Friday, September 14, 2018

Sosialisasi Bahaya Perdagangan Orang Di Atambua, NTT

Pada hari Senin, 10 September 2018, relawan Sahabat Insan mengadakan sosialisasi tentang bahaya perdagangan orang kepada 3 keluarga di daerah Atambua, kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Sosialisasi tersebut bertujuan untuk menjelaskan cara kerja praktik perdagangan manusia, mulai dari proses perekrutan korban, hingga korban dipekerjakan secara tidak manusiawi dan pulang dalam keadaan frustasi, sakit parah, bahkan tidak bernyawa.

Setelah selesai presentasi, para keluarga yang hadir mulai menceritakan apa yang pernah terjadi di daerah tersebut berkaitan dengan perdagangan manusia. Salah satu ibu bercerita bahwa dulu ada warga di daerah tersebut yang menjadi perekrut orang setempat untuk dipekerjakan di Malaysia, Hongkong dan Singapura, namun saat ini orang itu sudah meninggal dunia. Cucunya kemudian menunjukkan buku persiapan menjadi TKI yang disimpan oleh almarhum dan selama ini menjadi panduan untuk merekrut orang setempat. Ia bercerita bahwa waktu itu kakak dan tantenya juga pernah diajak untuk bekerja di luar negeri dengan gaji besar, namun mereka menolak. Kakeknya juga sempat bercerita bahwa ia mendapatkan bonus jika berhasil mengirimkan orang untuk bekerja di negeri orang. Pernah suatu saat kakeknya mengajak keponakannya untuk mengantarkannya ke daerah Silawan dengan menggunakan sepeda motor yang ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam, untuk menagih bonus yang telah dijanjikan oleh temannya sebesar lima ratus ribu rupiah.


Peserta yang lain juga bercerita bahwa ada satu orang tetangganya (seorang ibu) yang bekerja di Malaysia dan bisa membangun rumah di samping rumahnya. Tak hanya itu, ibu itu juga bisa membeli perabotan rumah yang cukup mewah dan secara rutin mengirim uang kepada suaminya di kampung. Mungkin hal ini yang membuat orang-orang tertarik untuk bekerja di luar negeri. Menanggapi hal tersebut, relawan Sahabat Insan mengatakan bahwa adalah hak masing-masing orang untuk menentukan pilihan mau bekerja sebagai apa dan di mana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun satu yang perlu diperhatikan adalah, sebelum memilih dan menentukan, mereka harus mencari informasi terlebih dahulu untuk mengetahui jalur yang benar dan resmi, hak-hak yang mereka dapatkan selama di negeri orang  dan juga tidak kalah penting adalah resiko yang mungkin terjadi dibandingkan dengan bekerja di daerah sendiri.

Sosialisasi mengenai bahaya perdagangan orang kembali dilakukan di Atambua pada hari Kamis, 13 September. Kali ini sosialisasi dilakukan untuk Kelompok Doa Legio Maria di Paroki Santo Petrus Tekuneno, Atambua. Sosialisasi diawali dengan senam BPJS Sehat di sebuah klinik milik susteran PI di Atambua.


Setelah senam selesai dan para peserta sudah berkumpul, relawan Sahabat Insan kemudian memperkenalkan diri serta memberikan presentasi mengenai pengertian, sejarah, dan akibat dari perdagangan manusia melalui slide yang dipancarkan melalui layar infokus. Ekspresi tegang dan sedih tampak pada raut wajah para peserta saat ditayangkan video tentang penjemputan jenazah di Kargo Bandara El-Tari Kupang.

Setelah itu, juga ditayangkan film dokumenter Kabar Dari Medan yang dirilis pada tahun 2015. Film ini menceritakan kesaksian korban yang lolos dari pemilik Sarang Burung Walet Medan. Para korban tersebut, di akhir video berpesan agar saudara-saudarinya tidak usah pergi ke luar dari kampung halaman untuk bekerja karena di kampung sendiri mereka juga bisa bekerja dengan baik dan tidak jauh dari keluarga.

Usai presentasi dan menyaksikan video singkat, ada beberapa peserta yang membagikan kesan dan pesannya. Ibu Monika sangat bersyukur bisa mendapatkan sosialisasi yag menambah wawasan dan membuka mata terhadap realita yang sungguh terjadi saat ini. Ia juga mengaku selama tahun 2018 sudah menerima 2 jenazah anggota keluarganya yang berstatus sebagai PMI, yaitu keponakannya dan saudara sepupunya. Sahabat Insan kemudian menginformasikan bahwa jika ada sanak saudara di Malaysia yang membutuhkan bantuan, bisa segera mendatangi Gereja Katolik terdekat karena ada tiga jaringan antar keuskupan yang bekerja sama (saling berkoalisi) untuk mengurus PMI. Tiga jaringan tripartit dioceses yang dimaksud adalah keuskupan pengirim, keuskupan transit dan keuskupan penerima. Dalam hal ini, keuskupan penerima adalah Malaysia, dan mereka sangat tanggap dalam memberikan bantuan kepada para PMI yang bermasalah.

Semoga semua informasi yang sudah diberikan dapat memberikan kesadaran baru bagi mereka agar tidak dengan cepat tergiur iming-iming gaji besar di negeri orang tanpa memperhatikan resiko yang mungkin saja terjadi. Semoga dengan demikian nasib para pekerja migran akan semakin baik dan korban-korban akan terus berkurang.