Wednesday, May 20, 2020

Talitha Kum Indonesia

Dalam rangka memerangi maraknya perdagangan manusia, terutama para perempuan yang menjadi korbannya, Suster-suster di seluruh Indonesia yang berjejaring dalam wadah Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia (IBSI) membentuk Counter, Woman, Trafficking Commission (CWTC). Pada bulan Desember 2019 lalu, bertempat di Gedung Griya Anselma, Pringsewu, IBSI-CWTC memperkenalkan nama baru mereka, yaitu Talitha Kum Indonesia.  Badan ini merupakan bagian dari jaringan Talitha Kum Internasional yang berpusat di Roma. Talitha Kum merupakan bagian dari IBSI yang fokus untuk menangani masalah perdagangan manusia. 

Selama masa pandemi ini, selain tetap memperhatikan masalah perdagangan manusia, Talitha Kum Indonesia juga berperan aktif dalam membantu para korban terdampak covid-19. Sejak pandemi ini merebak di Indonesia pada bulan Maret 2020, banyak kegiatan yang telah dilakukan. Berikut beberapa kegiatan yang sempat disampaikan pada pertemuan rutin secara online pada Rabu, 13 Mei 2020.

Suster Katerina memulai dengan menceritakan kegiatan yang dilakukan beberapa saat terakhir ini, yaitu pendampingan terhadap seorang pekerja migran yang sudah 12 tahun hidup di Malaysia. Kisah dari pekerja migran yang dieksploitasi ini dimulai dari ia yang dibawa oleh suaminya ke Malaysia, lalu dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan tidak pernah mendapatkan gajinya. PMI itu lalu kabur dan memulai hidupnya dengan seorang pria. Tidak dipungkiri bahwa PMI itu sangat menderita dalam menjalani hidupnya dan dalam sehari belum tentu ia bisa makan. Oleh karena itu, Suster Katerina sudah berkoordinasi dengan Migrant Care untuk pendampingan lebih lanjut, namun memiliki kendala karena PMI itu tidak mau terbuka dengan persoalannya dan hanya mengeluh kepada keluarganya. Suster Katerina juga sudah mendesak Pemerintah Daerah untuk membuat surat agar bisa mengambil PMI itu. Sayangnya, beberapa saat kemudian PMI tersebut ditangkap dan saat ini berada di kantor polisi dalam keadaan hamil karena diperkosa. Dalam keadaan seperti ini, semakin sulit bagi PMI itu untuk pulang ke Indonesia. Suster berharap bahwa ada seseorang di sana yang bisa mendampinginya, dan akan lebih baik lagi jika wanita tersebut bisa dibawa ke shelter.  

Laporan kemudian dilanjutkan oleh Suster Cecilia dari Atambua. Sehubungan dengan adanya pandemi covid-19, kegiatan yang saat ini sedang dilakukan adalah memadukan program Go To School, pemberdayaan untuk perempuan, juga membuat brosur tentang anti Human Trafficking dan protocol kesehatan covid-19. Selain itu juga ada pembagian masker gratis kepada masyarakat bersama Komsos, Infokom dan Pol pp. Dalam langkah pemutusan penyebaran covid-19, saat ini Suster bergabung dengan RRI dalam dialog interaktif bersama Disnakertrans dan LSM.

Selanjutnya Suster Mawar SSPS juga menyampaikan kegiatan yang dilakukan, yaitu bersama Thalitha Kum Malang memberikan seminar kepada para frater yang belajar di Sekolah Tinggi Malang dengan materi arah pastoral untuk human trafficking. Selain pemberian seminar, juga dilaksanakan siaran langsung di Radio Raturosari, dan juga dalam waktu dekat akan melaksanakan siaran di televisi yang pembahasannya tentang human trafficking. Selain itu juga dilakukan advokasi kebijakan publik desa seta pembagian masker gratis dan sembako bagi keluarga yang terdampak covid-19. Untuk kegiatan pemberdayaan saat ini belum dapat dilaksanakan karena masih perlu untuk menganalisa lebih dalam, 

