Sunday, January 30, 2022

WEBINAR STOP HUMAN TRAFFICKING

Tanggal 29 Januari 2022, Talithakum Indonesia mengadakan Webinar Stop Human Trafficking yang bertujuan untuk mengedukasi orang-orang muda tentang Perdagangan Manusia yang marak terjadi di Indonesia. Narasumber utama dari webinar ini adalah Mba Rumiyati dari KITA INSTITUTE Wonosobo. Beliau adalah salah satu narasumber dalam pelatihan jurnalistik Youth Task Force Anti TPPO yang diadakan di Jogjakarta pada Desember 2021 yang lalu.


Sesuai dengan tema webinar yaitu Stop Human Trafficking, Mba Rumi memaparkan materi tentang Tindak Pidana Perdagangan Manusia mulai dari definisi yang diambil dari UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mba Rumi juga menjelaskan pelaku dan korban dari TPPO. Pelaku adalah orang terdekat (orangtua, paman, bibi, pacar atau kenalan di kampung), majikan, sindikat perdagangan manusia, oknum perusahaan perekrut tenaga kerja, oknum aparat pemerintah, oknum guru, jasa travel, pegawai/pemilik perusahaan, pengelola tempat hiburan. Para pelaku yang disebutkan ini berdasarkan pengalaman Mba Rumi dalam penanganan kasus. Intinya adalah siapa saja bisa menjadi pelaku TPPO. Untuk korban, narasumber menjelaskan yaitu perempuan, laki-laki, anak-anak dan bayi. Sedangkan ada tiga daerah yang menjadi sasaran TPPO yaitu daerah miskin, daerah pasca konflik, daerah pasca bencana. Mungkin inilah yang menyebabkan banyak negara-negara di Asia Tenggara mengalami isu Perdagangan Manusia karena masih banyak negara miskin di Asia Tenggara. Tidak lupa Mba Rumi juga menyebutkan 8 rute jaringan TPPO dari berbagai daerah perekrutan sampai pada negara penempatan. Penyebab utama terjadinya Perdagangan Manusia adalah orangtua yang tidak paham akan modus TPPO, yang mana hal ini paling banyak terjadi di NTT. Sebab berikutnya adalah pernikahan dini dan budaya yang masih menganggap anak perempuan sebagai asset keluarga, lalu ada tingkat putus sekolah yang tinggi dan buta aksara, serta gaya hidup yang berlebihan.


Modus-modus TPPO yang dijelaskan oleh narasumber antara lain ART, duta seni/budaya/beasiswa, perkawinan pesanan, penipuan melalui program kerja di luar negeri, pengangkatan anak, jeratan utang, penculikan anak, Umroh, dan tenaga kerja ke luar negeri. Selanjutnya adalah dampak dari TPPO. Mba Rumi menjelaskan bahwa anak-anak korban TPPO akan mengalami hambatan dalam tumbuh kembang dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar serta menjadi rawan terhadap kekerasan fisik, mental dan seksual. Lalu terancamnya kesehatan korban seperti cacat fisik, terinfeksi berbagai penyakit menular seksual (HIV/AIDS) dan bahkan kematian, dapat menyebabkan gangguan jiwa karena mengalami luka batin yang sangat parah, menjadi imigran illegal sehingga mendapatkan ancaman hukuman karena dokumen imigrasi yang tidak lengkap atau dipalsukan atau dirampas oleh majikan, berkurangnya rasa percaya dan harga diri, selalu merasa bersalah, ketakutan dan kehilangan kontrol atas diri sendiri.

Hal yang bisa dilakukan sebagai orang muda adalah dengan pencegahan, membangun komunitas anti TPPO, penanganan kasus, dan advokasi kebijakan.

Di akhir kata, Mba Rumi mengajak semua orang muda untuk terlibat aktif dalam memerangi TPPO.

Sesi selanjutnya adalah tanya jawab. Berikut adalah pertanyaan yang disampaikan oleh peserta dan dijawab oleh Mba Rumi sebagai narasumber dan berdasarkan pengalaman penanganan kasus:

1. Apabila biaya pengangkutan pekerja dibebankan ke pekerja tanpa ada perjanjian yang jelas, apakah ini bisa dibilang eksploitasi?

Jawaban: 
Ada biaya yang harus diganti oleh korban saat mereka berada di penampungan bahkan sampai diberangkatkan yaitu dengan gaji korban saat bekerja di luar negeri. Korban tidak menerima gaji sepeserpun dari majikan. Ada yang 3 bulan, 6 bulan bahkan sampai satu tahun. Saat di penampungan mereka dieksploitasi dan saat berada di negara penempatan pun demikian,  dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan perjanjian kontrak kerja. Jadi ya, itu adalah eksploitasi.

2. Bagaimana cara untuk memberitahu kepada anak yang masih dibawah umur untuk bisa menghindari perdagangan orang dan selalu berhati-hati, tanpa mempengaruhi tumbuh kembang sang anak karena tidak jarang banyak anak menjadi korban karena memiliki pemikiran masih polos dan belum mengetahui banyak hal?

Jawaban: 
Mengajarkan cara proteksi diri sendiri, ajarkan hal-hal praktis dalam kehidupan sendiri untuk melindungi diri sendiri seperti tidak boleh menerima permen dari orang asing, atau jangan pernah mau diajak kemanapun oleh orang yang tidak dikenal. Banyak kartun yang ada di Youtube yang mengajarkan anak-anak untuk memproteksi diri. Di satu sisi orangtua juga membuka ruang untuk diskusi bersama anak-anak.

3. Jika dokumen seseorang diambil atau disita oleh majikan tertentu dan tidak diijinkan untuk berkomunikasi dengan siapapun namun tidak ada kekerasan dan upah tetap diberi. Apakah itu merupakan perdagangan orang?

Jawaban: Ini termasuk pelanggaran HAM karena upah tetap diberikan. Bisa dihubungkan dengan UU Ketenagakerjaan.



Waktu yang membatasi sehingga tiga pertanyaan dipilih dan dijawab oleh narasumber. Webinar Stop Human Trafficking hari ini ditutup dengan sesi foto bersama. Semoga orang muda yang mendengar tentang TPPO menjadi peduli dan ikut terlibat dalam pencegahan dan penanganan TPPO di Indonesia karena semakin banyak yang tahu, semakin banyak informasi yang disebarkan maka semakin banyak pula anak-anak Indonesia tertolong dan tidak menjadi korban atau bahkan pelaku TPPO karena pelaku bisa siapa saja.