Wednesday, June 16, 2021

"Bertindak Sekarang: Hapus Pekerja Anak"

Tanggal 12 Juni dikenal sebagai World Day Against Child Labour atau peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak. The International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional pertama kali menetapkannya pada tahun 2002, untuk memberi perhatian lebih kepada para buruh dunia yang bekerja di bawah umur dan berupaya bertindak untuk menghapus pekerja anak.

<a href="https://www.freepik.com/free-photos-vectors/kids">Kids vector created by freepik - www.freepik.com</a>

Hari Dunia ini menyatukan pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, masyarakat sipil, serta jutaan orang dari seluruh dunia untuk menyoroti nasib pekerja anak dan apa yang dapat dilakukan untuk membantu mereka. Secara khusus untuk: "Mengambil tindakan segera dan efektif untuk memberantas kerja paksa, mengakhiri perbudakan modern dan perdagangan manusia dan mengamankan larangan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, termasuk perekrutan dan penggunaan tentara anak, dan pada tahun 2025 mengakhiri pekerja anak dalam segala bentuknya. "

Dalam rangka Hari Dunia Menentang Pekerja Anak 2021, TalithaKum Indonesia Jaringan Jakarta bekerja sama dengan Sahabat Insan merayakannya dengan mengadakan Misa Online melalui Zoom pada hari Senin, 14 Juni 2021 yang dipimpin oleh Direktur Sahabat Insan, Romo Ignatius Ismartono, SJ. 

Perayaan Ekaristi ini diadakan dengan tema: "Bertindak Sekarang: Hapus Pekerja Anak" dan diawali dengan sambutan selamat datang dari Suster Irena Handayani, OSU sebagai koordinator Thalithakum Indonesia Jaringan Jakarta. Beliau mengajak semua yang hadir semua pada kesempatan berahmat ini untuk memohon kepada Tuhan agar selalu menjaga dan melindungi anak-anak yang berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan dipekerjakan secara tidak layak.


Misa kemudian dimulai dengan lagu pembukaan  yang dipersembahkan oleh koor dari Paroki Santo Antonius Bidaracina. Kemudian Bacaan 1 dan Mazmur dibawakan oleh Ibu Ira Djajapurusa dari Sahabat Insan.

Dalam kotbahnya, Romo Ismartono mengawali dengan mengutip Sabda Yesus: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka (Markus 10:14). Romo mengajak kita untuk mohon kepada Tuhan rahmat agar dalam hidup ini mampu membantu anak-anak untuk bisa datang kepada YesusDalam kutipan Injil tersebut, diceritakan bahwa murid-murid-Nya lah yang melarang anak-anak untuk mendekat, karena dalam mengikuti Yesus, mereka lebih memandang Yesus sebagai sosok yang dikerumuni, diikuti dan dikagumi banyak orang. Yesus diidentikkan dengan kehebatan dan kuasa untuk melawan kekuatan yang lebih besar, sehingga, dalam pikiran para murid, hanya orang-orang yang punya kuasa juga yang boleh mendekat pada Yesus. Padahal Yesus datang bukan untuk berkuasa tapi untuk melayani dengan penuh kasih. Wajah Gereja yang penuh kasih seperti inilah  yang perlu dikenalkan kepada anak-anak, bukan Gereja yang 'berkuasa" dan "menakutkan" sehingga anak-anak tidak berani mendekat.


