Monday, October 16, 2017

Tujuh Bulan Berkarya di Perkumpulan Sahabat Insan

Catatan Marsiana Inggita D.A - relawan Sahabat Insan
Perasaan galau dan resah ketika mengetahui bahwa kantor tempat aku bekerja akan gulung tikar. Atasanku berkata bahwa beliau tidak dapat lagi meng-handle perusahaan jasa konsultan arsitek dan beliau tidak tahu lagi mau dibawa ke arah mana perusahaan tersebut. Dengan sangat terpaksa, aku pun harus mengajukan pengunduran diri lantaran perusahaan sudah tidak akan beroperasi lagi per 2 – 4 bulan lagi. Bingung dan sempat memikirkan nasibku kedepannya. Bahkan aku sempat berpikir bagaimana aku bisa menabung untuk masa depanku? Tapi aku berusaha untuk lepas bebas dan percaya bahwa akan ada yang lebih baik datang kepadaku tanpa harus khawatir. Percaya bahwa Tuhan pasti memelihara aku selama aku mencari pekerjaan lain dengan diimbangi perasaan bersyukur.
IMG20170929171533

Piagam penghargaan dari Sahabat Insan
Setelah mengajukan resign, aku bertemu salah satu temanku, yang sedang mencari pekerjaan juga. Dia menceritakan bahwa dirinya direkrut oleh salah seorang Romo kenalan kami berdua untuk menjadi relawati di Perkumpulan Sahabat Insan. Nama Romo kami adalah Romo Ignatius Ismartono, SJ. Romo Is begitu panggilannya, mengajak kami berdua untuk membantu beliau menjadi para relawati beliau di yayasan tempat beliau berkarya. Beliau mengetahui bahwa kami berdua adalah orang-orang yang berjuang mencari pekerjaan tetap lalu mengajak kami untuk aktif terlebih dahulu sebagai relawati di Sahabat Insan sehingga kami benar-benar mempunyai suatu kegiatan produktif sembari mencari pekerjaan. Istilahnya seperti “gak nganggur bangetlah” hehehee… . Romo juga mengatakan bahwa selama kami menjadi relawati, kami akan tetap mendapatkan uang kehadiran.

IMG20170929111208
Ruangan Sahabat Insan

Sejak saat itulah aku mengenal Perkumpulan Sahabat Insan. Aku sendiri bingung sebetulnya Sahabat Insan ini sendiri bergerak di bidang apa. Tetapi ketika Romo Is menjelaskan, ya aku menjadi sedikit tahu. Penanggung jawab dari Perkumpulan Sahabat Insan ini adalah Romo Is sendiri. Sahabat Insan merupakan sebuah komunitas para relawan dimana selanjutnya dikelola oleh Pelayanan Krisis dan Rekonsiliasi KWI untuk melanjutkan semangat memberi perhatian kepada mereka yang memerlukan pertolongan dalam mempertahankan hidupnya. Setelah PKR KWI ditutup oleh Presidium KWI pada tanggal 12 Agustus 2010 berdasarkan Surat Keputusan No 161/Pres/K/VIII/2010, Sahabat Insan tetap melanjutkan pekerjaannya secara mandiri sebagai komunitas relawan.
Banyak hal yang aku alami sebagai relawati di Sahabat Insan. Dari yang mulai membantu Romo dalam hal copywriter artikel, magang di Migrant Care hingga membantu Romo dalam hal pelaksanaan diskusi atau seminar. Oya, aku dan temanku pernah diutus Romo untuk magang di Migrant Care loh! Disana kami diajak berpartisipasi dalam hal penanganan masalah-masalah yang terjadi pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Seperti misalnya ada kasus mengenai perjanjian kerja antara agen A dengan negara Malaysia, nah kami diajak untuk mengikuti rapat di Kementrian Ketenagakerjaan agar kami tahu bagaimana cara kerja Migrant Care sendiri dalam menangani bentuk permasalah yang terjadi pada Tenaga Kerja Indonesia. Setelah itu kami diharuskan membuat jurnal perjalanan kerja kami di Migrant Care dan di posting ke web Sahabat Insan.

