Tuesday, April 12, 2022

Kunjungan ke Ende

Tim Pelayanan Korban Perdagangan Manusia di Kupang mengawali kegiatan bulan April ini dengan melakukan kunjungan ke Ende untuk melaksanakan serangkaian acara. Suster Laurentina, SDP sudah berangkat terlebih dahulu ke sana kemudian disusul oleh Jeni Laamo dan Suster Elisa, SDP. Rencananya, selama di Ende mereka akan melakukan kunjungan ke seorang purna PMI, melakukan sosialisasi anti human trafficking di beberapa tempat yang menjadi kantong migran, serta menutup rangkaian kunjungan dengan Misa Minggu Palma.

Perjalanan diawali dengan penyeberangan dari Kupang menuju Larantuka dengan menggunakan Kapal Feri. Banyak barang yang perlu dibawa untuk rangkaian acara di sana, antara lain bantuan sebuah kursi roda, 3 karung pakaian layak pakai yang rencananya akan diturunkan di Konga Larantuka, serta 100 buah Rosario untuk dibagikan. Kapal yang rencananya berangkat pukul dua siang, karena berbagai kendala akhirnya baru bisa berlayar pada pukul delapan malam. Banyaknya barang yang harus dibawa menyebabkan mereka akhirnya memutuskan untuk menyewa ekspedisi yang akan membawa barang masuk ke dalam kapal dan mengantar sampai Larantuka.



Sesampai di Larantuka, mereka menginap di rumah seorang kerabat sebelum keesokan harinya Jeni melanjutkan perjalanan ke Ende dengan menggunakan bis. Perjalanan darat ditempuh selama kurang lebih delapan jam melewati pemandangan yang indah dan eksotis. Sesampai di Terminal Ende, seorang anggota OMK menjemputnya untuk diantar ke Paroki Wolotolo, tempat Romo Perno bertugas. 

Keesokan harinya mereka berkunjung ke salah satu rumah purna PMI untuk mengantarkan bantuan kursi roda. Pria ini dulu merantau ke Malaysia dan dipulangkan dalam keadaaan sakit, yang membuat badannya kurus kering dan kesulitan berjalan. Jalan menuju rumahnya tidaklah mudah, karena berada di dataran tinggi sehingga tidak bisa dilewati mobil dan harus ditempuh dengan berjalan kaki sambil mengangkat kursi roda. Untunglah ada seorang bapak yang berbaik hati membantu membawakan kursi roda tersebut sampai ke atas, melewati jalan mendaki dan sempit, sampai-sampai kursi roda yang ia gotong terhalang ranting-ranting pohon. 







Sesampai di rumahnya, tetangga-tetangga mulai berdatangan dan ikut berkumpul. Suster Laurentina, SDP tidak lupa menyelipkan sebuah nasehat kepada pria itu agar saat nanti sudah sembuh, tidak perlu lagi merantau ke negeri orang. Lebih baik mengolah tanah mereka sendiri, menemani istrinya membesarkan anak-anak mereka. Saat ini sang istri yang menjadi tulang punggung keluarga tersebut, sembari merawat suaminya yang semakin lama keadaannya semakin membaik.  










Keesokan harinya, bersama Romo Perno dan seorang anggota OMK, mereka diantarkan menikmati sunset di Pantai Ndao, Ende. Menurut Romo Perno, pantai ini masuk Kecamatan Ende Selatan. Tidak seperti pantai pada umumnya di dataran Timor atau Rote dan Sabu, Pantai Ndao memiliki pasir hitam. Pasir hitam di pantai ini sebagai akibat dari basalt yang terkikis yakni material lahar yang dikeluarkan Gunung Berapi Iya.



