Wednesday, August 26, 2020

Terjemahan Sub-topik 3 WDMR 2020: To Listen In Order To Be Reconciled

 Tahun ini Paus Fransiskus telah menetapkan tema untuk menyambut World Day of Migrants and Refugees 2020 (WDMR 2020):

"FORCED LIKE JESUS CHRIST TO FLEE"

dengan 6 sub topik:
1. To know in order to understand
2. To be close in order to serve
3. To listen in order to be reconciled
4. To share in order to grow
5. To involve in order to promote
6. To collaborate in order to build

Bagian Migran dan Pengungsi untuk Mempromosikan Pembangunan Manusia Seutuhnya (The Migrants and Refugees Section of the Dicastery for Promoting Integral Human Development) - Vatikan sudah mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung untuk menjabarkan Pesan Paus Fransiskus tersebut dan membantu kita lebih memahami tema WDMR 2020 ini. Dokumen-dokumen ini dijabarkan berdasarkan masing-masing topik yang tertuang dalam Pesan Paus yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sahabat Insan di sini.

Berikut dokumen-dokumen berkaitan dengan sub topik ketiga: TO LISTEN IN ORDER TO BE RECONCILED yang sudah diterjemahkan oleh Sahabat Insan



1. Video dengan subtittle dalam Bahasa Indonesia silakan diklik link berikut


2. Gospel

"Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan  Anak-Nya yang tunggal , supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam  dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia" (Yoh 3: 16-17)

3. Pesan Paus Fransiskus


Adalah memungkinkan untuk berdialog, mendengarkan, merencanakan bersama, dan dengan cara ini untuk mengatasi kecurigaan dan prasangka dan untuk membangun hidup berdampingan yang lebih aman, damai dan inklusif.


4. Doa


Semoga Sang Anak Kudus, Raja Damai, membungkam bentrokan senjata dan membiarkan fajar baru persaudaraan muncul di seluruh benua, memberkati upaya semua orang yang bekerja untuk mempromosikan jalan rekonsiliasi dalam kehidupan politik dan sosial
(Paus Fransiskus)

5. Kutipan buku Pastoral Orientation on Internally Displaced People (IDP)


Menanggapi tantangan yang ditimbulkan oleh pengungsi internal, Gereja Katolik dipanggil untuk memberikan pelayanan pastoral baik kepada IDP dan komunitas tuan rumah mereka dan bekerja untuk rekonsiliasi dan pembangunan berkelanjutan dalam negara-negara.

6. Good Practice - Penerapan Yang Baik


"Like flowers in the rubble" adalah proyek Caritas Italiana yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan, aspirasi dan keinginan pengungsi muda Suriah, serta memfasilitasi jalan rekonsiliasi dan hidup berdampingan secara damai.










Terjemahan Sub-topik 2 WDMR 2020: To Be Close In Order To Serve

 Tahun ini Paus Fransiskus telah menetapkan tema untuk menyambut World Day of Migrants and Refugees 2020 (WDMR 2020):

"FORCED LIKE JESUS CHRIST TO FLEE"

dengan 6 sub topik:
1. To know in order to understand
2. To be close in order to serve
3. To listen in order to be reconciled
4. To share in order to grow
5. To involve in order to promote
6. To collaborate in order to build

Bagian Migran dan Pengungsi untuk Mempromosikan Pembangunan Manusia Seutuhnya (The Migrants and Refugees Section of the Dicastery for Promoting Integral Human Development) - Vatikan sudah mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung untuk menjabarkan Pesan Paus Fransiskus tersebut dan membantu kita lebih memahami tema WDMR 2020 ini. Dokumen-dokumen ini dijabarkan berdasarkan masing-masing topik yang tertuang dalam Pesan Paus yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sahabat Insan di sini.

Berikut dokumen-dokumen berkaitan dengan sub topik kedua: TO BE CLOSE IN ORDER TO SERVE yang sudah diterjemahkan oleh Sahabat Insan




1. Video dengan subtittle dalam Bahasa Indonesia dapat dilihat di



2. Gospel


Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiramnya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya (Lk 10:33-34).
 
