Wednesday, June 5, 2019

Jenazah ke 7

#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa (6)

Berziarah ke gua Maria Bintang Kejora Baumata merupakan dambaan semua umat di KUB (Kelompok Umat Basis) Maria Benteng Daud Nasipanaf, Penfui. Tempat ini ternyata tak hanya impian KUB ini saja, melainkan sebagian besar umat katolik lainnya terkhusus yang ada di Kupang, terbukti bahwa setelah kami berdoa, ada beberapa kelompok lainya yang datang.

Berdasarkan kebiasaan umat di Kupang, untuk merayakan penutupan bulan Maria akan selalu ditutup dengan melakukan ziarah ketempat wisata rohani dan kali ini umat KUB memilih berkunjung ke Maria Benteng Daud sebagai tempat berziarah.

Tempat ini masih merupakan tempat baru yang masih dalam tahap pembangunan dimana dinding guanya merupakan gua alami yang dibentuk oleh alam. Pada bagian atas gua masih terlihat pohon kecil yang menancap pada tanah karang khas NTT. Disekelilingnya terdapat pepohonan besar yang menambah kerimbunan gua ini.

Biasanya mulai banyak umat yang datang untuk berziarah ke tempat ini untuk berdoa dan mengabadikan suasana sekitar yang masih alami. Rencananya, dideretan patung Maria akan ditambahkan patung lainnya seperti patung keluarga Nasaret dan patung orang kudus seperti patung para Santa dan Santo. Sementara itu pada bagian akhir peziarahan akan ditambahkan salib besar sebagai puncak dari tempat peziarahan.

Usai berdoa, para umat berkumpul di rumah salah satu umat KUB dan menyantap makan siang bersama di Nasipanaf. Namun ketika rombongan kami hendak keluar dari lokasi ziarah, terjadi kemacetan yang cukup panjang karena harus berbagai jalur dengan rombongan umat yang baru saja memasuki lokasi ziarah. Jalur jalan menuju tempat ini masih sempit dan berbatu sehingga menyulitkan kendaraan untuk masuk kedalamnya.

Setelah menunggu antrian yang cukup panjang, kami berhasil kembali ke Nasipanaf. Ketika sampai di rumah ketua KUB, pak Efin, kami segera menyusun kursi plastik di halaman depan dan mengeluarkan peralatan makan masing-masing. Mama-mama yang telah dipercayakan memasak segera menghidangkan makanan untuk disantap bersama. Suatu pesta kecil sederhana yang mengakrabkan. Aku sangat bersyukur dengan kehangatan dan keakraban saat ini. Umat disini menunjukkan keakraban dan kekeluargaan dalam iman kekatolikan mereka.

Semua umat yang datang sangat senang dan kenyang dengan berbagai santapan makanan yang disediakan. Usai makan, para bapak maupun mama-mama meneguk satu gelas sofi (minuman khas Kupang cap kepala).  

Setelah itu, kami membersihkan sampah yang berserakan dan pamit untuk kembali ke biara. Meskipun demikian, mereka masih saja melanjutkan acara menari bersama yang menambahkan kekompakan satu dengan yang lainnya.

Pulang dari ziarah, aku berkenalan dengan penghuni asrama yang baru dan menganggapnya sebagai sahabat muda. Pauline namanya dari Larantuka. Kami santap siang bersama kemudian beristirahat sejenak karena lelah.

Namun belum lama memejamkan mata, suster Laurentina PI mengetuk kamarku dan meminta untuk segera mandi karena harus mendoakan jenazah yang baru saja tiba di Kupang dan sudah berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kupang. Kami kelabakan dan akhirnya berangkat untuk mendoakan jenazah atas nama NR yang tutup usia 40 tahun.

PMI yang berasal dari Desa Hewuli Kec Alok Barat Kab Sikka telah menghabiskan 20 tahun hidupnya di negeri Jiran, Malaysia sebagai supir di salah satu perkebunan sawit. Bersarkan keterangan dari keponakan korban, Ocha, PMI terjatuh ketika sedang membersihkan mobil kerjanya pada Jumat (25/5) lalu. Kemudian PMI dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif selama empat hari. Pada hari Senin (28/5) PMI menghembuskan nafas terakhirnya karena pembuluh darah di bagian otak pecah.

Pihak PT segera menghubungi pihak keluarga untuk menyambut kedatangan jenazah di Maumere dan bersedia menanggung biaya pemulangan jenazah. Namun akibat kesalahan komunikasi, ternyata pihak PT hanya menanggung biaya pengiriman jenazah hingga ke kota Kupang, bukan ke daerah asal sehingga keluarga terpaksa menanggung sisanya.

Jenazah NR di Kargo Bandara El Tari Kupang
Siponakan yang masih duduk dibangku kuliah mengaku bingung ketika pihak Kargo tak mengizinkan jenazah menginap di Kargo sebelum di kirim ke kampung halamannya. Tanpa sadar ia meneteskan air mata karena tak memiliki saudara di Kupang untuk membantunya mengurus jenazah omnya, sementara pihak keluarga jenazah hanya bersiap menyambut jenazah di Maumere.

