Hari ini, Kamis (30/8/2018) aku segera berangkat ke
Kargo Bandara El Tari Kupang untuk menyambut kedatangan dua jenazah atas nama RMK
(39) asal Kampung Woromboa RT 004 RW 002 Sanggarhorho, Nangapanda, Kab Ende dan
DN (49) asal Larantuka.
Keluarga jenazah DN segera datang memenuhi kargo
bandara. Mereka datang sekitar 20 orang karena mengaku masih memiliki hubungan
darah denganya. Sementara tak satupun yang menyambut jenazah RMK.
Jenazah DN dan RMK tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT |
Suster Paulina dari kongregasi Salib Merah segera
memimpin doa sebelum kedua jenazah dihantar menginap satu malam di RSUD W.Z.
Yohanes Kupang. Semua anggota keluarga tertunduk menahan sedih di tengah
terik matahari yang menyengat. Suhu udara Kupang di musim kemarau memang sangat
kering hingga ke tenggorokan. Apalagi dalam suasana duka yang dialami keluarga
terasa ke tenggorokan, menjalar ke rongga dada, memanas di dalam hati. Doa
selesai dipanjatkan, pintu ambulans tertutup rapat dan mobil melaju menuju
tempat persemayaman sementara.
Pada pukul 18.00 WITA, aku segera berangkat ke RSUD
W.Z. Yohanes Kupang untuk mendoakan jenazah seorang diri. Sesampainya disana,
pukul 18.35 WITA belum ada teman-teman jaringan yang kutemui. Lampu garasi
kamar jenazah yang tidak dinyalakan menambah kengerian di sekelilingku. Belum lagi
ada tangisan duka yang kudengar dari kamar jenazah yang bersebelahan dengan
ruang garasi tempat jenazah PMI transit menunggu pemberangkatan selanjutnya.
Pukul 19.10 WITA hatiku cukup lega saat melihat mama
pendeta Ina datang bersama sang suami. Tak lama setelah itu, pihak keluarga
jenazah DN segera datang memenuhi garasi jenazah. Doa dipimpin langsung oleh
mama pendeta Ina berdasarkan tata acara agama Kristen Protestan.
Ruang Garasi Jenazah PMI sebagai tempat persemayaman sementara sebelum diberangkatan ke daerah asal |
Usai berdoa, aku tak segera pulang melainkan menunggu
suster Paulina yang telah memberikan kabar bahwa sedang dalam perjalanan dari
Naibonat menuju ke RSUD W.Z. Yohanes Kupang.
Sembari menunggu kedatangan suster, aku ngobrol dengan
keluarga berduka diterangi oleh pencahayaan lilin duka. Ternyata pihak
keluarga RMK, FE baru tiba dari Malaysia sore tadi di Kupang untuk menghantar
jenazah secara langsung hingga ke kampung halaman.
Jenazah RMK dikabarkan meninggal karena
kecelakaan kerja. FE mengaku bahwa RMK di timpa alat berat saat kerja sebagai
kuli bangunan yang jatuh dari lantai 5. Akibat kecelakaan itu, kakinya
patah, badannya penuh dengan lebam dan ia harus kehilangan nyawanya
untuk selamanya. Menurut FE, RMK sudah bekerja di Malaysia selama 20 tahun
dan sudah kawin (tanpa menikah) dengan seorang janda (Cina Jakarta) di
Malaysia selama kurang lebih 11 tahun. Namun meskipun sudah hidup bersama,
mereka belum dikaruniai anak.
"Isterinya
sangat terpukul dengan kejadian ini. Ia sangat sayang pada RMK, "
ujarnya.
Sementara itu, jenazah atas nama DN meninggal karena Hypertension related desease pada Selasa
(28/8) pukul 04.30 pagi. Menurut GK (pihak keluarga), jenazah sudah lama
mengalami sakit darah tinggi dan kencing manis.
"DN ini
sudah lama sakit. Mungkin karena letih bekerja di ladang sawit dan makan kurang
teratur, maka kesehatannya semakin terganggu dan penyakitnya semakin
menjadi," tutur GK.