Dari Wonosobo, Jawa Tengah, Suster Fransiska PMY menceritakan kegiatan di bidang pencegahan, yaitu adanya pemberdayaan masyarakat dengan mendirikan PT Protekda yang merupakan pusat produktivitas dan pusat pelatihan untuk mewadahi anak-anak Tuna Rungu dalam mengembangkan keterampilannya. Hal ini dilakukan selain karena mereka sangat rawan menjadi target dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, juga karena sangat penting untuk membina mereka secara moral, spiritual dan produktivitas. Pelatihan yang dilakukan itu meliputi pelatihan mekanik, kuliner, salon. Dan sejauh ini sudah ada 38 Tuna Rungu yang diberikan pelatihan dan sudah mandiri. Pelaksanaan pelatihan tidak dilakukan menggunakan sistem perusahaan-perusahaan pada umumnya namun berfokus kepada konsep pemberdayaan dan kemandirian tunarungu. Selain itu, hal yang dilakukan adalah memberikan pendampingan terhadap Single Mother yang ada di wilayah Klaten, yaitu  dibentuknya suatu badan organisasi dengan pelatihan menjahit dan kuliner. Untuk kaum petani, dilaksanakan demonstrasi plot keluarga, pembagian masker gratis dan sembako, dan melakukan kampanye dalam bentuk video untuk pencegahan penyebaran Covid-19.  

Selanjutnya Suster Reynelda membagikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan, antara lain ada beberapa korban human trafficking yang diberdayakan untuk menjadi pegawai rumah tangga terampil, ada juga Aksi Doa bersama anak-anak asrama untuk korban human trafficking, mengadakan seminar di asrama, bimbingan konseling intensif untuk anak-anak asrama serta aksi sosial  bekerjasama dengan donator yaitu pembagian sembako dan masker kepada masyarakat yang terdampak Covid-19.

Dari Kupang, Suster Laurentina PI membagikan pengalamannya, yaitu adanya penolakan pelayaran ke kampung halaman jenazah PMI dari Maumere dan Rote. Dan untuk itu, dari Tim Jaringan Anti Perdagangan Orang di Kupang melakukan pendekatan sehingga akhirnya jenazah bisa dipulangkan. Menyambung dari yang disampaikan Suster Laurentina PI, Jeny menambahkan tentang kasus KMB Lewalemba yang terjadi pada April lalu.

Dari Malaysia, Denis Raj membagikan pengalamannya dalam menangani permasalahan PMI di sana. Ia mengungkapkan bahwa masalah yang terjadi di Malaysia tidak berbeda jauh dengan yang terjadi di Indonesia. Imigrasi Malaysia masih melakukan operasi besar-besaran  dan berhasil menangkap 3800 pekerja migran (2700 PMI dan 98 balita). Ada aturan yang berlaku di Malaysia yaitu jika ada pekerja migran yang positif Covid-19, maka majikannya yang harus bertanggung jawab. Namun ini juga hanya berlaku kepada pekerja migran berdokumen, sedangkan untuk pekerja migran yang tidak berdokumen, sulit meminta pertanggungjawaban dari majikannya. Di camp tahanan sendiri sudah ada dua kali lipat tahanan dari yang seharusnya diperbolehkan. Hal ini tentu saja membahayakan pegawai-pegawainya. Ada kasus yang terjadi dimana, pekerja migran diminta untuk membayar sendiri biaya pengecekan Covid-19, dan sekarang ini sedang mencari solusi terhadap kasus tersebut. Beruntungnya ada satu organisasi di Malaysia yang sanggup membantu namun harus memenuhi  persyaratan yang ditentukan. Denis Raj lalu menambahkan bahwa PMI yang ditangkap adalah yang tidak resmi dan KBRI Kuala Lumpur sangat membantu untuk PMI yang tidak resmi.  

Selanjutnya Romo Abi dari Paroki Buah Batu Bandung menyampaikan hal-hal yang dilakukan di parokinya. Pendampingan terhadap migran belum dilakukan secara khusus, namun di sana ada satu lembaga, yaitu LBMK (Lembaga Bantuan Mencari Kerja) yang merupakan tempat pertemuan antara pencari kerja dan pencari tenaga kerja. Penanganan terkait pandemik di Keuskupan Bandung dilakukan secara khusus oleh kelompok tugas dalam bentuk Caritas dan paroki-paroki diberi keleluasan melakukan solidaritas tersendiri. Di Paroki Buah Batu, salah satu program yang dilakukan adalah memberikan BLT kepada keluarga terdampak dan membuka solidaritas bertetangga yang meminta seluruh umat untuk memperhatikan tetangganya dan merekomendasikannya kepada Keuskupan Bandung. Sejauh ini sudah ada 60 keluarga yang direkomendasikan untuk mendapatkan bantuan dan selama 3 bulan akan diberikan paket sembako.

VIVAT yang diwakili oleh Frater Ono, SVD menjabarkan program Go To School yang rencananya akan dilaksanakan pada Maret 2020 bersama dengan Thalitha Kum Jakarta, namun karena adanya pandemik ini, maka ditunda sampai situasi memungkinkan. VIVAT bersama dengan Paroki Matraman juga membantu keluarga terdampak Covid-19 dengan memberikan paket sembako.  

