Tuesday, March 20, 2018

Selamat Saras Atas Kelulusannya

Setelah Marsiana yang mengakhiri pelayanannya sebagai relawan Sahabat Insan sebagaimana dituangkan dalam tulisan Tujuh Bulan Berkarya di Sahabat Insan, pada bulan Februari 2018 ini ada satu lagi relawan Sahabat Insan yang telah menyelesaikan studi S1-nya sehingga dengan demikian juga menyelesaikan pelayanannya di Sahabat Insan, yaitu Maria Fransiska Saraswati atau yang akrab dipanggil Saras.  


Saras adalah mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Jakarta. Ia bergabung sebagai relawan Sahabat Insan sejak bulan Maret 2014. Tugas utama yang dilakukannya adalah mendokumentasikan segala kegiatan Sahabat Insan dalam bentuk video. Untuk keperluan ini Saras pernah  ditugaskan untuk menimba ilmu di Studio Audio Visual Puskat pada bulan Agustus 2015 seperti diceritakannya pada Pelatihan Produksi Format TV, Video Klip, Spot dan Wawancara Di SAV PUSKAT. Selain itu ia juga turut mendampingi dan menjenguk para korban yang mengalami gangguan jiwa, korban yang mengalami deportasi, ataupun korban yang dipulangkan dalam keadaan sakit parah dan ditampung di sebuah rumah singgah.  Saras juga ikut terlibat dalam kegiatan pengumpulan buku untuk perpustakaan anak-anak migran di Ponorogo - Jawa Timur, serta mengikuti beberapa seminar yang diadakan oleh lembaga-lembaga lain yang masuk dalam jaringan Sahabat Insan. 

Sahabat Insan mengucapkan selamat atas kelulusannya. Semoga sukses dan dapat mencapai apa yang dicita-citakan, serta dapat menyumbangkan ilmunya untuk kepentingan orang banyak sehingga dapat berkontribusi untuk membuat dunia ini menjadi lebih baik. Amin.

Tuesday, March 13, 2018

Masih Kabar Duka Dari NTT

Kabar duka seperti tidak pernah berhenti datang dari wilayah timor Indonesia ini. Setelah puluhan jenazah pekerja migran dipulangkan sepanjang tahun 2017, tahun ini keadaan belum juga membaik. Sampai pertengahan Maret ini, menurut data dari BP3TKI Kupang, tidak kurang dari 15 jenazah telah diterima oleh Suster Laurentia  selama tahun 2018, termasuk yang kisahnya dimuat di berbagai media massa, yaitu jenazah Adelina Sau, pekerja migran Indonesia yang dianiaya oleh majikannya di Malaysia dan meninggal setelah sehari sebelumnya diselamatkan dari rumah majikan, tepatnya di teras rumah bersama seekor anjing. Jumlah ini belum termasuk korban meninggal di Malaysia yang tidak bisa dipulangkan dan akhirnya dimakamkan di Malaysia.

Hari Minggu pagi, 11 Maret 2018 lalu, Suster kembali menerima seorang jenazah di Bandara El-Tari Kupang, dan dilakukan pemberkatan jenazah oleh Diakon Adnan. Kemudian, jenazah langsung diterbangkan ke Ende untuk diserahkan kepada keluarga.

Pada hari Minggu siang, suster kembali menerima 2 jenazah asal Borong Manggarai dan Oekabiti Timor. Salah satunya kembali menjadi viral di media massa karena kondisinya yang mengenaskan, yaitu jenazah Milka Bimoau, yang diterima dalam keadaan penuh bekas jahitan yang memanjang dari leher sampai ke perut. Link berita tersebut antara lain http://infontt.com/2018/03/11/satu-lagi-jenazah-tkw-asal-amarasi-dipulangkan-dengan-bekas-jahitan/http://www.sergap.id/ntt-kembali-dikirimi-2-jenasah-tki-asal-kupang-dan-manggarai-timur/. Jahitan di badan jenazah Milka sendiri kabarnya memang prosedur di Malaysia yang harus dilakukan bila ada orang yang meninggal tanpa diketahui sebabnya, namun keluarga menyayangkan tindakan tersebut dilakukan tanpa koordinasi dan meminta ijin dulu kepada sanak/kerabatnya

Sementara di hari yang sama, Suster Lauren melakukan kunjungan ke salah satu pekerja migran yang dipulangkan karena sakit parah. Pekerja tersebut diantar sampai ke rumah sakit oleh agen yang memberangkatkannya, namun agen tidak mau bertanggung jawab atas biaya pengobatan selanjutnya. Oleh rumah sakit, pekerja ini didiagnosa menderita TBC. Saat ini keluarga masih mencoba mengupayakan pengobatannya dengan mengurus BPJS, namun menemui kesulitan karena data-data masih ada di tangan agen.


Keadaan yang sudah berlangsung puluhan tahun ini memang tidak bisa diubah dalam sekejap. Masih banyaknya kasus yang terjadi menunjukkan masih banyaknya hal yang perlu dibenahi di daerah ini. Oleh sebab itu Suster bersama jaringan-jaringan pemerhati dengan semangat bekerja keras untuk memperbaiki nasib pekerja migran agar kasus-kasus menyedihkan yang telah terjadi minimal dapat dikurangi dan pada akhirnya tidak terjadi lagi.

Update berita:
Pada tanggal 19 Maret 2018, pekerja migran yang dipulangkan dalam keadaan sakit parah dan didiagnosa menderita TBC di atas akhirnya berpulang menyelesaikan penderitaannya di dunia. Suster Laurentina ikut mengantarkan kepergiannya agar dapat dimakamkan secara layak di kampung halamannya.