#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (13)
Hanya
beberapa hari absen dari menjemput jenazah, kini Selasa (26/6/2018) aku dan Suster Laurentina kembali mendapat kabar duka dari BP3TKI. Malam ini kami harus
menjemput jenazah PMI yang berasal dari Manutapen Alak, NTT. Wanita atas nama MP
ini dikabarkan akan mendarat pada pukul 21.20 WITA. Tentu saja sebelum
kedatangan jenazah, kami harus sudah tiba di kargo agar
bisa berkomunikasi dengan keluarga korban.
Dalam
kurun waktu 1 bulan, terhitung dari tanggal 1 Juni 2018 hingga 26 Juni 2018,
sudah ada 10 jenazah yang kami jemput. Sangat mengerikan. Bagaimana mungkin 10
jenazah datang dalam waktu 1 bulan? Seakan tak mengenal kata henti, kami masih setia dalam karya pelayanan kargo.
Kami
tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang pada pukul 21.30 WITA. Malam ini kargo
sudah di penuhi dengan keluarga yang akan menjemput jenazah. Ternyata ada dua
jenazah yang datang di kargo pada malam ini yakni atas nama MP, yang berasal
dari Manutapen Alak dan juga BB yang berasal dari Kecamatan Toianas,
Desa Bokomanatun TTS.
Jenazah
atas nama MP dikirim dari Singapura karena mengalami sakit Leukimia,
sementara atas nama BB yang merupakan pekerja kebun sawit di Kalimantan Timur
meninggal dunia karena mengalami kecelakaan kerja. Meskipun BB tidak bekerja di
Malaysia, namun ia dikabarkan bekerja di salah satu perusahaan milik asing yang
berada di daerah Kalimantan Timur. Pemulangan jenazah atas nama MP ditangani
langsung oleh pihak BP3TKI sementara jenazah BB ditangani oleh pihak keluarganya
secara tertutup.
Suami
MP hampir saja terjatuh saat melihat peti sang isteri dipindahkan dari kereta
kargo ke mobil ambulans. Ia seakan tak sangup berdiri di atas kakinya sendiri
ketika menyadari sang isteri telah terbujur kaku dan tiada untuk
selama-lamanya. Ia terisak dan menyeka air matanya sambil berjalan mengikuti
ambulans yang akan parkir di pagar kargo mencari tempat yang lapang untuk
berdoa. Seorang pemuda paruh baya tampak menuntunnya dari belakang.
Suami MP (topi hitam) menyambut peti jenazah dalam kedukaan |
Sebelumnya,
pria itu sudah kehilangan anaknya yang pertama, kini ia kembali kehilangan orang
yang disayangi yakni sang isteri yang sudah berjuang mencari kehidupan di
negeri seberang untuk menghidupinya dan anaknya. Ia terpaksa harus mengasuh
seorang anaknya seorang diri diusianya yang sudah tua.
“Mari kita
bersama menyatukan hati kita untuk mendoakan jenazah Mama kekasih kita MP agar
beristirahat dengan tenang dalam pangkuan Allah Bapa di surga,” ujar Mama Penda Ina sambil
menepuk peti putih yang berbungkus plastik.
Jenazah MP disambut dalam doa oleh Mama Pendeta Ina |
Dari
bawah pohon beringin, agak jauh dari keramaian, kucoba mengabadikan satu atau
dua gambar kisah penjemputan kali ini. Entah kenapa wajah sang bapak yang
sangat kurus seketika menjelma menjadi wajah bapakku yang juga kurus. Tentu ia
juga akan sama sedihnya dengan si bapak yang kusaksikan ketika berpisah dengan
orang yang dicintainya.
“Oh Tuhan
lindungilah kedua orangtuaku. Jauhkan mereka dari maut. Terima jugalah ibu MP
ini dalam pangkuanMu dan berilah kekuatan kepada si bapak dan keluarga yang
berduka,” doaku dalam hati sambil melangkah mendekati kerumunan.
Usai
berdoa, Mama pendeta Ina bersama keluarga menghantar jenazah ke rumah duka di
Manutapen Alak, Kupang. Sementara Oma Pendeta Emmy dan Suster Laurentina PI harus
menunggu kedatangan jenazah atas nama BB yang tiba pada pukul 23.04 WITA dengan
pesawat Lion Air. Sekalipun pihak keluarga tidak meminta untuk didoakan, namun
inilah kemurnian panggilan jiwa seorang religius yang tulus melayani setiap
jiwa yang membutuhkan kekuatan doa tanpa membedakan.
