Pemulangan jenazah sepertinya tidak
mengenal kata usai, hingga hari ini Minggu (15/7/2018) kami masih mendapatkan
kabar duka dari pemulangan jenazah PMI yang ke-25 atas nama BA asal Sulamu, Kupang, Nusa Tenggara
Timur. Aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor besama salah seorang anak
asrama, Ani pada pukul 22.00 WITA tanpa Suster Laurentina PI. Motor kami
melesat menuju Kargo Bandara El Tari Kupang menyusuri jalan terjal yang sangat
sepi dan dingin.
Sesampainya di Kargo, kami segera
menyalami keluarga yang ada di sana. Ternyata ada dua jenazah yang datang malam
ini yakni PMI asal Malaysia dan satu lagi adalah jenazah seorang bapak, asal
Soe yang sempat dirawat di salah satu rumah sakit Surabaya. Kami segera
berjabatan tangan dengan pihak keluarga dan mengucapkan turut berbelasungkawa.
Setelah berbincang-bincang dengan
keluarga, diketahui bahwa BA sudah bekerja selama kurang lebih 2 tahun. Ia
pergi melalui PT Bumi Mas Hijau yang ada di Kupang pada tahun 2016. Ia mulai
terhitung aktif bekerja pada 7 Juli 2016 di sebuah perkebunan sawit Malaysia.
Namun dalam bulan ke-8 bekerja, BA melarikan diri dan bekerja di perkebunan
sawit lain dengan pemilik yang berbeda.
Perwakilan dari PT Bumi Mas Hijau, Pak
Pras yang ikut menjemput jenazah menjelaskan bahwa ia mendapat kabar dari
majikan yang pertama terkait larinya BA dari tempat kerja.
“Sebenarnya
BA sudah tidak terikat dengan kami karena kami menempatkannya bekerja di rumah
majikannya yang pertama. Namun entah kenapa belum habis kontrak, ia malah kabur
dari rumah majikannya. Waktu itu majikan melapor ke kantor di Kupang dan segera
kami caritahu tapi hasilnya nihil. Oia mba ini siapa?” ujarnya sambil menatapku
dengan tajam.
Jenazah BA tiba dini hari di Kargo Bandara El Trai Kupang, NTT |
Aku tetap berada pada posisiku yang
semula dan berusaha untuk tetap tenang, kemudian memperkenalkan diri seadanya
dan menjelaskan tugas pelayanan penjemputan Kargo yang biasanya kami lakukan.
Ia mulai memahami dan melanjutkan kisah
tentang BA yang sempat tidak diketahui keberadaannya. Menurutnya, beberapa
waktu lalu ia mendengar kabar kematian BA yang disebabkan DBD.
“Meskipun
BA sempat melarikan diri, namun kami sebagai pihak PT tetap berusaha
mempertanggungjawabkan pemulangannya dan berusaha untuk mengurus asuransi kerja
yang dimilikinya,” terangnya lagi.
Ia mengaku bahwa sebagai orang PT, ia
memiliki semua data lengkap BA semenjak proses perekrutan hingga dikirim ke
negara penempatan.
“BA
diberangkatkan dari PT bersama dengan 7 orang lainnya dari daerah asal yang
sama. Ada 7 orang yang rencananya akan dikirim tapi 2 orang tidak lulus berkas sehingga
batal berangkat. Jadi kami hanya bisa memberangkatkan 5 orang pria, termasuk BA
meskipun ditengah perjalanan, ada seorang diantara mereka yang dipulangkan
karena alasan kesehatan,” terangnya.
Ia optimis akan memperjuangkan asuransi
kerja yang dimiliki BA dengan catatan, pihak KJRI tidak mengeluarkan nomor
paspor yang berbeda dengan paspor yang dimiliki BA sebelumnya. Jika paspor BA ada
dua, maka asuransi tidak bisa dicairkan. Ia juga tidak dapat memastikan rentang
waktu yang dibutuhkan untuk mengurus pencairan asuransi BA. Dengan tatapan
matanya yang masih tajam, ia terlihat berusaha meyakinkanku bahwa ia bisa
membuktikan perkataannya.