3. Pesan Paus Fransiskus


Mencintai sesama berarti menjadi saudara bagi semua orang yang dianiaya dan ditinggalkan di jalanan dalam dunia kita, meringankan luka mereka dan membawa mereka ke tempat penampungan terdekat, di mana kebutuhan mereka dapat dipenuhi.


4. Doa


Tuhan, kami mohon kepadamu: bantulah kami untuk menjadi sahabat sejati bagi mereka yang sedang tersalib dan putus asa di dunia saat ini. Ajari kami untuk menghapus air mata mereka, untuk menghibur mereka, seperti saat Engkau dihibur oleh kehadiran Maria dan wanita-wanita lain di bawah salib-Mu.

5. Kutipan buku Pastoral Orientation on Internally Displaced People (IDP)


Dengan menanggapi Sabda Tuhan dan memperhatikan kebutuhan spiritual dan pastoral mereka, Gereja tidak hanya mempromosikan martabat manusiawi setiap orang, tetapi juga mewartakan Injil cinta kasih dan damai dalam situasi migrasi paksa. - Orientasi Pastoral untuk Pengungsi Dalam Negeri

6. Good Practice - Penerapan Yang Baik


Banjir di Srilanka: bantuan bagi para pengungsi telah dimungkinkan berkat mobilisasi besar masyarakat sipil dengan Paroki di garis depan dan dukungan dari Caritas Keuskupan. Jejaring Caritas di Srilanka telah terlibat sejak awal dalam distribusi makanan, air dan kebutuhan pokok











Terjemahan Sub Topik 1 WDMR 2020: To Know In Order To Understand

 Tahun ini Paus Fransiskus telah menetapkan tema untuk menyambut World Day of Migrants and Refugees 2020 (WDMR 2020):

"FORCED LIKE JESUS CHRIST TO FLEE"

dengan 6 sub topik:
1. To know in order to understand
2. To be close in order to serve
3. To listen in order to be reconciled
4. To share in order to grow
5. To involve in order to promote
6. To collaborate in order to build

Bagian Migran dan Pengungsi untuk Mempromosikan Pembangunan Manusia Seutuhnya (The Migrants and Refugees Section of the Dicastery for Promoting Integral Human Development) - Vatikan sudah mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung untuk menjabarkan Pesan Paus Fransiskus tersebut dan membantu kita lebih memahami tema WDMR 2020 ini. Dokumen-dokumen ini dijabarkan berdasarkan masing-masing topik yang tertuang dalam Pesan Paus yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sahabat Insan di sini.

Berikut dokumen-dokumen berkaitan dengan sub topik pertama: TO KNOW IN ORDER TO UNDERSTAND yang sudah diterjemahkan oleh Sahabat Insan



1. Video dengan subtittle dalam Bahasa Indonesia dapat dilihat di:


2. Gospel


"Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran,  datanglah  Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan  mereka. Tetapi  ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak mengenal Dia" (Luk 24: 15- 16)
 
3. Pesan Paus Fransiskus


Perhatian khusus harus diberikan kepada mereka yang mengungsi karena konflik, bencana alam dan penganiayaan. Mereka semua berharap bahwa kita akan memiliki keberanian untuk meruntuhkan tembok "keterlibatan yang nyaman dan diam" yang memperburuk ketidakberdayaan mereka; mereka menunggu kita untuk menunjukkan perhatian, kasih sayang, dan pengabdian.

4. Doa


Tuhan Yang Maha Pengasih dan Bapa kami semua, bangunkan kami dari ketidakpedulian, buka mata kami untuk penderitaan mereka, dan bebaskan kami dari ketidakpekaan yang lahir dari kenyamanan duniawi dan egois. Inspirasikanlah kami, sebagai bangsa, komunitas dan individu, untuk melihat bahwa mereka yang datang ke tempat kami adalah saudara dan saudari kami.

