Monday, October 5, 2020

Rentetan Cerita Duka Di Bulan September 2020

Pada pertengahan sampai akhir bulan September 2020, kabar duka seolah tak pernah berhenti menyapa tanah NTT. Jenazah demi jenazah tetap berdatangan di Terminal Kargo Bandara El-Tari. Tercatat sebanyak delapan jenazah diterima dengan cerita yang berbeda-beda. Dua dari delapan jenazah tersebut  merupakan jenazah pekerja yang mencari nafkah di dalam negeri, yang lebih dikenal dengan AKAD (antar kota antar daerah).

Berbagai kisah mengiringi kepergian para pekerja migran ini. Seperti seorang pria yang tiba pada tanggal 14 September 2020 ini. Ia bekerja secara non-prosedural di kapal penangkapan ikan di pelabuhan kecil Sibu, Sarawak Malaysia. Mirisnya, pria berusia 30 tahun ini diduga meninggal karena dibunuh. Penyebab kematian reminya tertulis Ligature Strangulation (suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban). Jenazahnya ditemukan oleh pekerja kapal beberapa hari setelah kematiannya dalam kondisi rusak dan wajahnya sulit dikenali karena sudah berhari-hari dalam air. Hal ini menyebabkan pemulangannya memakan waktu cukup lama, kurang lebih setahun, karena adanya pengecekan DNA dan juga adanya pandemi. Jenazah kemudian dimasukkan ke dalam mobil jenazah JPIC. Ini menjadi pertama kalinya mobil jenazah JPIC mengangkut jenazah migran. Hari ini dia menunaikan tugas pertamanya untuk mengantarkan korban menuju Kabupaten Timor Tengah Selatan. 



Kisah sedih lainnya datang dari seorang wanita yang meninggal dunia karena kehilangan banyak darah setelah melahirkan anak ketiganya di Malaysia. Ia bekerja di sana sebagai penabur pupuk di ladang kelapa sawit kurang lebih selama lima tahun. Kepulangannya tanpa disertai oleh suami dan kedua anaknya karena mereka kesulitan untuk pulang ke Indonesia karena masalah administrasi. Kedatangan jenazahnya disambut oleh keluarga dan diantarkan ke kampung halamannya oleh mobil jenazah BP2PMI.






Lain cerita dengan jenazah pria berusia 57 tahun yang tiba di bandara El-Tari Kupang pada tanggal 18 September 2020 lalu. Ia meninggal di Malaysia pada tanggal 19 Agustus 2020 dengan penyebab kematian komplikasi infeksi berat. Pria asal Ende ini datang dengan nama yang berbeda dari nama sebenarnya. Ternyata ia pernah mengganti nama agar lebih mudah mendapatkan pekerjaan di sana. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu ia pergi merantau ke negeri seberang saat ketiga anaknya masih kecil-kecil. Selama jangka waktu tersebut, ia sempat pulang 6-7 tahun yang lalu untuk mengurus pernikahan dengan istrinya. Pada saat kepulangan jenazahnya di Bandara El-Tari, ia dijemput oleh kedua anaknya yang selama ini tetap tinggal di kampung halaman, sedangkan anak ketiganya akan menyusul kembali ke Indonesia bersama istrinya. Rencananya ia akan dibawa oleh KMP Sirung pada Jumat 18 September, namun karena ada penumpang yang positif Covid-19, maka seluruh ABK harus melakukan test swab  dan baru berlayar kembali Senin nanti. Sambil menunggu jadwal keberangkatan kapal, jenazah untuk sementara disemayamkan di RSUD W.Z. Johannes Kupang.


Lain lagi dengan dua jenazah PMI yang diterima pada tanggal 23 September 2020 lalu. Kedua jenazah  itu disambut dengan suasana yang berbeda oleh keluarganya. Jenazah pertama adalah seorang pria berusia 58 tahun, meninggal pada tanggal 4 September 2020 yang lalu pukul 11.00 pagi waktu Malaysia dengan sebab kematian Infeksi bakteri serius yang menghancurkan jaringan di bawah kulit di kedua tungkai bawah.  Selama kurang lebih 20 tahun ia merantau ke Malaysia untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit, dan selama rentang waktu itu dua kali ia pulang ke Indonesia. Yang pertama karena dideportasi dan yang kedua saat ayah kandungnya meninggal. Penjemputan jenazah ini diwarnai ketegangan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan perihal proses pengambilan jenazah. Keluarga pihak laki-laki mengaku tidak mendapatkan informasi sama sekali tentang kapan jenazah tiba di Kupang karena hilang kontak dengan keluarga dari pihak perempuan, sehingga sudah empat hari mereka menanti dengan tidak pasti di Kargo Bandara El-Tari Kupang. Mereka berpendapat bahwa jenazah harus dibawa ke kampung halamannya di Lurasik, karena ia sudah lama tidak pulang untuk melihat ibunya yang masih hidup dan saat ini tinggal di sana. Namun sesuai dengan surat pengantar yang dikeluarkan oleh KBRI,jenazah harus dibawa ke tempat tinggal istri dan anak-anaknya di Kabupaten Malaka. Ketegangan semakin memuncak saat jenazah dikeluarkan dari kargo bahkan keluarga laki-laki sampai memaki-maki keluarga perempuan. Mereka juga nemgatakan kalau berani membuat surat pernyataan akan mengembalikan jenazah ke Malaka setelah Ibundanya melihat jenazah anaknya di Lurasik. Namun walaupun sudah mencoba berbagai cara, jenazah harus tetap dipulangkan sesuai dengan alamat yang tertera di surat yang dikeluarkan oleh KBRI dan diantarkan oleh mobil jenazah milik BP2PMI.