Aku segera mengakhiri pembicaraan dengan
mengalihkan pertanyaan kepada pihak keluarga BA. Dari seorang pria yang mengaku
bapak kecilnya BA, kudapatkan informasi bahwa BA merupakan anak ke 2 dari 5
bersaudara. Diusianya yang ke 23 tahun, ia terpaksa harus menyusul saudarinya
pertamanya kepangkuan Allah Bapa. Kini saudara BA hanya tersisa 3 orang bersama
dengan kedua orangtuanya di kampung.
Menurut keluarga, pada awal Juni yang
lalu, BA meminta bantuan kiriman uang dari pihak keluarga untuk biaya ongkosnya
pulang ke kampung halaman karena ia tidak tahan dengan rasa sakit yang
dialaminya dan ingin dirawat di kampung.
“Kami
sempat mengirimnya sejumlah uang, namun ternyata tidak lama setelah itu kami
mendengar kabar bahwa ia meninggal dunia setelah dirawat kurang lebih 6 hari
oleh majikannya yang kedua,” ujar bapak kecilnya.
Setelah mendapatkan informasi yang
cukup, aku segera beranjak meninggalkan kerumunan dan bergabung dengan Mama
Pendeta Ina. Tentu saja aku mengajak Ani untuk tetap berada di sampingku. Kami menunggu
kurang lebih dua jam dan mendapat informasi bahwa pesawat Lion Air yang
mengangkut jenazah delayed. Kami
masih bertahan untuk menunggu kedatangan jenazah tanpa mengetahui waktu yang
pasti. Malam semakin larut dan berganti menjadi pagi. Udara semakin bertambah
dingin tanpa toleransi. Aku, Ani dan Mama pendeta Ina semakin merapatkan posisi
duduk. Hanya tinggal kami bertiga wanita penunggu kargo.
Jam menunjukkan pukul 02.00 WITA, namun masih
belum ada tanda-tanda kedatangan jenazah. Mama Ina yang merasa sangat
kedinginan meminta izin pulang terlebih dahulu. Ia dan juga beberapa petugas
yang menunggu di kargo menyarankan kami untuk segera pulang. Mobil yang
dikendarainya bersama rombongan segera melaju meninggalkan kargo, sementara
kami masih bersiap-siap untuk menghidupkan mesin sepeda motor.
Ketika kami hendak beranjak meninggalkan
kargo, tiba-tiba mobil hitam yang ditumpangi rombongan Mama Ina berbalik dan
kembali masuk ke dalam kargo. Mereka menyarankan agar kami tetap menunggu
jenazah yang baru saja tiba untuk dimuat ke dalam mobil ambulans. Kami segera
berbalik dan menunggu semua barang penumpang dibongkar dan peti bisa dikeluarkan.
Tepat pukul 02.22 WITA, jenazah diangkut ke dalam ambulans. Kami segera
menyambut kedatangannya dalam doa. Isak tangis saudara kandungnya memecah belah
kesunyian kargo, mencurahkan kepedihan hati yang terdalam, sambil memeluk peti
sebagai penyambutan.
Keluarga BA menyambut peti jenazah dalam kedukaan |
Ketika mobil jenazah beranjak
meninggalkan kargo, kami juga segera kembali ke Biara PI, Nasipanaf. Dalam hati
kupanjatkan doa salam Maria untuk menuntun langkah kami hingga tiba di biara
dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun.
Aku sempat ragu dengan kemampuanku
menembus angin malam yang semakin dingin, apalagi tak ada seorangpun yang
melintas di jalanan sepi tanpa lampu jalan. Aku yakin Tuhan memampukan kami
melalui semua ini. Sungguh mukjizat, kami akhirnya tiba di depan gerbang biara
dengan selamat.
Segera kami buka pintu gerbang dan memasukkan
sepeda motor kedalam biara. Setelah itu, kami masuk kedalam kamar masing-masing
untuk beristirahat. Aku bisa bernafas lega ketika pintu kamarku terkunci dan
aku sudah berada didalamnya. Bukan kuatku, melainkan kuat-Nya.
Terimakasih atas kepercayaan dan
kesempatan yang Tuhan berikan untukku dapat menjalankannya. Semoga duka
terdalam keluarga dapat segera dipulihkan oleh terang roh kudus dan arwah BA dapat
beristirahat dengan tenang.
***