Menurut keterangan GK, semasa hidupnya DN sudah
bekerja selama kurang lebih 17 tahun di Malaysia dan meninggalkan anak serta
isterinya di kampung halaman. Meskipun demikian, pria yang memiliki 3
anak ini beberapa kali menyempatkan untuk pulang ke kampung halaman di
Solor untuk bertemu dengan keluarga.
"Ia
sesekali pulang ke kampung. Kemaren ia pulang beberapa bulan untuk bangun rumah
di kampung. Selesai bangun rumah, ia kembali ke Malaysia, "ujarnya
lagi.
Setidaknya kisah DN menunjukkan ia adalah satu dari
seribu kisah duka PMI yang berhasil membangun rumah di kampung
halaman, namun pulang dalam bentuk jenazah.
Ketika Suster Paulina tiba di RSUD Yohanes pukul 19.55
WITA, aku segera pamit meminta izin untuk kembali ke biara. Ia mengizinkan dan
menginformasikan bahwa Romo Adnan Pr yang baru ditahbiskan 3 bulan lalu akan
datang memberikan misa pada keluarga malam ini.
Sesampai di biara, aku berharap semoga semua yang
telah kami lakukan dalam mengurus PMI hidup dan meninggal berkenan
dihati-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan serta arwah
jenazah DN dan RMK di terima oleh sang Khalik.
Pada Jumat (31/8/2018) aku kembali mengantar
dua jenazah RMK dan DN di kargo. Namun setibanya
disana, tak ada satupun kaum religius dan jaringan koalisi anti human trafficking NTT yang ada di kargo. Hanya ada keluarga
dari kedua belah pihak yang duduk menunggu kereta jenazah di ruang
jenazah.
Aku melangkah sendirian, tanpa Suster
Laurentina PI, menuju ruang jenazah. Niatku untuk mendoakan mereka (jenazah
PMI) semakin bulat saat kusadari bahwa hanya aku yang datang mewakili
teman-teman jaringan yang lainnya.
Jenazah DN dan RMK di berangkatkan ke daerah asal melalui Keberangkatan Kargo |
Biasanya selalu ada pastor, suster,
pendeta atau teman-teman jaringan koalisi yang selalu siap melepas
keberangkatan jenazah. Mungkin kali ini memang harus aku sendirian. Meskipun
demikian, aku bersyukur Tuhan memampukanku berkata-kata dengan kuasa roh kudus
mendoakan mereka (para jenazah) di depan keluarga yang berduka mewakili kaum
religius kargo dan juga para jaringan koalisi peduli migran NTT. Suaraku
sedikit menggelegar saat kuserukan kedua nama PMI.
“Mari kita serahkan kedua saudara kita ini melalui doa yang diajarkan Yesus
Kristus kepada kita yakni 1 kali Bapa Kami dan 3 kali Salam Maria,” ujarku.
“Terimakasih karena sudah memampukanku Tuhan,” gumamku saat kuakhiri doa
dengan tanda salib.
Saat peti jenazah akan diangkat menuju ke mesin X-Ray, ada sedikit permasalah di
kargo terkait peti jenazah atas nama RMK yang menurut maskapai terlalu besar
dan berat. Menurut perwakilan BP3TKI, Pak Stef, pihak maskapai tidak mau rugi
ketika meloloskan kondisi peti jenazah yang banyak memakan tempat.
Cukup lama kami menunggu kepastian lolos dari pihak maskapai
untuk mengangkut jenazah meskipun pada akhirnya jenazah bisa diangkut dan masuk
ke dalam mesin X-Ray. Sepertinya
sudah ada pembicaraan khusus antara pak Stef dengan pihak kargo yang tak
kuketahui.
Syukurlah semua bisa berjalan dengan baik. Hal yang
terpenting adalah jenazah bisa dimuat di kargo dan kembali ke kampung halaman
untuk di kuburkan oleh keluarga secara layak.
Ketika peti jenazah sudah lolos masuk ke dalam kargo
melalui mesin X-Ray, aku segera
berpamitan dengan keluarga. Mereka menyalamiku dan berterimakasih padaku. Aku
membalas dengan senyuman dan mengucapkan turut berbelasungkawa kepada mereka
sembari berbisik dalam hati "Tuhan semoga tak ada lagi duka di tanah ini, Tanah
Cendana."
***