Suara
sirene yang tak lagi asing bagiku kembali berteriak melengking malam itu
meninggalkan kargo. Seakan ingin mewartakan keseluruh penjuru bahwa ada satu
jiwa seorang wanita yang melayang dan tak akan kembali untuk selamanya yang
akan dihantarkan keperistirahatannya. Suara sirene kemudian semakin sayup dan
menghilang ditelan gelap malam.
Segera
kudekati pihak keluarga dari BB dan kutanyakan beberapa hal terkait jenazah.
Tak kusangka kisah dibalik kedukaan keluarga besar BB sangat menyayat hati. Ia
terpaksa harus kehilangan nyawa ketika terjatuh saat mengurus kebun dan sempat
dirawat di rumah sakit Kalimantan Timur selama dua minggu. Menurut
saudara sepupunya, BB meninggalkan 4 orang anak dan seorang isteri di usianya
yang masih muda yakni 45 tahun.
“Dia punya 2 orang
cewek dan 2 orang cowok. Sudah ada 2 orang yang tamat SMA sementara 2 lainnya
masih duduk di bangku SMP dan SD,” terangnya.
Ketika sedang berbincang dengan pria itu, seorang
wanita yang merupakan isterinya berjalan ke arah kami. Menggunakan jeket biru
yang tak dikancing, rambut khas timur yang digulung tak beraturan, ia berkomunikasi
menggunakan bahasa daerah dengan pria itu.
“Selamat malam,”
sapanya kemudian sambil menjulurkan tangannya ke arahku.
“Selamat malam
mama. Turut berduka ma,” kuraih jarinya yang sangat kurus hampir tak berdaging.
Ia berusaha
mengisahkan secara singkat perjalanan suaminya hingga sampai ke Kalimantan
Timur demi mencukupi kebutuhan keluarga.
“Bapak baru
bekerja selama 9 bulan disana, tiba-tiba langsung sakit dan sempat dirawat 2
minggu di Kalimantan. Pihak PT tempatnya bekerja tidak mau memulangkan jenazah
karena lokasi kampung sangat jauh dan biaya pemulangan besar. Pihak PT sempat
mau menguburkan disana, tapi kami memohon agar jenazah bisa dipulangkan. Kami
akhirnya membayar 10 juta untuk pemulangan jenazah sementara pihak PT hanya
bisa menanggung 5 juta,” terangnya dengan mata berkaca-kaca.
Aku berusaha
mengelus pundaknya untuk menenangkan.
“Tak apa-apa yang penting bapak bisa pulang dengan selamat dan jenazah bisa kami makamkan di samping rumah,” ujarnya lagi.
Ketika
kereta dorong tiba di kargo, isterinya segera berusaha mendekati kargo dan tak
kuasa menahan tangis. Ia meraung meskipun suaranya parau dan setengah hilang.
“Bapak, ooo
bapak,,, e,” teriaknya tak berdaya.
Jenazah BB dipindahkan ke mobil pickup putih di Kargo |
Peti
kemudian dimasukkan kebagian tengah di bak belakang, sementara anggota keluarga
yang lain berusaha duduk di samping kiri dan kanan jenazah. Tentu sangat
berdesakan, sementara keluarga yang lainnya mengendari sepeda motor.
Sebelum
rombongan meninggalkan kargo, kami mendoakan jenazah dan juga berharap semoga
perjalanan menuju ke rumah duka bisa berjalan dengan lancar tanpa halangan. Menurut
informasi, perjalanan dari kargo menuju ke rumah duka membutuhkan waktu kurang
lebih 7 jam.
Aku
terenyuh melihat seorang anak kecil berumur 8 tahun yang masih anggota keluarga yang berduka, menemani ayahnya menaiki sepeda motor menuju rumah duka.
Pinggang anak itu diikat menggunakan selendang khas timor ke pinggang ayahnya
untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan selama perjalanan. Tak bisa
kubayangkan mereka harus menempuh perjalanan panjang pada pukul 23.13 WITA
menembus hembusan angin Australia yang sangat kencang di gelap malam. Belum lagi berbagai tantangan di jalanan terjal. Bisa saja anak itu
tertidur dan terjatuh dalam perjalanan. Semoga saja tidak!
Kami
segera kembali ke biara menggunakan sepeda motor pada pukul 23.50 WITA. Motor
kuparkirkan ke teras belakang dan segera beranjak ke kamar. Sebelum menutup
mata, kupanjatkan doa untuk keselamatan setiap arwah yang telah kami jemput di
Kargo Bandara El Tari Kupang. Setiap manusia pada akhirnya tentu akan kembali
kepangkuan-Nya, tapi sekali lagi "Pelayanan Kargo" untuk para jenazah bertujuan untuk menyadarkan banyak orang bahwa jenazah PMI yang pulang adalah citra Allah yang harus dihargai
dan disambut secara manusiawi melalui doa.
***