Sebelumnya mereka diajak ke Rumah Pengasingan Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno. Di rumah yang bersejarah ini terdapat benda-benda bersejarah seperti meja marmer dan kursi di ruang tamu, biola yang pernah dimainkan oleh Soekarno, bahkan Surat Nikah dan Surar Cerai dari Soekarno dan Inggit Carnasih, kamar tidur Bung Karno, tongkat yang biasa di pakai olehnya bahkan sampai pada setrika pakaian yang beratnya tiga kilogram. Ada juga buku-buku tentang Bung Karno yang dipajang di etalase dan ditempatkan di serambi belakang rumah. Di halaman belakang rumah ada sebuah sumur kering yang berhadapan dengan dapur. Yang mengesankan dari tempat bersejarah ini adalah rumah ini rapi, bersih dan terawat. Tidak ada biaya masuk, hanya ada kotak sumbangan. Melihar daftar pengunjung, tidak hanya wisatawan lokal tapi juga dari mancanegara. Para traveller juga membubuhkan tanda tangan mereka di buku daftar hadir.

Pada tanggal 8-9 April 2022, tim Pelayanan Anti Perdagangan Manusia melakukan sosialisasi tentang bahaya perdagangan manusia kepada penduduk Desa Wologai, Ende dan kepada umat di Paroki Kekandere, Ende.

Setelah melewati malam yang menyenangkan bersama umat Kepela Kekandere dalam kegiatan pemberian sosialisasi, pagi ini semua yang menginap di rumah ibu angkat Romo Alfons, Pr termasuk ibu-ibu yang mendapatkan tugas koor untuk misa hari ini mempersiapkan diri untuk mengikuti Misa Penyambutan Pekan Suci, Misa Minggu Palma di Kepela Kekandere. Sejak kemarin,  Sr Laurentina dan Jeni diberikan sarung oleh ibu angkat romo. Tujuannya adalah untuk melindungi dari pecahan kulit ari kemiri, juga untuk dipakai dalam mengikuti misa hari ini karena hampir semua umat yang perempuan pasti memakai sarung untuk menunjukkan identitas mereka sebagai masyarakat Ende. Umat yang hadir di Kapela Kekandere ini merupakan gabungan dari beberapa rayon. Di Kapela Kekandere tidak ada kursi bagi umat, dengan membangun konsep ruangan terbuka juga dengan konsep melantai, sehingga kami semua yang hadir duduk dengan melipat kaki. Koor bernyanyi dengan suara nyaring dan terdengar begitu merdu.

Dalam homili yang disampaikan oleh Romo Alfons, Pr, Romo mengajak umat untuk merefleksikan Minggu Palma ini dengan merawat tanah atau ine dari umat. Sengsara Yesus membuat Pilatus dan Herodes berdamai, Barabas dibebaskan, seorang penjahat bertobat. Bagaimana dengan kehadiran kita bagi sesama kita, apakah membebaskan atau justru menyesatkan, di tengah alam ini, di tengah budaya ini (kesombongan manusia di zaman maju ini melupakan leluhur). Oleh karena itu jangan heran jika terjadi perpecahan. Romo dengan keras menegur orang-orang yang membawa gaya hidup dan gaya bertani dari Malaysia yang menggunakan pupuk dan merusak tanah. Meracuni tanah sama dengan meracuni anak-anak kita. Sungguh tegas pesan yang disampaikan oleh romo, pada dasarnya romo mengajak umat untuk back to nature. Memakai cara lama dalam bertani justru mempertahankan komoditas tanaman itu sendiri, contohnya adalah tanaman coklat dan kemiri yang terlihat hampir di sepanjang jalan di desa ini.

Usai pengumuman, suster Laurentina SDP diberikan kesempatan untuk berbicara sekali lagi kepada umat tentang panggilannya menjadi seorang suster dan mengawalinya dengan menyanyikan lagu Ibu Pertiwi sebagai respon dari khotbah yang disampaikan romo. Usai menerima berkat, bersama umat ada sesi foto bersama. Suster Laurentina SDP dan Romo Alfons, Pr seolah menjadi idola sehingga umat ingin sekali foto bersama suster dan romo.