5. Kutipan buku Pastoral Orientation on Internally Displaced People (IDP)


"Mempromosikan budaya perjumpaan dalam komunitas tuan rumah, menciptakan kesempatan untuk kontak pribadi dengan IDP, membangun kelompok sukarelawan dan juga dana khusus untuk membantu semua orang dalam situasi yang rentan, dan memberikan pelayanan dan pelayanan pastoral baik kepada IDPs maupun komunitas tuan rumah" - Orientasi Pastoral untuk Pengungsi Dalam Negeri

6. Good Practice - Penerapan Yang Baik


Proyek “Pembentukan pusat-pusat dukungan keluarga sebagai model integrasi pengungsi internal dan komunitas tuan rumah di Ukaina” memiliki tujuan penting untuk menyatukan dan mengintegrasikan masyarakat Ukraina. Tujuan utama dari pusat-pusat tersebut adalah untuk meningkatkan integrasi sosial antara pengungsi dan warga setempat dengan menciptakan pemahaman yang sama di antara mereka.












Tuesday, August 25, 2020

Terjemahan Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Migran dan Pengungsi Sedunia 2020

 


PESAN BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS

UNTUK HARI MIGRAN DAN PENGUNGSI SEDUNIA YANG KE 106, TAHUN  2020

[27 September 2020]

 

Seperti Yesus Kristus,  dipaksa untuk mengungsi.

Menyambut, melindungi, mempromosikan, dan mengintegrasikan 

pengungsi dalam negeri

 

Pada awal tahun ini, dalam Pidato saya kepada anggota Korps Diplomatik yang terakreditasi ke Tahta Suci, saya mengarahkan perhatian  pada tragedi orang-orang yang mengungsi di dalam negeri  sebagai salah satu tantangan dunia kita saat ini: “Situasi konflik dan darurat kemanusiaan, yang diperburuk oleh perubahan iklim, meningkatkan jumlah pengungsi dan berdampak bagi orang-orang yang sudah hidup dalam kemiskinan yang parah. Banyak negara yang sedang mengalami keadaan ini, menderita  kekurangan sarana yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pengungsi ”(9 Januari 2020).

Dikasteri Bagian Migran dan Pengungsi untuk Mempromosikan Pembangunan Manusia Seutuhnya  telah mengeluarkan dokumen "Arah Pastoral mengenai para pengungsi di dalam negeri” (Kota Vatikan, 5 Mei 2020), yang bertujuan untuk menginspirasi dan mendorong karya pastoral Gereja di bidang khusus ini.

Karena alasan-alasan ini, saya telah memutuskan untuk mempersembahkan  Pesan ini bagi  drama para pengungsi dalam negeri, sebuah tragedi yang sering tidak terlihat dan bahwa krisis global yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 semakin membuat keadaan mereka semakin buruk. Bahkan, karena kedahsyatannya, keparahan dan sebaran  geografisnya, krisis ini telah membawa dampak pada banyak darurat kemanusiaan lainnya yang mempengaruhi jutaan orang. Ternyata urgensi perjuangan internasional untuk menyelamatkan nyawa dikalahkan bahkan ditaruh ke urutan paling bawah pada agenda politik nasional.  Tetapi “ini bukan saatnya untuk menjadi lalai.  Krisis yang kita hadapi seharusnya tidak membuat kita melupakan banyak krisis lain yang membawa penderitaan bagi begitu banyak orang” (Pesan Urbi et Orbi 12 April 2020).

Mengingat peristiwa-persitiwa sedih  yang telah menandai tahun 2020, saya ingin pesan ini, meskipun berkaitan dengan orang-orang terlantar dalam negeri, juga untuk merangkul semua orang yang mengalami situasi genting, ditinggalkan, terpinggirkan dan ditolak sebagai akibat  dari COVID-19.