IMG20170929111226
Meja, tempatku berkarya selama di Sahabat Insan

Kami magang di Migrant Care hanya berjalan 3 bulan, selanjutnya kami mengabadikan diri untuk tetap membantu Romo di Sahabat Insan yang kantornya terletak di Sanggar Prathivi Building Lt. 2 Jl. Pasar Baru Selatan No. 23 Jakarta Pusat 10710. Kurang lebih sekitar 2 bulanan, temanku meninggalkanku karena beliau sudah diterima kerja di sebuah perusahaan. Mendadak aku galau lagi karena lama sekali aku belum juga dipanggil oleh perusahaan – perusahaan tempat aku melamar. Tapi dari kegalauan itu aku mempunyai keyakinan bahwa suatu saat aku akan mendapatkan kerja yang jauh lebih baik, penghasilan tetap dan percaya jika aku bersabar, Tuhan akan memberikan segala sesuatunya baik sesuai kehendakNya dan Tuhan masih memelihara aku walaupun penghasilanku tidak banyak.
Selain pernah magang di Migrant Care, aku pun pernah membantu Romo dalam menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan diskusi / bedah buku maupun seminar yang Romo dan rekan-rekan relawan sering adakan. Biasanya diadakan setiap sebulan sekali. Senang sekali bisa ikut berpartisipasi dalam menyiapkan acara tersebut apalagi aku bisa mengenal banyak orang yang sebelumnya aku tidak tahu.

IMG20170929170016
Bersama Romo Ignatius Ismartono SJ, Penanggung Jawab Perkumpulan Sahabat Insan

Pada akhirnya, pekerjaan baru pun kunjung datang. Aku diterima di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Property Management sebagai Administrative Assistant. Kurang  lebih tujuh bulan selama di Sahabat  Insan bagiku cukup berarti. Karena sebelum aku merasakan rutinitas, aku bisa merasakan pengalaman-pengalaman yang sungguh luar biasa yang pernah aku alami. Aku bersyukur Tuhan memelihara hidupku lewat pengalaman di Sahabat Insan dan rasa syukurku juga untuk dapat berkenalan dengan orang-orang hebat yang aku temui selama menjadi relawan di Sahabat Insan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Romo Ignatius Ismartono SJ, Mbak Vincentia Hertanti Kistiorini, Pak Felix Aryunianto dan semua kerabat yang tak bisa kusebutkan satu persatu yang sudah banyak memberikan pelajaran dan pengalaman berharga selama aku berkarya di Sahabat Insan. Semoga kalian semua senantiasa diberikan kesehatan semangat dalam berkarya dan juga semoga Sahabat Insan dapat sukses kedepannya dan menjadi komunitas yang dapat menginspirasi banyak orang, khususnya kaum muda untuk lebih berani dalam melayani sesama sebagai relawan sejati.
Sampai bertemu di kesempatan selanjutnya ~ ðŸ˜€





Wednesday, October 11, 2017

Towards No End And Yet Still Beginning

The morning started differently. A tram and bus ride into town found me looking at newspapers lining a park bench, someone's bed for a drizzly night. An old person tried to speak Mandarin to me. Persons getting on the bus and saying, “I've no money,”or using whatever change they have, and being allowed onboard. A very tired, worn, homeless person looking for shelter, asking for a prayer. Another person looking longingly at a basketball game they would probably love to be playing. And it isn't even winter yet.

Going to a brief workshop organised by A Faith That Does Justice(http://www.faith-justice.org/)on the Spiritual Exercises of St Ignatius of Loyola,seemingly includeda God-sized welcoming party. Surprises surfaced, including getting lost, yetgetting to know other people of goodwill, of old souls and big love. Of speaking truth to power, and of speaking to be less lonely and build community - two unnecessarily different activities that morning.

If we look closely, we can see many people of goodwill. Yet we are not always good at being good to ourselves –how can we be good for others? By being as good as we can, and not as we cannot. Like the person who gave up salt, pepper and butter twenty years ago, and is working on giving up hard drinking (but loves milk a lot). Like the poor who may be bent by circumstances, but not their smiles. Unlike the rich who make money unjustly, burden the downtrodden unnecessarily, and refute with legal arguments that there was no crime. What unfolded then and later, with or without reflection or intervention, was still up to them.

It is human to think of survival. Being people of goodwillbecomes apparent when we reach out, and does not stop until we have stopped for good ourselves.Better still, remember that this journey is a journey of countless steps, but any start requires just one step, over and over again.

Take some time. Rest and reflect. A little reflection helps, because our intentions do not limit our horizons, an easy and frequent misunderstanding.  Try, for we can and should ask that of ourselves, and be generous with our failures and ourselves as others had been, and even then, always be ready to begin again.



Michael Phung, SJ