Friday, June 21, 2019

Jenazah Dini Hari

#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (19

Pemulangan jenazah sepertinya tidak mengenal kata usai, hingga hari ini Minggu (15/7/2018) kami masih mendapatkan kabar duka dari pemulangan jenazah PMI yang ke-25 atas nama BA asal Sulamu, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor besama salah seorang anak asrama, Ani pada pukul 22.00 WITA tanpa Suster Laurentina PI. Motor kami melesat menuju Kargo Bandara El Tari Kupang menyusuri jalan terjal yang sangat sepi dan dingin.

Sesampainya di Kargo, kami segera menyalami keluarga yang ada di sana. Ternyata ada dua jenazah yang datang malam ini yakni PMI asal Malaysia dan satu lagi adalah jenazah seorang bapak, asal Soe yang sempat dirawat di salah satu rumah sakit Surabaya. Kami segera berjabatan tangan dengan pihak keluarga dan mengucapkan turut berbelasungkawa.

Setelah berbincang-bincang dengan keluarga, diketahui bahwa BA sudah bekerja selama kurang lebih 2 tahun. Ia pergi melalui PT Bumi Mas Hijau yang ada di Kupang pada tahun 2016. Ia mulai terhitung aktif bekerja pada 7 Juli 2016 di sebuah perkebunan sawit Malaysia. Namun dalam bulan ke-8 bekerja, BA melarikan diri dan bekerja di perkebunan sawit lain dengan pemilik yang berbeda.

Perwakilan dari PT Bumi Mas Hijau, Pak Pras yang ikut menjemput jenazah menjelaskan bahwa ia mendapat kabar dari majikan yang pertama terkait larinya BA dari tempat kerja.

“Sebenarnya BA sudah tidak terikat dengan kami karena kami menempatkannya bekerja di rumah majikannya yang pertama. Namun entah kenapa belum habis kontrak, ia malah kabur dari rumah majikannya. Waktu itu majikan melapor ke kantor di Kupang dan segera kami caritahu tapi hasilnya nihil. Oia mba ini siapa?” ujarnya sambil menatapku dengan tajam.

Jenazah BA tiba dini hari di Kargo Bandara El Trai Kupang, NTT

Aku tetap berada pada posisiku yang semula dan berusaha untuk tetap tenang, kemudian memperkenalkan diri seadanya dan menjelaskan tugas pelayanan penjemputan Kargo yang biasanya kami lakukan.

Ia mulai memahami dan melanjutkan kisah tentang BA yang sempat tidak diketahui keberadaannya. Menurutnya, beberapa waktu lalu ia mendengar kabar kematian BA yang disebabkan DBD.
 
“Meskipun BA sempat melarikan diri, namun kami sebagai pihak PT tetap berusaha mempertanggungjawabkan pemulangannya dan berusaha untuk mengurus asuransi kerja yang dimilikinya,” terangnya lagi.

Ia mengaku bahwa sebagai orang PT, ia memiliki semua data lengkap BA semenjak proses perekrutan hingga dikirim ke negara penempatan.

“BA diberangkatkan dari PT bersama dengan 7 orang lainnya dari daerah asal yang sama. Ada 7 orang yang rencananya akan dikirim tapi 2 orang tidak lulus berkas sehingga batal berangkat. Jadi kami hanya bisa memberangkatkan 5 orang pria, termasuk BA meskipun ditengah perjalanan, ada seorang diantara mereka yang dipulangkan karena alasan kesehatan,” terangnya.

Ia optimis akan memperjuangkan asuransi kerja yang dimiliki BA dengan catatan, pihak KJRI tidak mengeluarkan nomor paspor yang berbeda dengan paspor yang dimiliki BA sebelumnya. Jika paspor BA ada dua, maka asuransi tidak bisa dicairkan. Ia juga tidak dapat memastikan rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengurus pencairan asuransi BA. Dengan tatapan matanya yang masih tajam, ia terlihat berusaha meyakinkanku bahwa ia bisa membuktikan perkataannya.