Saya ingin memulai dengan gambar yang menginspirasi Paus Pius XII dalam Konstitusi Apostoliknya, Exsul Familia (1 Agustus 1952). Selama pelariannya ke Mesir, kanak-kanak Yesus bersama  dengan orang tua-Nya mengalami nasib yang menyedihkan yang dialami oleh mereka yang terlantar  dan pengungsi, “yang ditandai dengan ketakutan, ketidakpastian dan kegelisahan (lih. Mat 2: 13-15, 19-23). Sayang bahwa di zaman kita sekarang, jutaan keluarga juga mengalami  kenyataan menyedihkan ini. Hampir setiap hari televisi dan surat kabar memuat berita tentang para pengungsi yang melarikan diri dari kelaparan, perang dan bahaya besar lainnya, untuk mencari keamanan dan kehidupan yang bermartabat bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka ”(Angelus, 29 Desember 2013). Dalam diri masing-masing orang ini, yang dipaksa melarikan diri ke tempat yang aman, Yesus hadir sebagaimana Dia hidup  pada zaman Herodes. Dalam wajah orang yang lapar, haus, telanjang, sakit, asing dan tahanan, kita dipanggil untuk melihat wajah Kristus yang meminta kita untuk memberi bantuan (lih. Mat 25: 31-46). Jika kita dapat mengenali-Nya pada  wajah-wajah mereka itu, kita akan menjadi orang yang berterima kasih kepada-Nya karena dapat bertemu, mencintai, dan melayani Dia melalui mereka.

Orang-orang yang kehilangan tempat tinggal memberikan kita kesempatan ini untuk bertemu dengan Tuhan, “meskipun mata kita merasa sulit untuk mengenalinya: pakaiannya compang-camping, kakinya kotor, wajahnya cacat, tubuhnya terluka, tidak bisa berbicara dengan bahasa  kita” (Homili, 15 Februari 2019). Kita dipanggil untuk menanggapi tantangan pastoral ini dengan empat kata kerja yang saya sebutkan dalam Pesan saya untuk Hari ini pada tahun 2018: menyambut, melindungi, mempromosikan dan mengintegrasikan. Untuk kata-kata ini, sekarang saya ingin menambahkan enam pasang kata kerja yang berhubungan dengan tindakan yang sangat praktis dan terkait satu sama lain dalam hubungan sebab dan akibat.

Anda harus tahu untuk bisa paham. Pengetahuan adalah langkah penting untuk memahami orang lain. Yesus sendiri memberi tahu kita tentang hal ini dalam kisah para murid di jalan menuju Emaus: "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran,  datanglah  Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan  mereka. Tetapi  ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak mengenal Dia" (Luk 24: 15- 16). Ketika kita berbicara tentang migran dan pengungsi, terlalu sering kita berhenti pada statistik. Tapi ini bukan tentang statistik, ini tentang manusia nyata! Jika kita bertemu mereka, kita akan mengetahui lebih banyak tentang mereka. Dan dengan mengetahui cerita mereka, kita akan bisa memahaminya. Kita ak.an dapat memahami, misalnya, bahwa kerawanan yang kita alami sebagai akibat  pandemi ini ternyata dialami terus-menerus dalam kehidupan para pengungsi.

Perlu menjadi dekat agar bisa melayani. Ini mungkin tampak jelas, namun seringkali justru sebaliknya. Lalu datang seorang Samaria,  yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiramnya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya (Lk 10:33-34). Ketakutan dan kecurigaan  - terlalu banyak kecurigaan  - menjauhkan kita dari orang lain dan sering mencegah kita dari "menjadi sesama" bagi mereka dan melayani mereka dengan cinta. Mendekatkan diri pada  orang lain seringkali berarti bersedia mengambil risiko, seperti yang diajarkan kepada kita oleh banyak dokter dan perawat dalam beberapa bulan terakhir. Kesiapan untuk mendekat dan melayani ini lebih dari sekadar perasaan wajib. Yesus memberi kita contoh terbesar tentang hal ini ketika Dia membasuh kaki murid-Nya, melepas jubah-Nya, berlutut dan mengotori tangan-Nya (lih. Yoh 13: 1-15).