Tak lama kemudian, pihak Kargo segera menghubungi BP3TKI untuk mengurus jenazah. Ia sedikit lega karena BP3TKI bersedia membantu memfasilitasi pemulangan jenazah hingga ke kampung halaman.   

“Saya bingung dan tak tau berbuat apa-apa karena saya tak punya siapa-siapa disini kak dan belum pernah mengurus yang seperti ini. Untung saja ada bapak-bapak satpam yang segera menghubungi pihak BP3TKI untuk mengurus semuanya secara mendadak. Saya benar-benar tak tau harus bagaimana dan kata keluarga di Maumere mereka siap bayar berapapun yang penting jenazah sampai di kampung,” tuturnya sembari mengusap air matanya.

Ia mengaku tak mengetahui jika pihak BP3TKI bisa membantu mengurus segala proses administrasi PMI untuk transit di RSUD Yohanes Kupang hingga dipulangkan pada Rabu (30/5) siang ke Maumere melalui jalur udara.

“Untung ada om Stef yang dari BP3TKI mengurus semuanya. Tadi pihak rumah sakit menanyakan semuanya, tapi om stef bilang sudah menanggung semuanya jadi beta tidak mengelurakan uang sepersenpun,” terangnya.

Ocha juga bersyukur dengan “Pelayanan Kargo” yang menyambut jenazah dalam doa oleh kaum religius dan koalisi Anti Human Trafficking NTT.

“Saya baru tahu ada orang yang bertugas mendoakan jenazah. Untung ada suster dan ibu pendeta yang menenangkan disini dan sudah berdoa untuk Om saya,” ujarnya.

Menurut penuturannya, selama bekerja di Malaysia, almarhum hanya memberikan kabar lewat telpon seluler.

“Selama 20 tahun merantau di Malaysia, baru dua kali Om pulang ke Indonesia, yaitu waktu saya SMP yang terakhir. Om juga janji akan pulang tahun ini ke Indonesia. Komunikasi juga hanya lewat HP,” terangnya sambil berkaca-kaca.

Kuusap punggungnya untuk menenangkannya yang sambil bercerita. Gadis yang baru usai melaksanakan meja hijaunya ini mengaku akan wisuda pada 28 Juni mendatang.

“Saya sangat sedih, om sudah terbiasa sendiri, pergi sendiri tanpa ada yang memberangkatkan dan kali ini juga pulang sendirian itupun sangat sulit pengurusan pemulangannya di Malaysia. Itu yang buat sedih kak,” ujarnya.

Setelah bercerita mengenai omnya, Ocha mengaku akan segera packing malam ini dan bersiap untuk berangkat ke Maumere bersama dengan rombongan BP3TKI yang akan mendampingi dengan biaya pribadi.

Setidaknya dengan pendampingan TKI, pihak keluarga tak lagi terbeban dengan biaya sebesar Rp. 2.740.000 untuk pemulangan jenazah. Tak lama kemudian, kami permisi pulang dan berjanji untuk mengantar kepergian jenazah pada Rabu (30/5) di kargo bandara. Kupeluk Ocha yang sabar dalam mengurus pemulangan jenazah omnya. Setidaknya pelukanku bisa menjadi pelukan hangat menenangkannya dan mengurangi sedikit lukanya.

Keesokan harinya, Rabu (30/5) kami memberangkatkan jenazah kembali ke daerah asalnya. Kami sudah berada di Bandara pada pukul 09.15 WITA untuk mengurus segala dokumen yang diperlukan. Sesampainya disana, kami bertemu dengan pihak BP3TKI dan juga Oca yang sudah membantu membungkus peti jenazah dengan plastik putih (wrapping).

Proses memasukkan jenazah kedalam Kargo membutuhkan waktu yang cukup lama. Jenazah harus menunggu semua barang diturunkan dari dalam pesawat yang baru tiba untuk kemudian masuk ke dalam melalui X-RaySebelum jenazah dimasukkan kedalam mesin, kami melepasnya dengan doa yang dipimpin oleh suster Laurentina PI. Kami berharap semoga perjalanan jenazah hingga ke tempat tujuan dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa halangan apapun.

Jenazah NR masuk ke dalam Kargo melalui mesin X-Ray
Ketika jenazah lolos dari X-Ray pada pukul 11.12 WITA, Oca segera pamit kepada kami semua untuk proses check-in yang terpisah dari Kargo. Kupeluk Oca erat dan kuminta nomor hpnya untuk memastikan ia tiba dengan selamat sampai ke kampung agar dapat menjalin komunikasi dengannya.

Sebelum pamit, Oca mengaku bahwa orangtuanya yang di kampung bercerita mencium bau formalin dan lilin di rumahnya meskipun jenazah masih menginap di Kupang selama semalaman. Suatu pengakuan yang aneh namun nyata. Apapun itu, semoga almarhum bisa beristirahat dengan tenang di pangkuan Allah Bapa dan keluarga yang ditinggalkan diberikan penghiburan.

***