Dalam pengantar, Suster juga mengatakan bahwa hal yang secara jelas merugikan anak-anak, yang tidak menghormati anak-anak, dan yang tidak mencintai anak-anak adalah membuat mereka sebagai pekerja. Kenapa ada kekuatan itu? Apa alasan dibaliknya? Di tempat yang satu berbeda dengan tempat lain. Anak-anak itu masih kecil dan ringan tubuhnya. maka di beberapa tempat, dia dipakai sebagai joki, untuk memenangkan balapan binatang. Dan dibayar tidak dengan standar orang tua, tapi dengan harga rendah dengan alasan masih kecil.  Pekerja anak-anak tidak diperlakukan sebagai yang dicintai oleh Yesus. Orang mencari keuntungan karena mereka anak-anak, karena kelebihan yang ada padanya:  murah, ringan, tidak banyak perhitungan, belum tahu banyak, sangat penurut. Itu cerita-cerita di tempat yang jauh. Di sekitar kita, sering ditemui pengemis yang membawa anak kecil, dan saat lampu merah, anak itu dicubit hingga menangis agar para pengemudi mobil iba dan memberikan bantuannya.  Bagaimana dengan anak-anak dalam rumah tangga kita, dalam keluarga kita, dalam Gereja Katolik kita? Bagaimana mereka diberi kesempatan untuk berkembang, bagaimana mereka dibebaskan agar tidak dibebani terlalu banyak. Tentu melatih mereka bekerja sebagai sebuah ketrampilan itu baik, tetapi memberi pekerjaan yang terlalu besar sehingga orang mencari untung karenanya itu masalah kita sekarang. 


Rumusan dari ILO mempunyai cita-cita bahwa pada tahun 2025 nanti, pekerja anak ini mau dihapus. Itu merupakan sebuah pekerjaan besar dan dalam waktu yang panjang. Namun kita bisa mulai dari tempat masing-masing.  Gereja Katolik sendiri berusaha agar gereja menjadi yang disebut sebagai ramah anak. Mereka dapat dengan gembira datang ke Paroki dan lingkungan kita seperti mereka datang kepada Yesus. Sebelum pandemi, dalam Gereja Katolik terdapat Berkat Anak setelah pembagian Komuni Kudus. Romo Ismartono bercerita, waktu beliau masih memimpin sebuah paroki di dusun, kesempatan memegang kepala anak itu dipakai untuk melihat apakah anak itu dalam keadaan sehat atau tidak. Jika terasa kurang sehat, maka oleh Suster akan diantarkan ke klinik dan diperiksa agar sembuh. Jika anak-anak itu sakit, maka mereka tidak akan merasakan kehidupan yang bermutu dan berkualitas. Di akhir kotbahnya, Romo Ismartono mengajak yang hadir untuk mohon inspirasi dari Tuhan agar dapat membuat hati kita hormat pada Yesus yang mencintai anak-anak sehingga kita juga memperlakukan mereka seperti Yesus.  

Sebagai penutup, pada akhir Misa, Suster Irena Handayani, OSU mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah mempersiapkan Misa ini, para petugas,serta kepada semua yang hadir dari berbagai kota, diantaranya: Bapak Anton Ketua SKP Tangerang Selatan, Bapak Yunanto Wakil KKP Bandung, Ibu Prapti dari Solo, Ibu Iswanti dari ImaDei Prambanan Jogja, dari Keluarga Besar TalithaKum Jakarta antara lain: Sr Irena, Sr Thomasin, Ibu Cicil, Saras dan Bastian, serta dari Sahabat Insan hadir antara lain Ibu Agnes Retno, Ibu Christiningrum, Bapak Nico, Ibu Ira, Arta, Corry, Tanti. Sekali lagi Suster Irena berpesan agar kita menghargai anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada kita, menempatkan mereka di tempat yang selayaknya, dan mencintai dengan sepenuh hati sehingga sungguh betul-betul mereka menjadi anak-anak yang merdeka dan bermartabat di hadapan Allah. Secara khusus Suster Irena juga mendoakan anak-anak yang menjadi korban eksploitasi orang-orang dewasa, dengan mempekerjakan mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. 

Misa kemudian ditutup dengan Berkat Penutup dari Romo Ismartono dan Lagu "Doa Salam Maria" yang khususnya dipersembahkan untuk anak-anak yang terpaksa menjadi pekerja, yang dibawakan dengan apik oleh Koor Paroki Santo Antonius Bidaracina.