Agar dapat berdamai, kita perlu mendengarkan. Allah  sendiri yang mengajar kita dengan mengutus  Anak-Nya ke dunia. Dia ingin mendengarkan permohonan umat manusia yang menderita dengan telinga manusia: "Karena Allah begitu mengasihi dunia  ini, sehingga Ia telah mengaruniakan  Anak-Nya yang tunggal , supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam  dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia" (Yoh 3: 16-17). Cinta yang mendamaikan dan menyelamatkan dimulai dengan mendengarkan. Di dunia sekarang ini, pesan-pesan  berlipat ganda tetapi praktik mendengarkan menjadi hilang. Namun hanya dengan mendengarkan dengan rendah hati dan penuh perhatian kita dapat benar-benar diperdamaikan. Pada tahun 2020, keheningan telah berkuasa selama berminggu-minggu di jalanan kita. Keheningan yang dramatis dan menyedihkan, tetapi yang telah memberi kita kesempatan untuk mendengarkan permohonan dari yang rentan, yang terlantar dan permohonan planet kita yang sedang sakit parah. Mendengarkan memberi kita kesempatan untuk berdamai dengan sesama  kita, dengan semua orang yang telah "dibuang", dengan diri kita sendiri dan dengan Allah, yang tidak pernah bosan menawarkan kemurahan hati-Nya  kepada kita.

Supaya bisa bertumbuh, perlu berbagi. Berbagi adalah unsur penting dari komunitas Kristiani  perdana: "Kumpulan orang yang telah percaya itu sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri. Tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama" (Kisah Para Rasul 4:32). Tuhan tidak ingin sumber daya planet kita ini hanya menguntungkan bagi  sedikit orang saja. Ini bukan kehendak Tuhan! Kita harus belajar berbagi untuk tumbuh bersama, tanpa meninggalkan siapa pun. Pandemi telah mengingatkan kita bagaimana kita semua berada di perahu  yang sama. Menyadari bahwa kita memiliki keprihatinan dan ketakutan yang sama sekali lagi menunjukkan kepada kita  bahwa tidak ada yang dapat diselamatkan secara sendirian. Untuk bertumbuh dengan sungguh-sungguh, kita harus tumbuh bersama, membagikan apa yang kita miliki, seperti anak laki-laki yang menawarkan kepada Yesus lima roti jelai dan dua ikan ... namun lima roti dan dua ikan itu terbukti cukup untuk lima ribu orang (lih. Yoh 6: 1-15)!

Kita perlu terlibat  agar dapat  mempromosikan. Seperti Yesus bersama perempuan  Samaria (lih. Yoh 4: 1-30). Tuhan mendekatinya, mendengarkannya, berbicara pada hatinya dan kemudian menuntunnya kepada kebenaran serta menjadikannya seorang pewarta  Kabar Baik: “Mari, lihatlah orang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu  yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia itu Kristus?” (ayat 29). Kadang-kadang dorongan untuk melayani orang lain menghambat kita melihat kekayaan mereka yang sebenarnya. Jika kita benar-benar ingin mempromosikan mereka yang kita bantu, kita harus melibatkan mereka dan menjadikan mereka pelaku  dalam penebusan mereka sendiri. Pandemi telah mengingatkan kita tentang betapa pentingnya tanggung jawab  bersama itu dan bahwa hanya dengan peran serta  semua orang - bahkan dari kelompok-kelompok yang begitu sering diremehkan itu - kita dapat menghadapi krisis ini. Kita harus menemukan “keberanian untuk menciptakan ruang di mana setiap orang dapat mengetahui  bahwa diri mereka dipanggil dan keberanian untuk membuka adanya bentuk-bentuk baru keramahtamahan, persaudaraan, dan solidaritas” (Meditasi di Lapangan Santo Petrus, 27 Maret 2020).

