Friday, December 21, 2018

Penghargaan Peduli Buruh Migran 2018


Tanggal 20 Desember 2018 Romo I. Ismartono, SJ menerima penghargaan Peduli Buruh Migran 2018 dalam rangka International Migrants Day 2018 di Universitas Ma Chung, Malang, Jawa Timur.  Berikut ini wawancara dengan Romo I. Ismartono, SJ: 



1. Penghargaan Peduli Buruh Migran 2018 diberikan oleh siapa untuk apa?

Dari komunitas Peduli Buruh Migran diberikan kepada saya untuk menghargai keterlibatan selama ini dalam memberi perhatian kepada masalah buruh migran.

2.  Kalau begitu, apa hubungannya dengan Universitas Ma Chung?

Tempat menyerahkan penghargaan itu di universitas tersebut.

3. Puluhan tahun  Romo Is dikenal sebagai tokoh antar-agama, mengapa sekarang tiba-tiba memperoleh penghargaan Peduli Buruh Migran 2018?

Saya berpikir, memberi perhatian pada buruh migran merupakan sebuah tindakan dialog kerja. Para buruh migran itu memiliki latar belakang agama yang berbeda dan kami para pemerhati juga demikian. Mereka adalah manusia Indonesia yang berada dalam keadaan yang sama. Manusia sebagai homo faber, makluk yang bekerja mencari kerja di tempat-tempat yang bukan asalnya. 

4. Jadi sekarang Romo Is mengurus buruh migran yang menjadi korban? Bukan mengurus buruh migran, kan?

Mungkin kata mengurus terlalu besar. Mungkin lebih tepat memper-hati-kan. Ya, perhatian itu terutama kepada yang paling membutuhkan pertolongan, yang menjadi korban, misalnya korban perdagangan orang atau human trafficking.

5. Keprihatinan terhadap korban, apakah Romo  Is tidak tertarik untuk memberdayakan calon buruh migran mengantisipasi agar mereka tidak menjadi korban?

Ya tertarik, tetapi sudah banyak lembaga yang mengurus hal itu. Kita tinggal bekerja sama dengan mereka. Saya mulai dengan memperhatikan mereka yang menjadi korban.

6. Apa langkah selanjutnya yang Romo pikirkan  terhadap korban? 

Gagasan saya: saya "membantu para penolong". Saat ini misalnya, melalui Perkumpulan Sahabat Insan,  membantu Suster Laurentina, PI yang hidup dan bekerja di Kupang, untuk mendampingi mereka dan keluarga mereka yang menjadi korban perdagangan manusia.

7. Apa rencana Romo untuk kegiatan membantu korban?  Apakah tetap sama seperti tahun-tahun lalu, atau akan ada kemajuan dalam pelayanan Romo?

Saya mau terus menawarkan usaha ini kepada orang muda. Masih banyaknya kematian buruh migran ini ditawarkan sebagai kenyataan yang memprihatinkan bagi bangsa Indonesia. Bangsa yang telah merdeka selama lebih dari 73 tahun masih saja menyaksikan kematian warganya karena kemiskinan. Bersama relawan kami mau merangkai bagaimana memberi perhatian kepada para korban dapat menjadi bagian dari pembentukan dirinya sebagai orang Indonesia.

8. Adakah ajaran Gereja yang mendukung hal itu?

Ya. Paus Fransiskus sendiri menyatakannya dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (Sukacita Injil, 24 November, 2013) agar kita memberi perhatian kepada mereka yang diekploitasi, mereka yang dibuang, bagaikan sampah, sebagai berikut:

Sekarang ini segala hal bermain dalam hukum kompetisi dan the survival of the fittest, di mana yang kuat menguasai yang lemah. Akibatnya, sebagian besar masyarakat menemukan diri mereka sendiri tersisih dan tersingkir; tanpa pekerjaan, tanpa kemungkinan, tanpa jalan keluar dari itu semua. Manusia sendiri dipandang sebagai barang konsumsi yang bisa dipakai dan kemudian dibuang. Kita telah menciptakan budaya ”sekali pakai buang” yang sekarang sedang berlaku dimana-mana. Hal ini tidak lagi melulu tentang eksploitasi dan penindasan, tetapi sesuatu yang baru. Pengecualian akhirnya terkait dengan apa artinya menjadi bagian dari masyarakat dimana kita hidup; mereka yang disisihkan tak lagi menjadi kelas bawah atau masyarakat pinggiran atau yang tercabut haknya – mereka bahkan tak lagi menjadi bagian dari masyarakat. Mereka yang tersisih bukanlah orang-orang yang “dieksploitasi”,tetapi orang-orang buangan, “sampah yang dibuang”. 
(Evangelii Gaudium 2013 – nomor 53)


/wawancara selesai/