Sebelum kembali ke Kota Ende, mereka diajak untuk berkunjung ke salah satu daerah yaitu di Desa Uzuzoz (baca: Ururoro). Bersama OMK Kapela Kekandere, mereka menikmati pemandangan alam di Kali Tiwu Thape (artinya Kolam Bertingkat). Untuk bisa sampai ke desa ini membutuhkan waktu setengah jam namun karena jalannya yang rusak dan berbatu, waktu tempuhnya bisa mencapai satu jam. Mereka harus melewati kebun kakao milik warga setempat. Dari kejauhan suara deburan air sudah terdengar dan itu membuat semakin bersemangat dan mempercepat langkah untuk bisa sampe ke Kali Tiwu Thape. Sepertinya namanya, Kali Bertingkat. Kali ini memang kali yang bertingkat juga seperti air terjun kecil yang mengalir dan terlihat bertingkat. Kesejukan air ini begitu terasa begitu menyentuh kulit meskipun siang hari ini panas juga membakar kulit. Anak-anak dari Desa Uzuzozo yang juga ikut segera melemparkan diri ke dalam kali yang dalamnya sebatas dada orang dewasa, mereka pintar berenang. Teriakan dan cipratan air terdengar. Sungguh mengasyikan juga begitu menenangkan kala mendengar suara air kali yang mengalir deras ini. Airnya jernih dan menyegarkan. Suara air yang mengalir deras berpadu dengan suara kicauan burung dan teriakan anak-anak kecil yang berenang kegirangan.  

Perjalanan ini ditemani oleh seorang Suster yang berasal dari Timor dan baru enam bulan bertugas di Paroki Kekandere. Puas bermain dan mandi di Kali Bertingkat, mereka kembali ke rumah warga.  Namun dalam perjalanan pulang menuju Desa Kekandere, mereka menyempatkan diri mampir ke salah satu rumah keluarga mendiang jenazah PMI yang dipulangkan dari Malaysia tahun lalu.  

Rombongan kembali ke Kota Ende ketika matahari hampir terbenam dan sampai di Kapela Kristus Raja Wolotolo pukul 8 malam. Romo Alfons, Pr mengantar sampai di paroki.  

Syukur kepada Allah Bapa atas rahmat dan kebaikannya untuk perjalanan menuju Desa Kekandere dan bertemu dengan masyarakat sekaligus umat serta membagikan informasi penting kepada mereka, mendengar cerita-cerita mereka tentang kehidupan sebagai seorang ine, merasakan kasih sayang mereka kepada kami melalui makanan yang mereka sediakan. Kebaikan hati mereka tentunya akan membekas di hati dan pikiranku. Semoga Allah Bapa Sang Penyelenggara Ilahi selalu memberkati mereka dalam setiap usaha dan daya mereka. Amin.




Ende adalah daerah yang indah, tumbuhannya memukai. Bunga nan indah terlihat di sepanjang jalan, dan pantainya pun indah. Hasil bumi di sini bahkan sangat melimpah. Alam sudah menyediakan semuanya namun manusia seolah tidak pernah puas dan mencari yang lain. Banyak orang Ende yang memilih untuk merantau di Malaysia, berusaha di negeri orang sementara tanah sendiri di kampung halaman terbengkalai, anak istri dan keluarga ditinggalkan. Akhirnya masalah-masalah sosial mulai bermunculan. Miris memang namun itulah kenyataan yang ada di sini. Syukur kepada Tuhan karena pastor paroki di sini aktif dalam kampanye anti Perdagangan Manusia dan membantu umat yang terpaksa menjadi PMI, juga menjadi pendengar dan menyediakan solusi terbaik untuk keluarga-keluarga yang ditinggalkan oleh PMI. Tidak hanya itu. Anak-anak dari PMI yang sudah meninggal dunia juga dibantu untuk tetap mendapatkan pendidikan yang baik. Semoga para pemuka agama dan para pegiat anti perdagangan manusia tidak pernah lelah mendampingi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik amin.