Sedangkan JPIC OFM saat ini sedang berfokus pada pendampingan masyarakat yang menolak keberadaan tambang, menyalurkan APD ke beberapa rumah sakit, mendistribusikan masker, mengupayakan bantuan untuk rumah sakit yang kebakaran dan dibagikan sembako untuk masyarakat sekitar. 

Selanjutnya Pater Paulus Rahmat membagikan program terkait Anti Human Trafficking dari VIVAT dari sisi pencegahannya dengan cara membuat kelompok penenun dan petani holtikultura. Program ini sudah berjalan dua tahun dan sudah selesai dengan pendekatan berbasis paroki. Namun ada juga program-program yang tertunda antara lain program Go To School dan program pelatihan untuk jurnalis di Kupang terkait sensitifisme dan investigasi Human Trafficking. Bantuan sosial juga diberikan kepada masyarakat terdampak Covid-19 terkait keakuratan data penerima bantuan. Saat ini, VIVAT berkoalisi dengan suatu LSM menjalankan program Zero Human Trafficking Network yang dalam waktu dekat ini akan menerbitkan buletin dengan judul Memoria Passionis dengan tujuan untuk mengenang korban-korban Human Trafficking. Program selanjutnya adalah survey terhadap pekerja buruh sawit di Kalimantan dan hasil tersebut akan dikirim ke Italia. Pater Paul juga menginformasikan tentang doa lintas agama yang akan dilaksanakan tanggal 17 Mei 2020 dengan berbagai itensi doa termasuk doa bagi para korban Human Trafficking.

Romo Is tertarik dengan yang disampaikan oleh Romo Abi terkait dengan data, Romo Is juga melakukan pembicaraan dengan Desbumi dan menemukan masalah yang sama terkait keakuratan data. Romo terpikir untuk mengembangkan fungsi mengawasi karena uang yang disisihkan pemerintah besar tetapi administrasinya terlalu rumit.

Mba Ima membagikan tentang pengungsi yang ada di Indonesia. Seperti halnya PMI yang kesulitan di luar negeri dan tidak mendapatkan bantuan, begitu juga dengan pengungsi yang ada di Indonesia. Mba Ima memohon bantuan berupa kebutuhan untuk balita kepada kami yang bisa membagikan. Untuk pengungsi yang tinggal di Kali Deres terkait dengan biaya listrik dan air sudah ada yang membayarkannya, meskipun pengungsi masih kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan. Suster Irene melanjutkan terkait pengungsi di Serpong yang didampingi oleh IOM. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah membagikan masker kepada pengungsi di Serpong yang didapat dari Romo Yadi dan berupaya memberikan bantuan kepada pekerja nonformal (pemulung, pedagang kaki lima) yang ada di Tangsel terhadap bersama PSE, KKP, HAK, dan Tanggap Darurat Paroki Santa Monika karena mereka tidak mendapat bantuan dari pemerintah.

Dari setiap pembicaraan yang dilakukan oleh masing-masing peserta, Romo Yadi mengambil beberapa kesimpulan. Pertama adalah dalam mengadvokasi kasus dilakukan secara preventif dan kuratif, dan ini merupakan hal yang sangat baik. Kedua, dalam mengantisipasi pemulangan PMI perlu ada pemantauan pergerakan mereka karena mereka bisa saja di tolak oleh warga dan perlu adanya pemberdayaan kepada PMI yang dipulangkan, untuk situasi sekarang ini pemberdayaan dalam bidang pertanian adalah yang bisa dikembangkan. Ketiga, pemilahan terkait informasi masalah-masalah yang dihadapi.

Tambahan dari Dennis Raj sebelum penutupan pertemuan online, Dennis menyarankan perlu ada pengawasan kepada PMI yang dipulangkan karena mereka yang sudah dipulangkan kembali lagi untuk bekerja di Malaysia. Untuk itu perlu untuk membangun kerjasama yang baik, dan Dennis Raj akan membagikan data PMI yang dipulangkan sehingga jaringan di Indonesia bisa mengawasi. Terkait pemulangan jenazah tidak ada masalah di NTT, namun untuk pemulangan jenazah yang berasal dari Medan sangat sulit bagi Dennis Raj, oleh karena itu suster Reynelda yang berada di Medan bersedia untuk membantu dalam pemulangan jenazah.

Pukul satu siang, kami menyelesaikan pertemuan online dan menutupnya dengan Doa Ratu Surga. Pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan pada Rabu (20/05/2020).

Rencana tindak lanjut disarankan oleh Pater Paul yaitu pengalaman yang dijumpai tentang persoalan migran yang ditemukan di lapangan dikumpulkan dan dilaporkan kepada Kemenlu.