Thursday, March 10, 2022

SOSIALISASI DI DESA GMIT OELBIMA

Hari Minggu tanggal 6 Maret 2022, Jeni bersama Suster Sari, SDP memberikan sosialisasi tentang Migrasi dan Bahaya Perdagangan Manusia di GMIT Siloam Oelbima. Sosialisasi yang dilakukan hari ini adalah sebagai jawaban dari permintaan Mama Pendeta Fony Atbis, pelayan di GMIT Siloam Oelbima. Seharusnya ada tiga orang yang berkunjung ke GMIT Siloam Oelbima, namun karena kedukaan yang dialami oleh Suster Laurentina, SDP, maka hanya mereka berdua yang memberikan sosialisasi dengan pembagian tugas menyampaikan materi. Jeni membawakan materi tentang Migrasi dan Bahaya Perdagangan Manusia, sedangkan Suster Sari, SDP membawakan materi tentang Pelayanan Kargo dan Pendampingan Korban Hidup di Unit Anti Perdagangan Manusia, YSPI.

Sebelum melakukan sosialisasi, Jeni dan Suster Sari, SDP mengikuti Ibadat Sabda di Kapela St. Petrus Nunsena. Ibadat Sabda yang biasanya dimulai pukul tujuh pagi hari ini baru bisa dimulai pukul delapan lewat lima belas menit. Hal ini terjadi karena rumah umat Katolik yang berada jauh dari Kapela jadi harus menunggu sampai umat hadir seluruhnya. Ibadat Sabda yang dipimpin oleh Suster Sari, SDP berlangsung dengan khusyuk. Dalam khotbahnya, Suster menjelaskan tentang tujuh dosa besar manusia. Setelah usai, Suster memberikan pertanyaan kepada umat yang hadir dan yang berhasil menjawab mendapatkan hadiah Rosario. 


Setelah Ibadat Sabda selesai, mereka berdua segera menuju ke GMIT Siloam Oelbima. Umat dan Mama Pendeta sudah menunggu, karena kegiatan sosialisasi awalnya direncanakan akan dimulai pukul sembilan pagi, namun terpaksa dimundurkan jadwalnya karena berubahnya waktu Ibadat Sabda tadi.  Materi pertama disampaikan oleh Jeni, yang menyampaikan definisi Migrasi, Perdagangan Manusia menurut UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan definisi Perdagangan Orang menurut Protokol Palermo. Selanjutnya juga diuraikan tentang penyebab orang bermigrasi, di antaranya yaitu karena tuntutan ekonomi, kekerasan yang dialami, merasa terancam, ada perang dan konflik di suatu negara, bencana alam maupun sosial, pendidikan rendah dan adanya kepentingan pembangunan di daerah. Secara umum tujuan dari migrasi orang NTT adalah untuk mencari penghidupan yang layak, ada migrasi baik didalam maupun di luar negeri dan migrasi internasional secara kultural atau swadaya.

Selanjutnya Jeni membahas tentang realitas Pekerja Migran dan TPPO di NTT yang mana migrasi ke Malaysia merupakan tumpuan hidup bagi masyarakat NTT, migrasi swadaya belum dikelola secara baik, kebijakan di NTT yang belum berpihak pada korban dan penegakan hukum yang lemah. Dalam penyampaian materi kepada jemaat GMIT Siloam Oelbima, Jeni lebih banyak mengungkapkan kejadian-kejadian yang dialami oleh para pekerja migran seperti proses pemberangkatan yang bermasalah dan tidak sesuai dengan prosedural. Para pekerja migran selama merantau pun mengalami banyak permasalahan. Masalah yang sering dialami adalah berkaitan dengan perekonomian keluarga, perkawinan-perceraian, pergeseran budaya, pendidikan anak yang terhambat dan tuntutan gaya hidup. Selanjutnya, dibahas tentang  realitas yang ada di NTT antara lain terbengkalainya kasus-kasus TPPO, mengalirnya peti jenazah yang dikirimkan dari Malaysia dan negara penempatan lainnya, adanya manipulasi data PMI dan lemahnya data PMI serta lemahnya jaringan pemerintah. Situasi korban baik yang bekerja secara prosedural maupun non-prosedural di antaranya adalah kontrak tidak sesuai standar, kondisi hidup di bawah standar, dokumen ditahan oleh majikan dan agen, melakukan pekerjaan yang berbahaya, mengalami kekerasan baik fisik atau verbal, tidak punya hak berbicara, dan tidak sadar menjadi korban TPPO.

Dalam himpitan ekonomi dan banyaknya PHK maka sindikat human trafficking makin intensif untuk mencari korban PMI. Dalam moment Indonesia merdeka, mestinya bangsa ini berupaya memerdekakan PMI dari kerentanan menjadi korban Perdagangan Manusia. PMI yang gagal pasca covid ada 39 ribu, sedangkan yang dipulangkan berjumlah 127 ribu. Modus-modus dalam TPPO di antaranya adalah modus PMI, magang/PKL/kuliah di luar negeri, perkawinan/dipacari, dan media sosial.

Selanjutnya Suster Sari, SDP melanjutkan penyampaian materi tentang Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Migran dan Pengungsi Dunia dan Pelayanan Kargo. Pelayanan Kargo hadir untuk menyatakan bahwa manusia adalah Citra Allah sekaligus sebagai wujud belas kasih Gereja, pribadi manusia bukan sekedar jenasah atau daging yang sudah mati. Pelayanan Kargo juga hadir untuk menghargai martabat manusia, mencegah mafia perdagangan mayat, mencegah perdagangan organ tubuh, mendampingi keluarga korban, menggali data yang pasti dari PMI. Di dalam Pelayanan Kargo ada sebuah tim yang membantu proses pemulangan jenazah yaitu keluarga, pemerintah, media, gereja dan petugas bandara/pelabuhan. Sosialisasi tentang migrasi dan bahaya perdagangan manusia kepada Jemaat GMIT Siloam Oelbima pada hari ini ditutup dengan pemutaran video Pemulangan Jenazah PMI, Pemulangan Korban Hidup ke Keluarga dan Kasus Sarang Burung Walet yaitu Kabar dari Medan.

Selanjutnya ada sesi diskusi dimana jemaat secara aktif menyampaikan pengalaman-pengalaman mereka ataupun keluarga yang bekerja di luar negeri dan kenyataan-kenyataan saat bekerja yang jauh berbeda dari apa yang dijanjikan oleh perekrut. Pada kesempatan ini pula Mama Pendeta Fony Atbis menyampaikan Suara Gembala kepada jemaat untuk berhati-hati dengan perekrut lapangan yang sangat lihai merayu jemaat untuk pergi bekerja di luar daerah.

Rangkaian acara sosialisasi hari ini ditutup dengan doa oleh Suster Sari, SDP.



Satu fakta yang diketahui bahwa Oelbima menjadi salah satu daerah Kantong Migran dimana banyak orang dari Desa Oelbima ini yang memilih mencari penghidupan di Malaysia. Puji Tuhan karena pendeta yang melayani Jemaat Oelbima memberikan perhatian akan hal ini dan ikut prihatin sehingga mengundang Tim Unit Anti Perdagangan Orang untuk hadir di tengah-tengah jemaat dan memberikan penyadaran akan bahaya bekerja di luar negeri secara non-prosedural. Semoga semakin banyak pelayan-pelayan umat yang berkarya di desa-desa terpencil sadar akan isu migrasi keluar negeri yang berpotensi menjadi Perdagangan Orang.