Tuesday, May 28, 2019

Penjemputan Jenazah PMI Bayi dan Ibunya


#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (2)         

Sore ini, suster Laurentina PI mendapatkan informasi kedatangan jenazah PMI (Pekerja Migran Indonesia) dari Malaysia secara mendadak. Suster terlihat sibuk menjawab beberapa panggilan masuk dan berkomunikasi lewat gawainya untuk mengurus pemulangan jenazah yang akan kembali ke tanah air.
 
“Ada tiga jenazah yang akan datang hari ini, yakni dua orang wanita dewasa dan 1 orang bayi,” ujar suster Laurentina PI yang masih mengutak-atik handphonenya.

“Wah, sekaligus 3 suster? Jam berapa mereka tiba suster?” tanyaku heran. 

“Untuk wanita dan anak bayinya dikabarkan akan tiba pada pukul 22.00 WITA hari ini. Sementara untuk jenazah yang satu lagi akan tiba besok Rabu (25/4/2018) siang” jawabnya. 

Sebelum berangkat menjalankan tugas, kami mengikuti doa malam bersama para suster dan beberapa anak asrama puteri lainnya. Biasanya anggota asrama yang dikelolah suster. Senang sekali bisa mengulang kembali rekaman pengalaman sepanjang hari ini dan bersyukur kepada Tuhan atas segalanya. 

Usai berdoa, aku dan suster segera mengeluarkan sepeda motor untuk menjemput jenazah satu orang ibu dan anak bayinya atas nama Y.F. bersama anak bayi atas nama Y.M. asal Desa Tunmat Kec Lo Kufeu Kab Malaka yang dikabarkan tiba pada pukul 22.00 WITA. 

“Ibu yang akan kita jemput ini meninggal saat melahirkan di kost-kostan dan tidak ada yang menolong,” ujar suster Laurentina PI ketika motor kami berlalu meninggalkan biara. 

Menjemput jenazah memiliki tantangan tersendiri bagiku. Apalagi malam ini, angin berhembus kencang karena sedang musim angin yang berhembus dari Australia ke Kupang. Ya, aku sudah menyerahkan perjalanan malam ini kepada Tuhan. 

“Semoga semua dapat berjalan dengan baik dan lancar ya Tuhan,” harapku dalam hati sambil menyusuri jalanan terjal berbatu yang gelap gulita. 

         Hanya cahaya lampu sepeda motor dan bintang di langit yang menerangi jalan. Kami tiba di kargo pada pukul 22.25 WITA. Tampak keluarga korban sudah memenuhi kargo. Tak lama kemudian, jenazah tiba dan memasuki kargo di dampingi suami korban.

Mobil jenazah pada penjemputan jenazah Y.F dan Y.M pada malam hari
 
Petugas BP3TKI segera memindahkan dua peti jenazah ibu bersama dengan bayinya. Kulihat seorang nona sedang nangis tersedu-sedu melepas kepergian mamanya Y.F yang meninggal pasca melahirkan adiknya, Y.M. Kuberanikan untuk bertanya pada nona yang berada di sampingnya. 
 
“Maaf nona, kalau boleh tahu nona yang menangis itu siapanya?” tanyaku pelan.

“Itu Leni,  puteri pertama dari yang meninggal ini,” ujarnya singkat.

Kudekati nona yang mengusap airmatanya.
“Permisi nona yang tabah ya, Tuhan punya rencana yang terindah atasmu dan keluargmu,” ujarku menenangkannya.
Peti jenazah PMI, ibu dan bayinya

Saat jenazah sudah berada di dalam ambulans, suster Laurentina PI segera memimpin doa bersama dengan pihak keluarga. Doa ditutup dengan mendaraskan doa 3 kali salam Maria. Usai berdoa, kuberanikan diriku memberikan ucapan turut berduka pada nona yang sedari tadi kuamati. 

“Nona turut berduka,” ujarku menjabat tangan dan mengusap punggungnya. 

“Tuhan memiliki rencana yang terindah atasmu dan keluargamu” lanjutku lagi. 

Kusarankan ia untuk tak larut dalam kesedihan dan air mata untuk melepas kepergian mamanya meskipun sebenarnya dalam hatiku sangat perih.

“Kamu harus kuat dalam doa agar mama dan adikmu bisa selamat dari api penyucian,” ucapku lirih.

Ia sempat mengatakan dengan pelan bahwa ia anak pertama dari 3 bersaudara ketika kutanyakan tentangnya. 

“Aku masih kelas 1 SMA, adik kedua kelas 3 SMP, dan adik ketiga kelas 3 SD,” jawabnya singkat.    

Nona yang disebelahnya tiba-tiba menangis tersedu-sedu saat pintu ambulans hendak ditutup. Ternyata ia adalah anak angkat dari mendiang. Evi sapaan akrabnya, mengaku sudah dirawat sejak kecil dan kini ia sedang melanjutkan pendidikannya di salah satu Universitas di Kupang. Adik kandungnya yang kini baru mulai mendaftar kuliah juga diangkat sebagai anak dan ditanggung oleh almarhum. 

Aku terenyuh mendengar pengakuan singkatnya. Ternyata almarhum sangat baik dan tulus. Ia serius mengasuh, membesarkan dan mendidik anak angkatnya bahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Aku hanya berharap pendidikan nona yang sudah duduk di semester IV itu tak putus di tengah jalan. Semoga ia bisa tetap menyelesaikan pendidikannya dan menjadi teladan bagi adik-adiknya yang lain. 

Kupandangi Evi dan Leni sebelum berangkat ke Malaka yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 8 jam. Anehnya Leni tak mau naik dalam mobil jenazah mamanya. Ia lebih memilih untuk naik kendaraan lainnya bersama rombongan keluarganya dan membiarkan Evi yang menjaga mamanya. Mereka melambaikan tangannya kearahku. Walaupun baru kenal dalam hitungan detik, namun keakraban diantara kami sepertinya sudah terjalin. Mata kami beradu pandang saling menguatkan. 

Kargo mendadak sepi. Aku dan suster kembali ke biara. Kupejamkan mataku tepat pukul 00.15 WITA di kamar asrama yang temaram. Bayangan peti mama dan adik bayi yang baru saja kami temui di kargo masih melayang-layang di langit kamarku. Semoga mereka bisa berbahagia dan beristirahat tenang dalam pangkuan Allah Bapa dan keluarga yang ditinggalkan segera dipulihkan dari kedukaan. 

***