Untuk membangun diperlukan kerja sama. Itulah yang dikatakan Rasul Paulus kepada komunitas Korintus: “Tetapi aku menasehatkan kamu, Saudara-saudara, demi nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir”(1 Kor 1:10). Membangun Kerajaan Allah adalah tugas bersama bagi semua orang Kristiani dan dengan alasan ini kita perlu belajar untuk bekerja sama, tanpa menyerah pada godaan untuk kecemburuan, perselisihan dan perpecahan. Dalam konteks saat ini harus ditegaskan kembali: "Ini bukan saatnya  untuk mementingkan diri sendiri, karena tantangan yang kita hadapi merupakan tanggungjawab semua orang, tanpa membedakan satu dengan yang lain" (Pesan Urbi et Orbi, 12 April 2020). Untuk menjaga rumah kita bersama dan membuatnya semakin sesuai dengan rencana semula Tuhan, kita harus berkomitmen untuk memastikan kerjasama internasional, solidaritas global dan keterlibatan lokal, tanpa meninggalkan seorang pun .

Saya ingin mengakhiri dengan doa yang diilhami oleh teladan Santo Yusuf  pada saat ia terpaksa melarikan diri ke Mesir untuk menyelamatkan kanak-kanak  Yesus.

Bapa, kepada Santo Yusuf Engkau  telah mempercayakan apa yang Engkau anggap paling berharga: yaitu Kanak-kanak  Yesus dan ibu-Nya, agar  melindungi mereka dari bahaya dan ancaman orang-orang jahat.

Kami mohon agar kami boleh  mengalami perlindungan dan bantuannya. Semoga dia, yang ikut serta dalam penderitaan orang-orang yang melarikan diri dari kebencian orang-orang yang berkuasa, menghibur dan melindungi semua saudara dan saudari kami yang didera oleh perang, kemiskinan dan keterpaksaan  untuk meninggalkan rumah dan tanah mereka untuk  menjadi pengungsi di  tempat-tempat yang lebih aman.

Melalui perantaraan Santo Yusuf, tolonglah mereka untuk menemukan kekuatan sehingga dapat bertahan, berilah mereka penghiburan dalam kesedihan dan keberanian di tengah pencobaan mereka.

Anugerahkanlah kepada yang menyambut mereka kasih sayang lembut dari ayah yang jujur  dan bijaksana ini, yang mengasihi Yesus sebagai anaknya sendiri dan menopang Maria di setiap langkah di jalan.

Semoga dia, yang mendapatkan rejeki  dengan pekerjaan tangannya, menjaga  mereka yang telah kehilangan semuanya dalam hidup ini  dan mendapatkan bagi mereka martabat dalam bentuk pekerjaan dan kedamaian dalam sebuah rumah.

Kami mohon ini  melalui Yesus Kristus, Putra-Mu, yang diselamatkan oleh Santo Yusuf dengan membawa-Nya lari ke Mesir dan percaya pada  perantaraan Perawan Maria, yang dia kasihi sebagai suami yang setia sesuai dengan kehendak-Mu,  Amin.


Roma, Pesta Santo Yohanes Lateran, 13 Mei 2020, Peringatan Perawan Maria yang Terberkati dari Fatima.

 

Fransiskus

©Hak cipta  - Libreria Editrice Vaticana



******************************

Teks asli bisa didapatkan di 

https://drive.google.com/file/d/1QPNmAbPIBDH5ZCfLr0EtclK-dfQucyuy/view


MESSAGE OF HIS HOLINESS POPE FRANCIS

FOR THE 106th WORLD DAY OF MIGRANTS AND REFUGEES 2020

 

[27 September 2020]

 

Like Jesus Christ, forced to flee.

Welcoming, protecting, promoting and integrating

internally displaced persons

 

At the beginning of this year, in my Address to the  members of the Diplomatic Corps accredited to the Holy See, I pointed to the tragedy of internally displaced people as one of the challenges of our contemporary world: “Situations of conflict and humanitarian emergencies, aggravated by climate change, are increasing the numbers of displaced persons and affecting people already living in a state of dire poverty. Many of the countries experiencing these situations lack adequate structures for meeting the needs of the displaced” (9 January 2020).