Sedangkan jenazah kedua merupakan seorang wanita berusia 41 tahun yang meninggal karena usus buntu pada tanggal 6 September 2020 pukul 06.00 pagi di Malaysia. Ia sudah bekerja di negeri jiran selama 3 tahun bersama suaminya di sebuah kebun sayur. Di Bandara El-Tari kedatangannya disambut dengan tangisan keluarga yang segera memeluk peti jenazah dan membalutnya dengan sarung. Jenazah kemudian dimasukkan ke dalam mobil jenazah JPIC Divine Providentia menuju kampung halamannya.


Satu kisah penutup duka bulan September ini adalah seorang jenazah yang berasal dari Kecamatan Wotan Olomando, Kabupaten Flores Timor yang tiba di Bandara El-Tari pada tanggal 25 September 2020. Pria berusia 57 tahun ini meninggal pada tanggal 10 September 2020 di sebuah kebun kelapa sawit di Johor karena sindrom jantung koroner akut. Dari Malaysia jenazah diterbangkan ke Jakarta terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan penerbangan dari Jakarta ke Kupang. Selanjutnya ia akan melanjutkan perjalanan menuju kampung halamannya pada hari Minggu, 27 September 2020 dengan KM Umsini. Tidak ada keluarga yang hadir untuk menyambutnya selain seorang bapak yang secara khusus dari Flores Timur untuk membantu melaporkannya kepada BP2PMI dan menerima jenazah dari kargo. Namun untunglah dalam penjemputan jenazah kali ini hadir pihak SBMI dan seorang mahasiswa dari Surabaya yang sedang melakukan penelitian, juga tim jaringan anti trafficking dan pihak BP2PMI yang selalu siap sedia membantu keluarga. Setelah proses pemindahan jenazah dari kereta kargo ke mobil jenazah BP2PMI dan didoakan oleh Suster Laurentina, PI, jenazah langsung dibawa ke RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang dan disemayamkan di sana selama dua hari.  


Sepanjang bulan September ini, tim anti perdagangan manusia Kupang tidak hanya menerima jenazah Pekerja Migran Indonesia, namun juga jenazah pekerja AKAD (Antar Kerja Antar Provinsi). Sesuai dengan yang tertera dalam Permenaker RI nomor 39 tahun 2016 tentang penempatan tenaga kerja, Antar Kerja adalah sistem yang meliputi pelayanan informasi pasar kerja, penyuluhan dan bimbingan jabatan, dan perantaraan kerja. Antar Kerja Antar Daerah merupakan sistem penempatan kerja tenaga kerja antar daerah provinsi. 

Tercatat sebanyak 3 jenazah pekerja AKAD diterima pada bulan ini, terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan. Kisah paling memilukan dialami oleh jenazah terakhir yang diterima pada tanggal 23 September 2020 yang lalu. Ia dipulangkan dari Kota Batam dan meninggal pada tanggal 17 September 2020 sekitar pukul 13.00 WIB. Berdasarkan informasi yang diterima, ia dibunuh di lokasi lahan kebun tempat ia bekerja oleh teman sekerjanya. Pada saat kejadian, ia sedang melakukan pemupukan dan menggorok lehernya menggunakan sabit. Tak cukup sampai di situ, jenazahnya juga ditelanjangi dan baru ditemukan oleh teman-temannya pada sore hari. Ia sudah bekerja di tempat itu selama 8-9 tahun. Saat mengetahui kejadian tersebut, keluarga kemudian meminta kepala mandor untuk memulangkannya ke kampung halamannya di Belu. 

Semasa hidupnya, Almarhum dikenal sebagai sosok yang baik hati oleh keluarganya. Selain membiayai hidupnya sendiri, ia juga membantu biaya kuliah dua orang keponakannya di kampung. Oleh karena itu, kepergiannya membawa duka yang medalam bagi keluarga, apalagi tersangka pembunuhnya belum tertangkap. Pada penjemputan jenazah ini, proses didampingi oleh Suster Laurentina PI dengan dibantu oleh Pak Stef dari BP2PMI. Setelah segala urusan administrasi diselesaikan, peti jenazah ditarik keluar dari kargo. Peti jenazah yang berbalut terpal coklat dan di-wrapping dengan rapi itu kemudian dipindahkan ke dalam mobil jenazah RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Usai didoakan, jenazah bersama beberapa keluarganya langsung menuju rumah duka.


Tentunya semua pihak berharap bahwa untuk selanjutnya, di tiga bulan terakhir tahun 2020 ini, tidak ada lagi kegiatan penjemputan jenazah PMI di Bandara El-Tari Kupang. Melihat wajah-wajah duka, mendengarkan perjuangan untuk sekedar menghidupi keluarga, serta tangisan pilu keluarga, bukan merupakan hal yang mudah untuk dijalani. Namun apapun yang terjadi, semoga kita semua selalu diberikan kekuatan untuk menemani, menghibur serta memberikan dukungan kepada keluarga yang ditinggalkan untuk sekedar meringankan beban mereka.