Sunday, November 14, 2021

Mengenang Para Pejuang Kemanusiaan Di Hari Pahlawan 2021

Untuk memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, Tim Relawan Kemanusiaan menyelenggarakan misa untuk memperingati para pahlawan kemanusiaan yaitu Suster Eustochia, SSpS, Pendeta Steven Suleeman, dan secara khusus bagi Adelina Sau dan semua korban perdagangan manusia.

Secara khusus, ada kesaksian dari Suster Idelponsa, SSpS tentang pelayanan kemanusiaan yang dijalankan oleh Suster Eustochia, SSpS. Penuh keharuan, Suster Idelponsa SSpS tidak bisa menahan airmatanya saat menceritakan perjuangan Suster Eustochia, SSpS dalam membantu korban kemanusiaan dan dengan hati tulus mengulurkan tangan tanpa pandang bulu.

Selesai Misa yang diadakah di Gereja Santa Maria Assumpta, panitia mengajak peserta untuk berpindah ruangan ke aula Santa Maria Assumpta. Kegiatan dimulai dengan puisi dengan judul Adelina Yang Fana. Jeni Laamo dipercayakan oleh Tim untuk membacakan puisi ini di hadapan para peserta. Beginilah bunyi puisi itu:


Uis Neno menjemput jiwamu
Uis Pah memeluk jasadmu

Telah kauserahkan tubuhmu dalam amanat sirih
Yang layu terkulai diremuk geligi kekerasan
Merah sirih adalah darah martirmu
Merah sirih adalah luka-cintamu

Gugus luka telah memahkotai peta tubuhmu
Konon, tubuh itu tersusun dari doa-doa leluhur
Yang diberkati dengan air baptis dan santan kelapa

Tokoh Kitab Suci yang pernah di papah Abraham,
Menemani tidur dinginmu
Bersama seekor anjing yang menikmati
Bunga-bunga luka yang memekarkan nanah
Di sekujur tubuh via dolorosamu

Telah kau serahkan suara hati dan imanmu
Pada duka-cinta yang menjerat tubuhmu
Yang fana dan terlunta

Percayalah, Adelinaku yang malang
Luka-lukamu akan memekarkan tulah


Untuk menanggapi puisi ini, panitia mengajak peserta secara bersama-sama menyanyikan darah juang. Satu puisi lagi yang dibawakan oleh kakak Grece Gracela dilanjutkan dengan ungkapan hati dari keluarga Adelina Sau, dalam hal ini adalah pemutaran video singkat dari Ibu Kandung Adelina Sau yang menyatakan kesedihan hatinya juga kekecewaan karena majikan yang menyiksa anaknya divonis bebas. Ketidakadilan yang ia rasakan ia ungkapkan dalam deraian air mata, bahasa Dawan sebagai bahasa satu-satunya yang ia tahu menjadi perantara akan hancur hatinya sebagai seorang ibu yang kehilangan anak perempuannya.

Keluarga Adelina Sau-pun pada hari ini berkunjung ke makam Adelina Sau dan bersama pendeta yang melayani di Desa Abi berdoa di sana. Foto-foto dan video dikirimkan di grup. Sungguh haru dan pedih melihat dukacita keluarga.

Usai pemutaran video itu, Mama Pendeta Emmy Sehartian berdiri di tengah-tengah peserta dan membacakan ungkapan hati keluarga Pendeta Steven Suleeman. Keluarga mengucapkan terimakasih dan sungguh terharu atas apa yang dilakukan hari ini, atas doa-doa untuk beliau. Disinilah ditemukan seni dari ketidaksempurnaan itu. Meskipun acara ini penuh dengan kata incomplete namun saat maksud hati dan tujuan kita tersampaikan dengan baik dan mampu menyentuh batin setiap orang yang hadir, disitulah kata sempurna muncul, bahwa semua yang kita lakukan ini sia-sia, bahwa setiap lilin yang dinyalakan dan doa-doa yang dipanjatkan sampai kepada Sang Penyelenggara Ilahi. Setiap usaha dan daya tidak ada yang benar-benar sia-sia, mungkin penuh dengan kekurangan tapi Allahlah yang akan melengkapi dan doa serta harapan yang kita panjatkan akan dikabulkan sesuai dengan waktu terbaik-Nya. Amin.*