Tuesday, May 13, 2025

Mosaik Indah: Indonesia di Mata Paus Fransiskus dan Tantangan di Era Paus Leo XIV

 

Prof. Francisia Saveria Sika Ery Seda dari Universitas Indonesia (kanan), Ignasius Jonan (Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia | tengah), Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty (Ketua Umum PGI | tengah), Siti Musdah Mulia (Cendekiawan Muslim | tengah), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Ketua Presidium KWI | kiri) | Foto: Saras


Jakarta, 10 Mei 2025 — Di tengah sorotan dunia terhadap terpilihnya Paus baru, Leo XIV, Indonesia kembali menegaskan dirinya sebagai simbol perdamaian dalam keberagaman melalui seminar “Sebuah Mosaik Indah: Indonesia di Mata Paus Fransiskus” yang diselenggarakan oleh PRAKSIS di Gedung KWI, Jakarta Pusat. Seminar ini menjadi ruang refleksi penting atas warisan spiritual dan sosial Paus Fransiskus, serta relevansinya dalam kepemimpinan baru di Tahta Suci.

Seminar yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini menghadirkan empat tokoh lintas agama dan profesi: Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Ketua Presidium KWI), Siti Musdah Mulia (cendekiawan muslim), Ignasius Jonan (Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia)dan Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty (Ketua Umum PGI). Diskusi dipandu oleh Prof. Francisia Saveria Sika Ery Seda dari Universitas Indonesia.

Indonesia di Mata Paus: Harapan bagi Dunia

Paus Fransiskus, dalam berbagai pernyataannya, kerap menyebut Indonesia sebagai teladan hidup berdampingan dalam keberagaman. Hal ini ditegaskan kembali oleh para narasumber. Mgr. Bunjamin menyebut Indonesia sebagai “mosaik indah” yang dikagumi karena kemampuannya merawat perbedaan. “Bagi Paus, ini bukan hanya soal statistik umat, tapi soal spiritualitas kolektif sebuah bangsa,” ujarnya.

Ignasius Jonan mengungkapkan bahwa ketertarikan Paus Fransiskus terhadap Indonesia bahkan menjadi salah satu alasan kuat di balik kunjungan bersejarahnya tahun lalu. “Paus melihat Indonesia bukan sebagai negara biasa, tapi sebagai pesan hidup tentang toleransi untuk dunia yang terpecah,” katanya.

Lintas Iman, Lintas Harapan

Siti Musdah Mulia menyoroti bagaimana ajaran Paus Fransiskus tentang kemanusiaan dan dialog sangat dekat dengan prinsip Islam. “Beliau tidak melihat perbedaan agama sebagai pemisah, melainkan pintu bagi kerja sama dan kasih,” ungkapnya.

Senada, Pendeta Manuputty menekankan pentingnya melanjutkan nilai-nilai yang dihidupi Paus Fransiskus dalam kepemimpinan Paus Leo XIV yang baru terpilih. “Kita tidak hanya merayakan perubahan pemimpin, tapi juga bertanya: bagaimana warisan ini akan dirawat?” ucapnya.

Paus Baru, Tantangan Baru

Seminar ini juga tak luput menyinggung transisi kepemimpinan di Vatikan. Paus Leo XIV, yang baru saja terpilih pada 8 Mei 2025, menjadi Paus pertama dari Amerika Serikat dan anggota Ordo Santo Agustinus. Dengan latar belakang pelayanan di Peru dan pengalaman lintas benua, banyak yang berharap ia akan melanjutkan jejak inklusif dan progresif Paus Fransiskus.

Namun, para pembicara menekankan pentingnya peran komunitas global—termasuk Indonesia—untuk terus menjadi penjaga nilai-nilai Paus terdahulu. “Jangan menunggu arah dari Roma, tapi mari kita mulai dari Jakarta, Bandungdan Ambon untuk terus merawat perdamaian,” tutur Prof. Sika dalam penutupannya.

Dari Seminar ke Aksi Nyata

Antusiasme peserta yang juga hadir menunjukkan bahwa percakapan seputar keberagaman dan peran spiritualitas dalam masyarakat masih sangat relevan. Interaksi aktif lewat fitur chat menghidupkan diskusi, mempertegas bahwa ini bukan hanya forum elite, tetapi ruang bersama untuk masyarakat luas.

Seminar ditutup dengan seruan agar refleksi tidak berhenti di ruangan seminar, melainkan diterjemahkan menjadi kebijakan, pendidikandan aksi sosial lintas iman. Indonesia, dengan segala tantangan internalnya, masih menjadi harapan global—mosaik indah yang bisa menjadi cahaya dalam dunia yang rentan terpecah.



Penulis: Saraswati