The Migrants and Refugees Section of the Dicastery for Promoting Integral Human Development has issued the document “Pastoral Orientations on Internally Displaced People” (Vatican City, 5 May 2020), which aims to inspire and encourage the pastoral work of the Church in this specific area.

For these reasons, I have decided to devote this Message to the drama of internally displaced persons, an often unseen tragedy that the global crisis caused by the COVID-19 pandemic has only exacerbated. In fact, due to its virulence, severity and geographical extent, this crisis has impacted on many other humanitarian emergencies that affect millions of people, which has relegated to the bottom of national political agendas those urgent international efforts essential to saving lives. But “this is not a time for forgetfulness. The crisis we are facing should not make us forget the many other crises that bring suffering to so many people” (Urbi et Orbi Message, 12 April 2020).

In the light of the tragic events that have marked 2020, I would like this Message, although concerned with internally displaced persons, to embrace all those who are experiencing situations of precariousness, abandonment, marginalization and rejection as a result of COVID-19.

I would like to start with the image that inspired Pope Pius XII in his Apostolic Constitution Exsul Familia (1 August 1952). During the flight into Egypt, the child Jesus experienced with his parents the tragic fate of the displaced and refugees, “which is marked by fear, uncertainty and unease (cf. Mt 2:13-15, 19-23). Unfortunately, in our own times, millions of families can identify with this sad reality. Almost every day the television and papers carry news of refugees fleeing from hunger, war and other grave dangers, in search of security and a dignified life for themselves and for their families” (Angelus, 29 December 2013). In each of these people, forced to flee to safety, Jesus is present as he was at the time of Herod. In the faces of the hungry, the thirsty, the naked, the sick, strangers and prisoners, we are called to see the face of Christ who pleads with us to help (cf. Mt25:31-46). If we can recognize him in those faces, we will be the ones to thank him for having been able to meet, love and serve him in them.

Displaced people offer us this opportunity to meet the Lord, “even though our eyes find it hard to recognize him: his clothing in tatters, his feet dirty, his face disfigured, his body wounded, his tongue unable to speak our language” (Homily, 15 February 2019). We are called to respond to this pastoral challenge with the four verbs I indicated in my Message for this Day in 2018: welcome, protect, promote and integrate. To these words, I would now like to add another six pairs of verbs that deal with very practical actions and are linked together in a relationship of cause and effect.

You have to know in order to understand. Knowledge is a necessary step towards understanding others. Jesus himself tells us this in the account of the disciples on the road to Emmaus: “While they were talking and discussing together, Jesus himself drew near and went with them, but their eyes were kept from recognizing him” (Lk 24:15-16). When we talk about migrants and displaced persons, all too often we stop at statistics. But it is not about statistics, it is about real people! If we encounter them, we will get to know more about them. And knowing their stories, we will be able to understand them. We will be able to understand, for example, that the precariousness that we have come to experience as a result of this pandemic is a constant in the lives of displaced people.

It is necessary to be close in order to serve. It may seem obvious, yet often it is the contrary. “But a Samaritan, as he journeyed, came to where the man was; and when he saw him, he had compassion, and went to him and bound up his wounds, pouring on oil and wine; then he set him on his own beast and brought him to an inn, and took care of him” (Lk 10:33-34). Fears and prejudices – all too many prejudices – keep us distant from others and often prevent us from 2 “becoming neighbours” to them and serving them with love. Drawing close to others often means being willing to take risks, as so many doctors and nurses have taught us in recent months. This readiness to draw near and serve goes beyond a mere sense of duty. Jesus gave us the greatest example of this when he washed the feet of his disciples: he took off his cloak, knelt down and dirtied his hands (cf. Jn 13:1-15).

