat,” terang Pak Stefanus.
“Baik
kalau begitu, semoga tidak ada lagi jenazah,” tutup suster.
Begitulah
harapan kami dari hari ke hari usai menjemput atau pun memberangkatkan jenazah.
Masih dengan harapan yang sama yakni “semoga hari esok tidak ada jenazah lagi”.
***