Tuesday, June 25, 2019

Identitas Jenazah Tentukan Jenis Penghormatan Terakhir

#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (21
 
Hari ini, Minggu pagi (29/7/2018) aku mengajar anak SEKAMI Kelompok Umat Basis (KUB) Maria Bintang Laut Wilayah V. Sebelum anak-anak datang, kubersihkan aula asrama untuk dipakai dalam kegiatan minggu ini. Ketika datang, mereka sangat ribut dan tidak bisa di atur. Maklum saja, sudah beberapa minggu SEKAMI vakum karena kesibukanku dalam Karya Kerasulan Anti Human Trafficking. Mungkin saja mereka terlalu gembira hingga suara dan gerak geriknya tidak bisa dikontrol dengan baik. Kucoba memahami mereka.

Kami membuka pertemuan dengan tanda salib sambil bernyanyi, kemudian mendengarkan bacaan firman dan latihan public speaking. Setelah kusampaikan cerita tentang alkitab, maka kuminta mereka untuk menceritakan ulang sesuai versinya guna melatih kemampuan berbicara dan tampil di depan umum. Cara ini sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan anak untuk tumbuh menjadi diri sendiri tanpa harus malu dan takut salah. Meskipun sedikit sulit, namun pada akhirnya satu persatu dari mereka berani tampil. Sebisanya kuberikan hadiah sederhana sebagai bentuk apresiasi atas keberaniannya dan guna memotivasi anak-anak lain untuk tampil.

Aku berharap semakin banyak yang tergerak untuk mengembangkan bakat dan talentanya sejak dini. Ini salah satu cara pendekatan sosialisasi anti human trafficking yang efektif. Menyentuh dari dasar dan sejak dini bagi anak. Jika anak sudah dilantih kemampuannya sejak kecil, maka bakatnya akan semakin terasah sehingga dapat tumbuh menjadi pribadi berkualitas dengan sikap optimis dan percaya diri.

Sedikit demi sedikit kutanamkan cita-cita yang harus digapai mereka dengan kesungguhan hati menuntut ilmu sebagai seorang anak Tuhan. Dengan kualitas diri, mereka tentu punya nilai jual dan daya saing sehingga tidak gampang termakan bujuk rayu dan tipu muslihat para calo karena sebagian besar yang menjadi korban perdagangan orang adalah mereka yang tidak mengenyam pendidikan dan memiliki bekal pengetahuan yang minim sehingga mudah dipengaruhi dan ditindas. 

Meskipun membutuhkan waktu yang sangat lama dan terlihat kurang efektif dalam menyikapi maraknya kasus human trafficking yang sedang mewabah, namun hal ini sangat bermanfaat sebagai proteksi bahaya human trafficking dari dasar, dimulai dari anak-anak. Sama halnya dengan “Pelayanan Kargo” oleh para religius dan koalisi anti human trafficking, meskipun terlihat sepele atau para pelayannya dicap “kurang kerjaan”, namun sangat bermakna dalam mengentas praktik human trafficking yang merajalela dan menghibur keluarga yang berduka.

Seperti kasus pemulangan jenazah ke-27 atas nama LAK asal Sulamu yang tak diketahui penyebab kematiannya. Dari keterangan salah satu anggota keluarga, PMI yang dikembalikan dalam keadaan tak bernyawa ini diketahui sudah bekerja di Sabah, Malaysia selama kurang lebih 8 tahun dan tak sekalipun kembali ke tanah air.

Awalnya jenazah yang diketahui masih lajang ini bersedia untuk bekerja sebagai PMI (Pekerja Migran Indonesia) ke Malaysia melalui PT Aula Graha pada tahun 2010. Ia dipekerjakan sebagai supir eskavator di sebuah perkebunan sawit yang ada di Malaysia dan dikembalikan ke tanah air tanpa dilakukan otopsi.

Jenazah LAK saat tiba di Kargo Bandar El Tari Kupang, NTT
Pada pukul 22.44 WITA, pihak keluarga besarnya baru tiba di kargo dan menangisi jenazah yang masih berada di kereta barang. Jenazah kemudian dipindahkan kedalam mobil jenazah, didoakan oleh mama pendeta Emmy dan segera digiring oleh pihak keluarga menuju ke Sulamu. Dalam kesempatan singkat itu, aku berusaha menanyakan seputar jenazah kepada salah satu keluarganya yang berkerumun.

“Kami mendapatkan kabar kematian jenazah dari temannya yang juga sama-sama berasal dari Sulamu dan bekerja di Malaysia,” jawab seorang wanita yang mengaku sebagai saudara dari almarhum.

Menurutnya, LAK sudah menderita sakit perut selama 3 hari, kemudian seorang temannya membujuk untuk mengecek kondisi kesehatannya. Pada saat LAK bersedia untuk dibawa ke rumah sakit, nyawanya sudah tidak tertolong. 

Jenazah LAK disambut dalam doa oleh keluarga
Mobil pickup milik keluarga besarnya telebih dahulu maju meninggalkan kargo, kemudian disusul oleh mobil ambulans. Malam itu, kargo memang cukup ramai karena ada satu orang jenazah asal Jakarta yang juga tiba secara bersamaan dengan jenazah asal Malaysia. Jenazah yang berasal dari Jakarta tersebut merupakan jenazah seorang ibu tua yang meninggal akibat komplikasi.

Ternyata meskipun telah meninggal, status sosial seseorang masih menentukan tatacara penghormatan terakhirnya. Aku amati bahwa cara penyambutan jenazah yang tiba dari Jakarta ini disambut secara terhormat karena termasuk orang berada dengan tata cara adat Manggarai, sementara jenazah LAK yang merupakan PMI dari latar belakang keluarga sangat sederhana hanya disambut biasa saja, tanpa adat tertentu. Selain itu, keluarga LAK menggunakan mobil pickup yang bak belakangnya disulap untuk menampung banyak orang, sementara jenazah yang tiba dari Jakarta itu dijemput oleh keluarga yang menggunakan mobil avanza dan sejenisnya.

Berdasarkan pengalamanku, tidak pernah satupun dari jenazah PMI yang disambut menggunakan adat istiadat ketika tiba di kedatangan kargo. Jikapun ada pihak keluarga yang bersedia menyambut jenazah, maka akan disambut dalam isak tangis histeris yang tiada tara.   

Terdorong oleh rasa penasaran, aku amati sedikit adat istiadat yang digunakan dalam penyambutan jenazah dari Jakarta yang masih dalam kereta barang. Keluarga memberikan kata-kata penyambutan sambil memegang BIR BINTANG (pengganti air arak) sebagai tanda penghormatan. Kemudian jenazah diangkut dari kereta kargo ke mobil ambulans. Beberapa dari pihak keluarga yang mengangkut peti jenazah menggunakan cincin emas yang berkilauan. Setelah jenazah berada di dalam ambulans, rombongan segera berlalu, begitupun dengan kami yang sedari tadi mengamati. 

Keluarga menyambut jenazah bukan PMI dengan adat istiadat
Ketika seluruh jenazah dan keluarga meninggalkan kargo, aku dan salah seorang teman asramaku segera mengendarai motor untuk kembali pulang. Tepat pukul 23.30 WITA kami tiba di biara dan mulai beristirahat.

Ditengah dinginnya suasana malam, kupanjatkan doa kepada yang Maha Kuasa agar arwah jenazah dapat beristirahat dengan tenang dalam kerahiman Allah Bapa dan keluarga yang meneteskan air mata dapat menerima kedukaan dan terbuka atas rencana Tuhan dalam kehidupan mereka selanjutnya.  
***