In order to be reconciled, we need to listen. God himself taught us this by sending his Son into the world. He wanted to listen to the plea of suffering humanity with human ears: “For God so loved the world that he gave his only-begotten Son… that the world might be saved through him” (Jn 3:16-17). A love that reconciles and saves begins with listening. In today’s world, messages multiply but the practice of listening is being lost. Yet it is only through humble and attentive listening that we can truly be reconciled. In 2020, silence has reigned for weeks in our streets. A dramatic and troubling silence, but one that has given us the opportunity to listen to the plea of the vulnerable, the displaced and our seriously ill planet. Listening gives us an opportunity to be reconciled with our neighbour, with all those who have been “discarded”, with ourselves and with God, who never tires of offering us his mercy.

In order to grow, it is necessary to share. Sharing was an essential element of the first Christian community: “Now the company of those who believed were of one heart and soul, and no one said that any of the things which he possessed was his own, but they had everything in common” (Acts 4:32). God did not want the resources of our planet to benefit only a few. This was not the Lord’s will! We have to learn to share in order to grow together, leaving no one behind. The pandemic has reminded us how we are all in the same boat. Realizing that we have the same concerns and fears has shown us once more that no one can be saved alone. To grow truly, we must grow together, sharing what we have, like the boy who offered Jesus five barley loaves and two fish… yet they proved enough for five thousand people (cf. Jn 6:1-15)!

We need to be involved in order to promote. As Jesus was with the Samaritan woman (cf. Jn 4:1-30). The Lord approaches her, listens to her, speaks to her heart, and then leads her to the truth and makes her a herald of the Good News: “Come, see a man who told me all that I ever did! Can this be the Christ?” (v. 29). Sometimes the impulse to serve others prevents us from seeing their real riches. If we really want to promote those whom we assist, we must involve them and make them agents in their own redemption. The pandemic has reminded us of how essential coresponsibility is, and that only with the contribution of everyone – even of those groups so often underestimated – can we face this crisis. We must find “the courage to create spaces where everyone can recognize that they are called, and to allow new forms of hospitality, fraternity and solidarity” (Meditation in Saint Peter’s Square, 27 March 2020).

It is necessary to cooperate in order to build. That is what the Apostle Paul tells the community of Corinth: “I appeal to you, brethren, by the name of our Lord Jesus Christ, that all of you agree and that there be no dissensions among you, but that you be united in the same mind and the same judgement” (1 Cor 1:10). Building the Kingdom of God is a duty common to all Christians, and for this reason it is necessary that we learn to cooperate, without yielding to the temptation to

jealousy, discord and division. In the present context it should be reiterated: “This is not a time for self-centredness, because the challenge we are facing is shared by all, without distinguishing between persons” (Urbi et Orbi Message, 12 April 2020). To preserve our common home and make it conform more and more to God’s original plan, we must commit ourselves to ensuring international cooperation, global solidarity and local commitment, leaving no one excluded.

I would like to conclude with a prayer suggested by the example of Saint Joseph at the time he was forced to flee to Egypt to save the child Jesus.

 Father, you entrusted to Saint Joseph what you held most precious: the child Jesus and his Mother, in order to protect them from the dangers and threats of the wicked.

Grant that we may experience his protection and help. May he, who shared in the sufferings of those who flee from the hatred of the powerful, console and protect all our brothers and sisters driven by war, poverty and necessity to leave their homes and their lands to set out as refugees for safer places.

Help them, through the intercession of Saint Joseph, to find the strength to persevere, give them comfort in sorrows and courage amid their trials.

Grant to those who welcome them some of the tender love of this just and wise father, who loved Jesus as a true son and sustained Mary at every step of the way.

May he, who earned his bread by the work of his hands, watch over those who have seen everything in life taken away and obtain for them the dignity of a job and the serenity of a home.

We ask this through Jesus Christ, your Son, whom Saint Joseph saved by fleeing to Egypt, and trusting in the intercession of the Virgin Mary, whom he loved as a faithful husband in accordance with your will. Amen.

  

Rome, Saint John Lateran, 13 May 2020, Memorial of the Blessed Virgin Mary of Fatima.

 

Franciscus

©Copyright - Libreria Editrice Vaticana