Aku segera mengakhiri pembicaraan dengan mengalihkan pertanyaan kepada pihak keluarga BA. Dari seorang pria yang mengaku bapak kecilnya BA, kudapatkan informasi bahwa BA merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara. Diusianya yang ke 23 tahun, ia terpaksa harus menyusul saudarinya pertamanya kepangkuan Allah Bapa. Kini saudara BA hanya tersisa 3 orang bersama dengan kedua orangtuanya di kampung.

Menurut keluarga, pada awal Juni yang lalu, BA meminta bantuan kiriman uang dari pihak keluarga untuk biaya ongkosnya pulang ke kampung halaman karena ia tidak tahan dengan rasa sakit yang dialaminya dan ingin dirawat di kampung.

“Kami sempat mengirimnya sejumlah uang, namun ternyata tidak lama setelah itu kami mendengar kabar bahwa ia meninggal dunia setelah dirawat kurang lebih 6 hari oleh majikannya yang kedua,” ujar bapak kecilnya.

Setelah mendapatkan informasi yang cukup, aku segera beranjak meninggalkan kerumunan dan bergabung dengan Mama Pendeta Ina. Tentu saja aku mengajak Ani untuk tetap berada di sampingku. Kami menunggu kurang lebih dua jam dan mendapat informasi bahwa pesawat Lion Air yang mengangkut jenazah delayed. Kami masih bertahan untuk menunggu kedatangan jenazah tanpa mengetahui waktu yang pasti. Malam semakin larut dan berganti menjadi pagi. Udara semakin bertambah dingin tanpa toleransi. Aku, Ani dan Mama pendeta Ina semakin merapatkan posisi duduk. Hanya tinggal kami bertiga wanita penunggu kargo. 

Jam menunjukkan pukul 02.00 WITA, namun masih belum ada tanda-tanda kedatangan jenazah. Mama Ina yang merasa sangat kedinginan meminta izin pulang terlebih dahulu. Ia dan juga beberapa petugas yang menunggu di kargo menyarankan kami untuk segera pulang. Mobil yang dikendarainya bersama rombongan segera melaju meninggalkan kargo, sementara kami masih bersiap-siap untuk menghidupkan mesin sepeda motor.

Ketika kami hendak beranjak meninggalkan kargo, tiba-tiba mobil hitam yang ditumpangi rombongan Mama Ina berbalik dan kembali masuk ke dalam kargo. Mereka menyarankan agar kami tetap menunggu jenazah yang baru saja tiba untuk dimuat ke dalam mobil ambulans. Kami segera berbalik dan menunggu semua barang penumpang dibongkar dan peti bisa dikeluarkan. Tepat pukul 02.22 WITA, jenazah diangkut ke dalam ambulans. Kami segera menyambut kedatangannya dalam doa. Isak tangis saudara kandungnya memecah belah kesunyian kargo, mencurahkan kepedihan hati yang terdalam, sambil memeluk peti sebagai penyambutan. 

Keluarga BA menyambut peti jenazah dalam kedukaan
Ketika mobil jenazah beranjak meninggalkan kargo, kami juga segera kembali ke Biara PI, Nasipanaf. Dalam hati kupanjatkan doa salam Maria untuk menuntun langkah kami hingga tiba di biara dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun.

Aku sempat ragu dengan kemampuanku menembus angin malam yang semakin dingin, apalagi tak ada seorangpun yang melintas di jalanan sepi tanpa lampu jalan. Aku yakin Tuhan memampukan kami melalui semua ini. Sungguh mukjizat, kami akhirnya tiba di depan gerbang biara dengan selamat.

Segera kami buka pintu gerbang dan memasukkan sepeda motor kedalam biara. Setelah itu, kami masuk kedalam kamar masing-masing untuk beristirahat. Aku bisa bernafas lega ketika pintu kamarku terkunci dan aku sudah berada didalamnya. Bukan kuatku, melainkan kuat-Nya.

Terimakasih atas kepercayaan dan kesempatan yang Tuhan berikan untukku dapat menjalankannya. Semoga duka terdalam keluarga dapat segera dipulihkan oleh terang roh kudus dan arwah BA dapat beristirahat dengan tenang.
***