#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (21)
Hari
ini, Minggu pagi (29/7/2018) aku mengajar anak SEKAMI Kelompok Umat Basis (KUB)
Maria Bintang Laut Wilayah V. Sebelum anak-anak datang, kubersihkan aula asrama
untuk dipakai dalam kegiatan minggu ini. Ketika datang, mereka sangat ribut dan
tidak bisa di atur. Maklum saja, sudah beberapa minggu SEKAMI vakum karena
kesibukanku dalam Karya Kerasulan Anti
Human Trafficking. Mungkin saja mereka terlalu gembira hingga suara dan
gerak geriknya tidak bisa dikontrol dengan baik. Kucoba memahami mereka.
Kami
membuka pertemuan dengan tanda salib sambil bernyanyi, kemudian mendengarkan bacaan firman
dan latihan public speaking. Setelah
kusampaikan cerita tentang alkitab, maka kuminta mereka untuk menceritakan
ulang sesuai versinya guna melatih kemampuan berbicara dan tampil di depan
umum. Cara ini sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan anak untuk tumbuh menjadi
diri sendiri tanpa harus malu dan takut salah. Meskipun sedikit sulit, namun
pada akhirnya satu persatu dari mereka berani tampil. Sebisanya kuberikan hadiah
sederhana sebagai bentuk apresiasi atas keberaniannya dan guna memotivasi anak-anak lain
untuk tampil.
Aku
berharap semakin banyak yang tergerak untuk mengembangkan bakat dan talentanya
sejak dini. Ini salah satu cara pendekatan sosialisasi anti human trafficking yang efektif. Menyentuh dari dasar dan sejak
dini bagi anak. Jika anak sudah dilantih kemampuannya sejak kecil, maka
bakatnya akan semakin terasah sehingga dapat tumbuh menjadi pribadi berkualitas
dengan sikap optimis dan percaya diri.
Sedikit
demi sedikit kutanamkan cita-cita yang harus digapai mereka dengan kesungguhan
hati menuntut ilmu sebagai seorang anak Tuhan. Dengan kualitas diri, mereka tentu punya nilai jual dan daya saing sehingga tidak gampang termakan bujuk rayu dan tipu muslihat para calo karena sebagian besar yang menjadi korban perdagangan orang adalah mereka yang tidak mengenyam pendidikan dan memiliki bekal pengetahuan yang minim sehingga mudah dipengaruhi dan ditindas.
Meskipun
membutuhkan
waktu yang sangat lama dan terlihat kurang efektif dalam menyikapi maraknya kasus human trafficking yang sedang mewabah, namun hal ini sangat bermanfaat sebagai proteksi bahaya human trafficking dari dasar, dimulai dari anak-anak. Sama
halnya dengan “Pelayanan Kargo” oleh para religius dan koalisi anti human
trafficking, meskipun terlihat sepele atau para pelayannya dicap “kurang
kerjaan”, namun sangat bermakna dalam mengentas praktik human trafficking yang merajalela dan menghibur keluarga yang
berduka.
Seperti
kasus pemulangan jenazah ke-27 atas nama LAK asal Sulamu yang tak diketahui penyebab
kematiannya. Dari keterangan salah satu anggota keluarga, PMI yang dikembalikan
dalam keadaan tak bernyawa ini diketahui sudah bekerja di Sabah, Malaysia
selama kurang lebih 8 tahun dan tak sekalipun kembali ke tanah air.
Awalnya
jenazah yang diketahui masih lajang ini bersedia untuk bekerja sebagai PMI
(Pekerja Migran Indonesia) ke Malaysia melalui PT Aula Graha pada tahun 2010.
Ia dipekerjakan sebagai supir eskavator di sebuah perkebunan sawit yang ada di
Malaysia dan dikembalikan ke tanah air tanpa dilakukan otopsi.
Jenazah LAK saat tiba di Kargo Bandar El Tari Kupang, NTT |
“Kami mendapatkan kabar
kematian jenazah dari temannya yang juga sama-sama berasal dari Sulamu dan
bekerja di Malaysia,” jawab seorang wanita yang mengaku sebagai saudara dari
almarhum.
Menurutnya, LAK sudah
menderita sakit perut selama 3 hari, kemudian seorang temannya membujuk
untuk mengecek kondisi kesehatannya. Pada saat LAK bersedia untuk dibawa ke rumah sakit, nyawanya sudah tidak tertolong.
Jenazah LAK disambut dalam doa oleh keluarga |
Mobil
pickup milik keluarga besarnya
telebih dahulu maju meninggalkan kargo, kemudian disusul oleh mobil ambulans. Malam
itu, kargo memang cukup ramai karena ada satu orang jenazah asal Jakarta yang
juga tiba secara bersamaan dengan jenazah asal Malaysia. Jenazah yang berasal
dari Jakarta tersebut merupakan jenazah seorang ibu tua yang meninggal akibat
komplikasi.
Ternyata
meskipun telah meninggal, status sosial seseorang masih menentukan tatacara
penghormatan terakhirnya. Aku amati bahwa cara penyambutan jenazah yang tiba
dari Jakarta ini disambut secara terhormat karena termasuk orang berada dengan
tata cara adat Manggarai, sementara jenazah LAK yang merupakan PMI dari latar
belakang keluarga sangat sederhana hanya disambut biasa saja, tanpa adat
tertentu. Selain itu, keluarga LAK menggunakan mobil pickup yang bak belakangnya disulap untuk menampung banyak orang,
sementara jenazah yang tiba dari Jakarta itu dijemput oleh keluarga yang
menggunakan mobil avanza dan sejenisnya.
Berdasarkan
pengalamanku, tidak pernah satupun dari jenazah PMI yang disambut menggunakan adat
istiadat ketika tiba di kedatangan kargo. Jikapun ada pihak keluarga yang bersedia
menyambut jenazah, maka akan disambut dalam isak tangis histeris yang tiada tara.
Terdorong
oleh rasa penasaran, aku amati sedikit adat istiadat yang digunakan dalam
penyambutan jenazah dari Jakarta yang masih dalam kereta barang. Keluarga
memberikan kata-kata penyambutan sambil memegang BIR BINTANG (pengganti air
arak) sebagai tanda penghormatan. Kemudian jenazah diangkut dari kereta kargo
ke mobil ambulans. Beberapa dari pihak keluarga yang mengangkut peti jenazah menggunakan
cincin emas yang berkilauan. Setelah jenazah berada di dalam ambulans, rombongan
segera berlalu, begitupun dengan kami yang sedari tadi mengamati.
Keluarga menyambut jenazah bukan PMI dengan adat istiadat |
Ketika
seluruh jenazah dan keluarga meninggalkan kargo, aku dan salah seorang teman asramaku
segera mengendarai motor untuk kembali pulang. Tepat pukul 23.30 WITA kami tiba
di biara dan mulai beristirahat.
Ditengah
dinginnya suasana malam, kupanjatkan doa kepada yang Maha Kuasa agar arwah
jenazah dapat beristirahat dengan tenang dalam kerahiman Allah Bapa dan
keluarga yang meneteskan air mata dapat menerima kedukaan dan terbuka atas rencana
Tuhan dalam kehidupan mereka selanjutnya.
***